30

10K 715 18
                                    

**
Malamnya seperti dugaan Soonho, Jiyong hancur. Pria itu membeli banyak bir dan wine lalu menghabiskannya sendiri di kamar pribadinya. Seperti yang sekarang Soonho lihat, Jiyong duduk di atas karpetnya menyender di kasur dengan botol-botol berada di sekitarnya.

"Ini yang kau mau kan?" Soonho masuk ke dalam kamar Jiyong dan duduk di sofa. "Aku memberimu waktu 3 hari tapi kau tidak menggunakannya dengan baik."

Jiyong tidak menanggapi. Mata pria itu terpejam dengan kepala berada di atas ranjang. Pria itu sudah teler.

"Kenapa kau suka sekali menyakiti dirimu sendiri Ji? Kau sudah tahu dia menyukaimu, kenapa tidak kau kejar lagi?" Soonho menghembuskan napas kasar.

Tidak ada jawaban dari Jiyong. Tentu tidak akan ada, kalaupun ada hanyalah racauan tidak jelas menyalahkan dirinya sendiri ataupun makian untuk Soonho.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika Dara benar-benar akan ke Manila." gumam Soonho, matanya menatap lurus ke arah artisnya itu.

Pintu kamar Jiyong terbuka, Taeyang muncul di sana dan menyender di pintu. "Mabuk?"

"Seperti yang kau lihat."

Taeyang menghembuskan napas dan masuk ke kamar. Melangkahkan kakinya mendekati sahabatnya itu, lalu melihat kondisinya.

"Jam berapa jadwal kita besok?" tanya Taeyang.

"9 pagi."

Taeyang melirik arloji di tangannya. "Masih cukup untuk dia bisa sadar nanti."

"Tapi kita tidak tahu apakah dia akan benar-benar sadar."

Taeyang tertawa kecil. "Yeah. Saat di studio tadi aku sangat ingin memukulinya agar dia kembali pada akal sehatnya dan mengejar Dara nuna." Ia duduk di atas ranjang, menghadap ke arah Soonho.

"Mengapa kau tidak melakukannya? Jika kau yang melakukannya kau tidak akan dipecat."

Taeyang tertawa lagi. "Aku ingat kita masih dalam tahap comeback, tidak mungkin ku biarkan dia penuh luka lebam."

"Dara hanya tersesat." bilang Soonho beberapa saat kemudian dengan suara pelan. Taeyang kembali menatapnya.

"Hidupnya sangat kacau sejak keluarganya meninggal secara tragis, trauma berkepanjangan menimpanya dan entahlah, tapi masalah selalu datang padanya. Membuat dia tidak percaya diri untuk membuka dirinya pada orang lain."

"Ne, Dara membutuhkan orang yang bisa membawanya keluar dari jalanan yang tersesat itu." Taeyang sekilas melirik ke arah Jiyong. "Aku rasa Jiyongie sebenarnya bisa, tapi mungkin penolakan Dara padanya menyakitinya terlalu dalam."

"Kau mengenalnya lebih lama dari pada aku, apakah menurutmu dia akan menyerah begitu saja?"

Taeyang dengan cepat menggelengkan kepala. "Jika dia sudah kembali pada akal sehatnya, dia akan kembali mengejar Dara."

"Dan kapan akal sehatnya itu membali?"

Taeyang terkekeh. "Itu yang aku tidak tahu."


*
Sama seperti Jiyong, Dara menghabiskan malamnya dengan minuman di sekitarnya. Perempuan itu tidak mempedulikan penyakitnya sama sekali. Ia hanya ingin menenangkan diri dan menghilangkan rasa sakit yang sangat menghujam jantungnya.

Tapi berbeda dengan Jiyong yang di temani oleh manager dan sahabatnya, Dara hanya sendiri. Tidak ada siapapun yang menemani, tidak ada siapapun yang menjaga.

Dara meletakkan botol sojunya di atas lantai, lalu menyenderkan tubuhnya di ranjang. Kepalanya ia tundukkan di kedua paha yang ia tekuk. Air matanya menetes tidak henti. Mulutnya selalu meracau apa saja yang ia rasakan.

Lovely AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang