SL 36

2.8K 119 0
                                    

Nara dan Vando baru saja keluar dari Bandara Ngurah Rai International. Vando menggenggam tangan Nara selama perjalanan. Nara yang menyadari itu langsung tersenyum mengingat Vando yang menjadi overprotektif saat pilot salah satu pesawat mengajak Nara berkenalan, sungguh lucu ekspresi Vando yang kesal kepada pilot seperti tidak menganggapnya ada.

"Jangan erat - erat dong sakit ni," Ucap Nara sambil mencolek Vando.

Vando hanya menoleh sebentar lalu tetap melepaskan tangannya dari genggaman Nara. Nara bukan kesenangan malah merasa ada sesuati yang hilang tetapi perasaan itu hilang seketika saat Vando menariknya lebih dekat dengan tangannya yang berada di pundak Vando.

"Biar semua tau kalau kamu milikku." 6 kata yang membuat pipi Nara memerah langsung.

"Gombal," Hanya satu kata itu yang Nara bisa ucapkan saat Vando mengatakan itu.

Vando tiba - tiba sudah berhenti di depan mobil Mercedes Benz dengan sang sopir yang sudah siap untuk mengambil barang - barang kita. Vando mengajakku untuk masuk dan duduk di belakang.

"Bagaimana kabar Papa sama Mama, Pak?" Vando bertanya sambil mencolek pundak sopirnya.

"Baik - baik saja, Den. Apalagi sejak Den Vando bilang mau ke Bali, Ibu sama Bapak heboh gitu," Ujar Bapak Arya. Sopir Papa Vando yang ada di Bali.

"Iya, Vando dateng sambil ngenalin calon istri Vando, Pak." Nara mendengar itu langsung mencubit perut Vando. Vando hanya tersenyum lalu mencium pipi Nara sekilas. Muncullah kemerahan pada pipi Nara.

"Wah, jadi neng yang di samping Den Vando ini calon istrinya? Waduh, Den. Beruntung banget ayu banget. Saya like banget , Den. Siapa namanya, Non?"

"Nara, Pak. Panggil saya Nara saja." Nara tersenyum kepada Bapak Arya.

"Mana pernah dulu Den Vando bawa cewek, Non eh Nara. Hehe jadi bingung saya," Vando hanya tertawa.

"Memang bener begitu, Pak? Nara aja gak apa - apa, Pak." Bapak Arya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

Nara tertawa "Iya, Nak Nara. Sampe Ibu sama Bapak di rumah sering takut kalau Den Vando sampe tua lajang kan gak ada penerus. Saya suka denger Ibu sama Bapak ngomong begitu di mobil, hehe." Vando otomatis cemberut, Nara langsung merangkulnya.

"Tapi sekarang taunya udah langsung bawa calon istri, cantik banget lagi. Den Vando pasti beruntung." Nara hanya tersenyum.

"Iya saya beruntung sekali, Pak. Beruntung kelak menjadi calon imamnya dan Nara adalah tempat di mana saya bisa berkeluh kesah nantinya. Nara yang akan mendampingi saya sampai akhir ayat saya."

Dalam hati Nara dan Vando mengamini ucapannya.

"Tapi saya bukan calon istrinya, Pak." Vando langsung melotot ke hadapan Nara, Nara hanya tersenyum "Soalnya dia belum lamar saya, Pak."

Langsung Nara dan Pak Arya tertawa keras yang membuat Vando cemberut seketika "Yah, Den. Kode tuh, Den. Kata anak - anak jaman sekarang sih gitu."

"Ada waktunya, Pak. Tapi saya takut di tolak, Pak." Pak Arya langsung geleng - geleng.

"Urusan di tolak mah belakang, Den. Yang penting kita berani menyampaikan isi hati kita," Vando tersenyum mengangguk.

"Nanti kita bahas lagi ya, Pak. Masa saya mau ngerencanain ngelamar ada orangnya di sini?" Pak Arya mengangguk sambil tertawa sedangkan Nara hanya mencibir.

"Pak Arya sudah berama lama tinggal di Bali sama keluarga Vando?"

"Dari waktu Den Vando TK, Nak Nara. Aduh waktu Den Vando TK cakep pisan, Nak. Di kejar terus sama anak - anak cewek."

Sincerity and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang