Chapter Twenty Four - Pemakaman

889 74 14
                                    

..*..

   Angin berhembus lembut mengiringi sorot mata duka bagi tiap-tiap yang menjadi saksi. Iringan barisan hitam-hitam yang menghantarnya untuk terakhir kali kini berdiri menyampaikan salam perpisahan mereka. Diam adalah pengertian diantaranya ketika kata-kata tak lagi dapat berbicara. Sampai peti mati itu perlahan diturunkan kepada dalamnya tanah maka seluruh mata yang menyaksikan dan mengikutinya dibiarkan berjalan dengan warna aura yang selaras.

Charlotte kemudian ikut meletakkan tangkai bunga mawar putih ditangannya mengikuti suaminya Sebastian dan seluruh para hadirin yang tengah berkabung lainnya. Kedua matanya menyapu sekitar dengan tujuan yang tidak terbaca, arah tak tentu.

Ia kemudian menatap kepada langit yang tinggi diatasnya serempak bersama nafas yang berhembus darinya secara panjang.

Sekitar tidak lagi bersalju, dan hujan pun juga tak sedang turun, tetapi tebalnya mantel hitam yang membungkus tubuh gadis itu tak dapat cukup untuk menyelamatkan dirinya dari dingin yang ia rasakan disaat kerap kali ia hadir dan berada pada momentum seperti ini. Seberapapun seringnya ia menumukan dirinya diantaranya, tetap saja Charlotte tak akan pernah berubah menjadi terbiasa.

   Gadis itu menyusuri matanya kearah sekitar. Wajah-wajah yang tidak ia kenali menyambutnya di setiap pergerakannya mengambil pandang. Ketika ia terhenti pada seorang gadis tak lebih dari usia empat belas tahun, menggunakan gaun hitam polos berlengan panjang, tertunduk; terisak-isak, dengan air mata membanjiri wajahnya-,  Charlotte merasakan tamparan pada hatinya dan menjadi jatuh iba. Rambut coklat muda bergelombang gadis kecil itu di biarkan terurai dan hanya bersematkan bando kepala berwarna putih yang terbuat dari pita. Wajahnya manisnya tampak penuh akan siksa, mengingatkan Charlotte atas dirinya pada dahulu kala. Ia melayangkan matanya kembali kesekitar,

Dimana ibunya? tanyanya dalam hati.

kerutan memberikan salam kepada kening istri Renoires itu, dan ia terus mencari. Tetapi tetap Charlotte tak menemukan adanya pertanda kehadiran sosok perempuan yang menjadi ibu dari gadis kecil yang dilihatnya itu.

   Kemudian setelah juga meletakkan bunga tersebut Sebastian kembali mundur ketempatnya berpijak semula dan merangkul Charlotte dengan lembut kepada sisinya. Hembusan berat ia keluarkan dengan pandangan tidak pernah melepas tempat peristirahatan terakhir pria itu. Banyaknya para pengiring jenazah dan dukawan yang hadir telah mengerutkan aura Sebastian secara dalam. Dari fisik eksteriornya Renoires muda itu tak menampakkan banyak hal yang dapat terbaca, kecuali air muka netral datar dengan aura dingin misterius yang kerap akan kau temukan padanya. Kendati demikian hal tersebut sungguh berlawanan dengan apa isi dari pikiran lelaki hebat itu yang sebenarnya sedang berjaga dan terus berkalkulasi akan sekitar yang mengelilinginya.

Tidak diketahui oleh siapapun, tetapi metal berat nan perkasa dari pistol yang ia bawa kini tengah menunggu dan tersemat hangat dibalik setelan jas hitamnya. Tersembunyi dari tangkap atas pandang.

"Sebastian.., kemana ibunya?" akhirnya gadis itu angkat bicara

   Pertanyaan Charlotte yang datang lembut secara tiba-tiba memecahkan Sebastian dari tebal pikirannya. Ia kemudian bergerak mengikuti arah pandang istrinya itu,

Menemukan apa yang gadis itu maksud Renoires muda itu membuka mulutnya,

"Dia adalah anak angkat. Anak itu tidak memiliki ibu," Kemudian adalah merupakan jawaban singkat dari Sebastian.

"Anak angkat?" Tanya Charlotte lagi, melemparkan Sebastian sebuah raut wajah pertanda heran.

Renoires muda itu mengangguk.

a Letter From Heaven - Sepucuk Surat Dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang