26. HEART

91.4K 7.2K 301
                                    


Jane menghela nafas panjang. Baginya hari ini semua terasa melelahkan, bukan hanya raganya yang letih, hatinya jauh lebih letih.

Jane melemparkan tubuhnya ke kasur. Mata birunya memandang ke arah langit-langit yang bercat putih. Cahaya lampu ruang tidurnya entah kenapa terasa jauh lebih menyilaukan indra penglihatannya.

Matanya mulai memanas, dikelopaknya sudah menggenang air mata yang sudah bersiap menetes mengaliri pelipisnya. Air matanya jatuh bukan karena matanya perih melihat cahaya lampu kamarnya, melainkan karena hatinya yang perih.

Selama perjalanan pulang dari kediaman Tuan Myers ia hanya mengunci bibirnya. Ia teramat kecewa dengan semua perkataan suaminya. Ya. Tuan Reed menikahi Jane hanyalah untuk mempermulus urusan perusahaan.

Namun Jane sudah terlanjur sangat mencintai Tuan Reed. Semua perlakuan Tuan Reed padanya membuat dirinya mengambil kesimpulan, Tuan Reed tak mencintainya.

Jane kemudian mengambil koper besar berwarna ungu dari dalam lemarinya dan memasukkan pakaian-pakaian miliknya ke dalam koper itu.

"Jika aku pergi, apakah kau akan mencariku Julian?" Tanya Jane dalam hati sambil sesekali mengusap air matanya.

Ia merapikan kopernya menutupnya rapat-rapat. Kemudian matanya tertuju pada amplop coklat yang didalamnya terdapat surat permohonan cerai yang sebelumnya pernah diisinya. Ia menatapnya cukup lama.

"Julian... Kenapa kau tak pernah membuka hatimu untukku?"

Tok... tok... tok...
Pintu kamar Jane diketuk oleh Tuan Reed dari luar.

"Jane..." Panggil Tuan Reed dari balik pintu. "Apa kau sudah tidur?" Tanyanya.

Lamunan Jane terpecah.

"Ga... Gawat!" Jane panik. Ia takut jika suaminya mengetahui dirinya akan pergi secara diam-diam.

Jane langsung sigap menyembunyikan kopernya disisi lain ranjangnya. Dengan segera pula ia menghapus sisa-sisa air mata yang menempel diwajahnya.

Kemudian setelah ia merapikan rambutnya, Jane membukakan pintu kamarnya untuk suaminya.

Dilihatnya wajah Tuan Reed yang tampan. Keningnya, matanya, hidungnya dan bibirnya ia perhatikan dengan seksama. Waktu seakan berhenti.

Di dalam otaknya ia membayangkan bagaimana Tuan Reed akan hidup tanpa ada dirinya. Mungkin dengan kepergiannya itu akan membuat perjalanan karier suaminya akan hancur.

Karena Jane-lah yang saat ini menjadi satu-satunya alat untuk pencapaian karier Tuan Reed saat ini.

"Apakah aku seegois itu? Kupikir aku tak mampu melihat dirimu hancur Julian. Aku tak mampu." Pikir Jane. Ia tak bisa membayangkan jika semua impian yang diusahakan oleh suaminya hancur.

"Bagaimana jika dalam sehari aku tak bisa melihatmu, Julian? Itu pasti sangat menyiksa." Pikir Jane. Air matanya mulai menggenang di kelopaknya. Ia semakin dalam memandang wajah suaminya. Rasanya Ia tak mampu menjalani hari-hari tanpa melihat suami tampannya.

"Jane..." Panggil Tuan Reed. Sudah berkali-kali suaminya memanggil namanya, namun ia masih sibuk dengan pikirannya.

"Ahh.. Ya Julian." Sahut Jane kaget. Tak sadar ia sudah memeluk tubuh Tuan Reed dengan cukup lama. Ia pun melepaskan pelukannya. "Maaf Julian. Aku sedikit mengantuk." Ucap Jane sembari melangkah mundur.

"Jane. Esok hari aku akan menemanimu pergi." Ucap Tuan Reed sambil mengalihkan pandangannya.

Mata Jane membulat setelah mendengar perkataan Tuan Reed. Ia tak percaya Tuan Reed akan menemaninya pergi.

CONTRACT PARTNER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang