Tiga bulan kemudian setelah kita berteman, aku dan Peter semakin dekat. Dia sering mengunjungiku setiap hari Sabtu pagi atau minggu untuk sekedar ingin tahu bagaimana kabarku atau hanya membawakan makanan untukku.
Kami juga sering menghabiskan waktu bersama untuk jalan-jalam di sekitar desa atau mengobrol hal-hal tidak penting di dekat rak-rak buku sampai membuat Rose kesal karena suara kami mengganggunya.
Seperti halnya pagi ini, aku sengaja menunggunya di depan perpustakaan pada suatu pagi yang cerah di musim semi. Dia berjanji padaku untuk berjalan-jalan di sekitar desa tempat tinggalnya dan menemaniku untuk pulang ke rumahku sebentar.
Dan saat aku melihatnya di belokkan jalan dekat perpustakaan, aku memekik pelan.
"Maaf, aku tadi harus membujuk ayahku agar mengijinkanku kesini." Ucapnya saat berada di hadapanku.
Aku tersenyum mengerti. "Sedang banyak pesanan ya?"
Dia mengerutkan dahinya. "Apa?"
"Ayahmu sedang banyak pesanan obat?"
"Oh ya, iya tentu saja." Ucapnya yang entah mengapa wajahnya memerah, tapi aku mengabaikannya.
"Kau sudah sarapan?"Aku menggeleng. "Belum makan apa-apa kecuali air putih."
Dia merogoh kantongnya, lalu mengulurkan bungkusan berwarna hitam kepadaku.
Aku mengernyit. "Ini apa?"
"Buka saja."
Aku membukannya, ternyata isinya beberapa buah sandwich kalkun dan dua plastik teh hangat.
"Wow... Sarapan!" Ujarku riang, lalu mengambil sebuah sandwich dan mengendusnya, bau harum yang menggoda selera menyeruak hidungku. Aku duduk di undakan depan pintu perpustakaan sambil mengunyah sandwich hangat itu."Mau?" Tawarku sambil mengacungkan bungkusan hitam itu.
Dia menggeleng.
Aku menatapnya sebal. "Ayolah, ambil satu dan makan bersamaku."
Dia menatapku ragu lalu mengambil sebuah sandwich dan duduk di sebelahku.
"Ini enak sekali." Ujarku mengambil sandwich kedua.
Dia hanya tersenyum.
"Dapat dari mana?"
"Menukar beberapa tanaman herbal ke toko roti."
Aku mengangguk-angguk, mulutku penuh sandwich yang hangat dan lezat.
"Aku dulu bekerja di toko roti.""Oh ya?"
"Ya, cuma jadi pelayan sih."
"Kenapa berhenti?"
"Di pecat." Jawabku sambil mengangkat bahuku. Dia menatapku heran, aku melanjutkan. "Gara-gara tak sengaja menjatuhkan kristal di rumah pelanggan kami."
"Oh."
"Iya." Aku mengambil plastik yang berisi teh, menyeruputnya. Air teh yang hangat mengalir begitu saja melewati tenggorokanku.
Aku bersendawa kecil lalu menatap Peter yang sedang menatapku.
"Hari ini jadi? "
Dia mengangguk.
"Baiklah tunggu sebentar, aku akan ganti baju dulu."
Aku melesat ke dalam, lalu segera mengganti bajuku cepat-cepat. Setelah menyisir rambutku dan menggelungnya, aku segera turun ke bawah menghampiri Peter.
Saat aku berdiri di hadapannya, Peter terperangah menatapku .
"Ada apa?"
Dia menggeleng, lalu tersenyum.
"Ayo kita pergi." Ucapnya sambil menggandeng lenganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel
Historical FictionKejadian itu berlangsung beberapa tahun yang lalu, ketika aku masih menjadi gadis yang baik, ketika aku mengalah pada semua orang, ketika aku menerima berbagai penghinaan atas apa yang terjadi padaku. Itu dulu. Sekarang aku adalah gadis brengsek yan...