Saat aku memasuki kediaman Bagman, rumah itu dalam keadaan sepi. Mungkin mereka semua sudah selesai makan malam, karena meja telah kosong dan tak kulihat satupun orang disana.
Aku berjalan ke arah tangga menuju kamar Alvis, keheningan yang ganjil di rumah ini membuatku bergidik ngeri. Saat tiba di pintu kamarnya, aku mengetuk pelan tapi tak ada sahutan apapun dari dalam dan saat aku memasukinya, kamar itu juga kosong tak ada tanda-tanda bahwa Alvis ada berada disitu.
Aku mengernyit, sebenarnya mereka semua ada dimana? Kenapa tak ada satupun orang di rumah ini, kecuali para pengawal yang ada di pintu gerbang ?
Aku berpikir sejenak, mungkin sebaiknya aku bertanya kepada mereka kemana orang-orang di rumah ini pergi.
Aku membalikkan badanku dan terkesiap pelan saat melihat Alvis sedang berdiri di depanku dengan tatapan menakutkan. Matanya memerah begitupula dengan wajahnya, dia lebih menakutkan dari biasanya dan kulihat giginya gemertak kesal saat menatapku.
"T-tuan..." panggilku gugup. "Saya baru saja ingin bertanya kepada para pengawal kemana kalian pergi karena tadi ku kira rumah ini kosong."
"Mom dan Dad sedang pergi berkunjung ke rumah Rose Phunigan sekarang." suaranya yang terdengar biasa membuatku bergidik karena, dia tetap menatapku dengan cara yang menakutkan.
"Oh.. K-kalau b-begitu Tuan, Saya akan berganti pakaian dan membuatkan Anda minuman." ujarku gugup, aku segera berjalan ke arah pintu dengan cepat namun suara Alvis yang dingin kembali terdengar, membuatku membeku di tempat.
"Berhenti di tempatmu sekarang juga!"
Aku sudah berhenti dan dia menghampiriku dengan langkah cepat, saat dia berada di depanku aku tak berani melihatnya.
"Menyenangkan sekali ya hari ini." ucapnya tajam. "Menghabiskan waktu di kedai minuman lalu jalan-jalan berdua mengitari desa. Wow, sungguh hari libur yang menakjubkan." suaranya terdengar kejam dan penuh sindiran membuatku gemetar ketakutan.
Lagipula, bagaimana dia bisa tahu?
"Bagaimana aku bisa tahu, Hahaaha kau pasti berpikir begitu kan? Bagaimana seorang Alvis Bagman bisa tahu." dia mengitariku, seperti halnya serigala yang sedang mengitari mangsanya. "Asal kau tahu saja gadis manis, aku tahu semuanya. ALVIS BAGMAN TAHU SEGALANYA!"
Aku benar-benar gemetar ketakutan sekarang, raungan Alvis membuat jantungku berdebar-debar tak karuan.
"KAU!" dia menunjukku "GADIS MURAHAN TIDAK TAHU DIRI! BERCIUMAN DI DEPAN BANYAK ORANG SEOLAH-OLAH KAU INI PELACUR MURAHAN!"
Aku tak bisa berkata apapun saat ini, seluruh tubuhku rasanya lemas seketika, terlebih saat Alvis menarik rambutku dan menyeretku ke depan cermin besar miliknya. Di cermin itu tampak seorang gadis ringkih yang sedang gemetar ketakutan.
"LIHAT SUNDAL! KAU BISA LIHAT? KAU INI BUDAK! BUDAKKU! SELURUH TUBUHMU ITU MILIKKU! DAN KAU MERELAKAN SESEORANG MENYENTUHNYA?
"APAKAH AKU PERNAH MENGAJARIMU UNTUK MENJADI SEORANG JALANG?" dia memperkuat tarikan rambutnya, membuatku menjerit tertahan.
"JAWAB AKU PELACUR! JAWAB AKU."
Aku terisak sekarang, rasanya harga diriku sudah hilang.
"T-tidak T-tuan, Anda tak pernah mengajarinya.""NAH, KALAU BEGITU KENAPA KAU MENCIUMNYA?"
"Saya tidak...."
"SEHARUSNYA KAU TAHU, AKU TIDAK MENYUKAINYA!"
Aku terisak pelan, apakah sekarang ada undang-undang baru yang tak memperbolehkan seorang budak berciuman dengan pria yang bukan Tuannya?
Dia membalikkan tubuhku untuk menghadapnya dan mendesah frustrasi "Kau adalah budak paling beruntung di rumah ini atau mungkin di dunia ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel
Historical FictionKejadian itu berlangsung beberapa tahun yang lalu, ketika aku masih menjadi gadis yang baik, ketika aku mengalah pada semua orang, ketika aku menerima berbagai penghinaan atas apa yang terjadi padaku. Itu dulu. Sekarang aku adalah gadis brengsek yan...