11

11.2K 912 11
                                    

**
Tiga hari sebelum keberangkatan Dara ke Manila, perempuan itu menemani Jiyong yang akan syuting iklan sebuah merk ternama. Dara sedang membereskan barang Jiyong saat pria ini bertanya padanya,

"Besok kau berangkat bukan?"

Dara berhenti sejenak dan memandang ke arah Jiyong. "Ne."

"Sudah kau persiapkan semuanya? Kau sudah membeli tiket?"

"Sudah."

Jiyong kemudian kembali memandang ponselnya yang dari tadi ia pegang. Dara memandangnya beberapa saat dengan ragu, Jiyong merasakannya dan bertanya tanpa menoleh. "Ada apa?"

"Hm?"

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

Dara mengerutkan keningnya. "Darimana kau tau aku ingin bicara sesuatu?"

"Sangat terbaca Sandara Park." jawab Jiyong acuh. "Ada apa?" tanyanya lagi.

"Apa kau yakin mengizinkan aku pergi?"

"Kenapa aku harus tidak yakin?" balas Jiyong santai.

"Dua hari ini jadwalmu padat Ji, ak--"

"Sebelum kau datang aku juga hanya berdua Soonho dengan jadwalku yang gila ini dan kami baik-baik saja jika kau ingin tahu." Jiyong menurunkan ponselnya dan menoleh. Memandang ke arah Dara. "Ada apa denganmu?"

"Eh?" Dara menggigit bibirnya. "Tidak, aku hanya tidak ingin karena masalah pribadiku pekerjaanmu jadi keteteran, aku--"

"Kau yakin itu alasanmu?" potong Jiyong. Matanya menatap lurus ke dua bola mata Dara, mencari kebenaran di sana.

"Aku---"

"Apa kau sengaja agar aku menahanmu jadi kau tidak jadi ke Manila lebih dulu?" tebak Jiyong yang langsung membuat Dara terdiam.

Tepat sasaran. Dara memalingkan wajahnya, tidak mau menatap ke arah Jiyong. Bagaimana bisa pria itu membaca pikirannya? Karena memang sudah beberapa hari ini Dara dilanda rasa cemas. Ia tiba-tiba takut untuk ke Manila lebih dulu, ia tiba-tiba khawatir, ia tiba-tiba tidak ingin sendirian saat berada di sana.

"Kau takut?" tanya Jiyong dan lagi-lagi tepat sasaran.

Dara menghela napas panjang, ia menyenderkan tubuhnya di sofa.

Jiyong melirik Dara sesaat dan tersenyum tipis. "Ke mana Dara yang begitu percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja? Ke mana Dara yang yakin bahwa traumanya tidak akan datang kembali?"

Dara mengerucutkan bibirnya. "Ini di luar pikiranku." jawabnya pelan.

"Benar kau takut?"

"Wajar bukan?" Dara bertanya balik. "Aku seperti akan maju ke medan perang."

"Semua akan berjalan lancar jika kau mempunyai pedang yang tajam."

"Sayangnya pedang yang aku miliki tumpul."

"Kalau begitu kau harus mempunyai strategi yang benar."

Dara melirik ke arah Jiyong. "Apa maksudmu?"

"Kau mengerti maksudku." Jiyong malas menjawabnya.

Dara mendengus. "Menyebalkan." gumamnya pelan.

"Aku mendengarnya, Dara." Jiyong mengambil bungkus rokok yang ada di meja, ia menoleh ke arah Dara. "Keluarlah dulu, aku ingin merokok."

"Merokok saja, aku ingin tidur." Dara memejamkan matanya, tidak menyadari bahwa Jiyong memperhatikannya lekat.

Perempuan ini... batin Jiyong. Raut wajah jengkelnya memandang ke arah Dara yang meringkuk di sampingnya. Ia tidak mungkin merokok di sini. Bagaimana jika nanti asma perempuan ini kambuh?

Lovely AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang