Beberapa tumpuk kertas nampak memenuhi meja kerja Jane, sebagian diantaranya sudah ditandai dengan stabillo warna-warni. Jemarinya nampak cekatan menari-nari diatas keyboard komputer. Terkadang ia mengeryitkan keningnya ketika menemukan hal yang tidak beres dengan ketikannya.
"Huff..." Jane menghembuskan nafasnya. Sesaat kemudian tersadar bahwa seisi ruangan telah kosong. "Astaga sudah jam segini!" Ujarnya terkejut sambil melihat arloji warna bronzenya.
Dirinya tak sadar bahwa dia sudah hampir tiga belas jam berada di kantornya. Lalu ia pun bergegas merapikan dokumen-dokumennya untuk bersiap pulang.
Jane memang salah satu karyawan terbaik di perusahaannya, jadi seringlah ia menghabiskan waktunya dikantor daripada waktunya di apartemennya.
Jane pun bergegas keluar ruangannya sedikit terburu-buru karena takut tertinggal bus terakhir malam ini. Tanpa ia sadari terdapat seseorang sedang mengamatinya via CCTV kantor.
Beberapa saat kemudian tibalah Jane di apartemennya. Apartemen tipe studio yang sangat mini ukurannya. Jane memilih untuk tinggal di apartemen kecil karena dia hanya tinggal sendiri dan menggunakan apartemennya hanya sebagai tempat istirahat saja.
Di dalamnya terdapat balkon yang menyajikan pemandangan kota dimalam hari yang penuh gemerlap lampu.
Ia kemudian menjatuhkan tubuh lelahnya ke atas kasur. Tanpa tersadar matanya sedikit demi sedikit tertutup mengantarkannya menuju alam mimpi.
¤ ¤ ¤
Tiba-tiba semuanya gelap, dan dingin pun serasa menyeruak menembus tulang. Sepi.
"Mama... Ayah... sakit...."
Pandangan Jane kecil lama kelamaan sudah tak tersamar. Dilihatnya dua sosok tak bernyawa bersimbah darah, beberapa bagian kulitnya robek dan diantaranya pula ada yg tertusuk pecahan kaca. Lama kelamaan pandangannya terlihat jelas, kedua jasad manusia itu adalah kedua orang tuanya.
Tangannya mencoba menggapai jasad ibu dan ayahnya mencoba membangunkan mereka. Tapi apa daya tubuh kecilnya tersangkut dengan posisi kepala menghadap ke muka tanah di dalam bongkahan mobil yang terbalik di tengah jalan yang penuh salju. Semakin ia mencoba menarik tubuhnya keluar dari badan mobil, semakin besar pula rasa sakit yang mendera tubuh bagian bawahnya.
"Tolong... tolong..." ujarnya berkali sekuat tenaga sampai habis sudah suaranya.
"Mama... ayah... bangun!" Ujarnya masih berharap kedua orang tuanya bisa terbangun dan menolong dirinya.
"MAMA... AYAH...!!!" Teriaknya sekuat tenaga.
Lalu Jane tersentak bangun dari tidurnya itu. "Ahh.. lagi-lagi mimpi..." ujarnya sambil menghapus beberapa tetes air mata yang mengalir disebabkan mimpi buruknya. Tidak. Itu bukan mimpi buruk, itu adalah memori jane kecil pada saat kecelakaan dan harus kehilangan keluarganya yang sangat berharga.
"Sepertinya aku terlalu letih bekerja" ujarnya kemudian menengguk air putih untuk menenangkan diri. Kemudian matanya tertuju pada foto anak kecil berpakaian dress pink, di sebelahnya terdapat kedua orang tuanya memeluknya.
"Ahh.. Mama, Ayah aku rindu sekali" ujarnya memeluk foto berbingkai putih itu. Tak terasa air matanya menetes kembali menjatuhi pipinya kemudian mengalir ke dagunya.
Sudah delapan belas tahun semenjak kecelakaan yang membawa kedua orangtuanya ke alam lain membuat hidup Jane merasa sangat kesepian karena harus sebatang kara sejak masih kecil.
Sejak kecil ia mati-matian untuk membunuh rasa sedih dan kesepiannya dengan cara belajar dengan tekun di sekolah. Selain itu Jane pun berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa untuk sekolah serta untuk penopang kehidupan sehari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTRACT PARTNER [END]
ChickLitCOMPLETE Highest rank #3 on chicklit (28102017) ¤ ¤ ¤ This is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events and incidents are either the products of the author's imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actu...