Jantung gadis itu menderu berlipat
ganda. Aliran darahnya berlayar tak karuan di sertai dengan nafas yang terpenggal-penggal. I'm going to die.. I'm going to die. Sungguh ia belum mau mati, untuk mencapai hingga ke titik ini itu akan membuat semuanya sia-sia. Gadis itu mencoba sekali lagi.., Mungkin jalan ini yang benar. Ia mengambil nafas panjang dan memutuskan untuk melompat melewati sungai, jika ini tepat mungkin ada kesempatan ia bisa selamat-"CHARLOTTE...!"
No.. no.. no..
"CHARLOTTE ANNE WILSON!"
Jangan.. Jangan.. Ku mohon-
"Charlotte-," gadis itu mendengar suara Marissa memanggilnya kembali untuk kesekian kalinya dan seketika, "HEY! apa yang kau lakukan?" tanya gadis itu mendelik heran kemudian menaikkan kedua alis sempurnanya setinggi patung Liberty dengan setengah berteriak menatap horor asistennya yang kini berdiri di depan layar televisi raksasa dan mematikan layar kaca yang telah menemaninya sejak dua jam yang lalu itu. Senyum geli merekah di bibir perempuan berambut pirang itu, "Yang aku lakukan? aku mematikan ini," jawab Marissa santai.
Seketika ekspresi gadis itu menjadi sedih dengan genggaman pada stik PS 4 di tangannya melemah. "Aku hampir saja menang.."
Marissa kemudian mengorok dan memutarkan kedua bola matanya tiga ratus enam puluh derajat lalu berjalan ke arah gadis itu, "Kau mengatakan itu sejak dua jam yang lalu." gerutunya,
Mendengar itu Charlotte kini malah tersenyum lebar, "Jangan bergerutu sayang," ejeknya, "bukankah kau yang memaksaku untuk memainkan permainan ini?" ia tertawa kecil.
Perempuan berambut pirang itu kemudian menghembuskan nafas panjang, "Yeah.. aku juga mulai menyesali hal itu. But hey.. bukankah kau juga yang tadi harus sampai kupaksa melewati tembok china untuk ikut denganku memainkan permainan ini? tak dapat kupercaya kau hampir tak pernah memainkan Game sebelumnya. maksudku, apa kau benar benar hidup? dan sudah kubilang, kau tak akan mampu mengalahkanku?" Kini giliran Marissa yang tersenyum menyeringai dengan bangga.
Charlotte kemudian hanya menghempaskan kedua bahunya dan tertawa kecil. Ia kemudian beranjak bangkit dari sofa besar tempat ia terduduk.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Marissa heran melihat gadis itu malah berdiri dan berniat untuk merapikan permainan disekitarnya.
"Tunggu sebentar, aku akan membereskan ini dulu."
"Tak perlu, tinggalkan saja disitu biarkan Maids yang melakukannya. Lagi pula itulah gunanya ada pelayan disini." komentar asisten gadis itu,
"Bukan masalah besar aku bisa melakukan ini."
Marissa kemudian berjalan mendekati gadis itu dan merangkul bahu Charlotte pelan, "It's okay Charlotte, let's go.." Tak ingin berdebat gadis itu lalu mengangguk setuju,
"Alright, I'm done, you may take me away darling." tuturnya.
Kedua perempuan itu kemudian saling tertawa dan melangkah keluar dari Game room milik Sebastian itu. Charlotte tak mengerti mengapa laki-laki itu memiliki ruangan besar dengan seluruh alat permainan canggih dan lengkap yang tiap bulannya selalu di perbaharui tetapi hampir tak pernah laki-laki itu sentuh. Poor guy, such a waste menurutnya. Andaikan saja Sebastian punya waktu luang hanya sekedar untuk bersenang-senang. Bila di pikir ia dan lelaki itu tak beda jauh. Ia bersyukur telah menerima bujukan Marissa untuk meluangkan waktunya sejenak disini. It was a lot of fun, ini juga sangat berguna dan mampu sedikit me-relaxkan kegiatan padatnya di minggu ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/48418545-288-k335205.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
a Letter From Heaven - Sepucuk Surat Dari Surga
Romance"Aku mencintaimu hari ini. Aku mencintaimu esok hari. Aku mencintaimu selalu. Karena ketika kita ber-reinkarnasi dan terlahir kembali, aku akan jatuh cinta kepadamu lagi, lagi, dan lagi." Charlotte tak pernah menyangka pada saat ulang tahun ke se...