Chapter Thirty - Jiwa yang Terselamatkan

506 54 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


..*..

    Ketika rasa sakit yang pertama kali datang, maka kekosongan dan hampa adalah apa yang datang setelahnya. Kau merasakan hal itu, seperti seisi hatimu sedang dalam keadaan mendung, lalu hujan, lalu kembali mendung dan tinggal begitu saja menjadi kosong. Hal ini, perasaan mungkin hanyalah perasaan. Seumpama aroma yang melayang di udara, tidak memiliki suara, tetapi dapat diketahui ketika ada keberadaanya. Rahasia yang terpendam, terkadang bisa tersampaikan melewati sinar-sinar mata menuntut sebuah pengertian, meminta kalimat. Ketika kalimat gagal memberikan salam ia memilih turun berparas air mata.

Gadis itu menutup tangisannya. Menghapus semuanya hingga tidak ada jejak yang tersisa. Ia terduduk disitu, menatap kosong jurusan di garis pandangnya. Setelah puas menderukan perasaannya kesadaran menghantam Charlotte perlahan. Akal sehat mungkin bisa disebut demikian. Baginya menangis adalah sesuatu yang memanusiakan tetapi sungguh melemahkan. Menangislah ketika itu dibutuhkan tetapi jangan pernah sampai berlebihan. Semua rasa sakit yang berkepanjangan adalah hasil dari mereka yang memilih bertahan pada zona itu. Mereka yang ingin nyaman saja. Charlotte mengingatkan dirinya.

Waktu tidak akan berhenti hanya karena kau sedang patah hati. Semuanya tetap berjalan maju tidak pernah tinggal atau mundur.

Ada alasan lain Charlotte juga menyudahi mengasihani dan meratapi dirinya. Ketika menangis yang terlalu gadis itu memang kerap kali merasakan sakit di dadanya. Gadis itu mengerjap dengan rasa sakit yang datang. Ia memijat dadanya lembut dengan tekanan tipis, berharap nyeri itu segera pergi. Kali ini bukan sakit perumpamaan batin, tetapi sakit nyeri fisik. Untuk itu ia memang harus berhenti menangis.

Semenjak ia mendonorkan satu ginjalnya demi membayar biaya pengobatan ayahnya dulu, kondisi Charlotte tak pernah lagi sama. Kondisinya lemah dan sering kali sakit-sakitan meski sekarang tidak seburuk dulu. Satu, dua kali, ketika ia sedang banyak pikiran gejala penyakitnya akan kambuh. Gadis itu tak pernah mengeluh. Ia menyelesaikan sakitnya sendiri. Selain menyembunyikan ia memilih mengabaikannya saja. Berpura-pura tidak tau jika ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya.

a Letter From Heaven - Sepucuk Surat Dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang