Hari berikutnya, aku terbangun ketika Alvis sedang memakan sarapannya sambil menatap keluar jendela kamar dengan pandangan kosong.
Aku menghampiri dan duduk disampingnya, dia menoleh sekilas tapi kembali menatap keluar tanpa mengatakan apapun. Aku mengangkat bahuku melihatnya acuh tak acuh.
"Aku telah memesankan sarapan untukmu di meja." ucapnya kemudian tanpa memandangku.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah meja kecil didekat pintu, disana terdapat sepiring sandwich yang sepertinya masih hangat dan juga susu. Kemudian aku berjalan ke arah meja itu dan mengambilnya, lalu memakannya dengan diam.
"Mandi dan istirahatlah setelah ini, nanti malam kita akan melanjutkan perjalanan." kata Alvis saat dia selesai dengan sarapannya.
"Bisakah kau mengantarku pulang?" tanyaku ingin tahu, tapi melihat ekspresi wajahnya yang berubah dingin aku menambahkan, "kau tak perlu mengantarkanku ke rumah Peter, hanya ke rumah kedua orang tuaku saja. Aku benar-benar ingin pulang sekarang!"
Alvis terdiam cukup lama. "Aku tak bisa membawamu pulang, ini tugasku Butler, Please jangan terlalu banyak menuntut."
Aku menatapnya tersinggung. "Ini hidupku, aku yang tau baik-buruknya semua ini. Kau tak perlu repot-repot ikut campur."
"Oh, jadi yang selama ini kulakukan untukmu tak berarti sama sekali, begitu? Kau seharusnya tahu bahwa aku yang telah menyelamatkanmu dan membawamu kesini, jadi ini juga urusanku."
"Baiklah kalau begitu, aku akan diam!" ucapku akhirnya.
"Memang seharusnya begitu." ucapnya sambil terkekeh pelan lalu berjalan ke arah sofa yang tadi malam menjadi tempat tidurnya dan merebahkan diri disana. Dia memejamkan matanya dan deru napasnya terdengar lembut di telingaku , saat tidur seperti sekarang Alvis terasa lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia terasa lebih hidup dan lebih hangat.
Terlalu memandanginya membuatku merasa menjadi orang aneh akhirnya mengalihkan pandanganku dan mencoba untuk tidur. Seharian itu aku manfaatkan waktu untuk tidur dan tidur, hanya bangun jika lapar atau ingin ke kamar mandi. Saat hari menjelang sore, kami membereskan perlengkapan perjalanan kami dengan diam.
Setelah berganti pakaian dan memesan makanan untuk makan malam, Alvis tiba-tiba berjalan cepat kearahku lalu menarikku ke dalam lemari pakaian yang lumayan luas. Aku memberontak dan mencoba berteriak sekeras mungkin karena pikiran negativ merayap di otakku, namun Alvis membekap mulutku rapat-rapat.
"Diam!" bisiknya dengan suara tertekan. "Diam sekarang dan dengarkan baik-baik, ada yang mencoba masuk ke kamar kita!"
Aku berhenti memberontak dan mempertajam pendengaranku, terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat. Jelas sekali bahwa suara itu bukan berasal dari satu orang saja melainkan banyak orang karena aku bisa mendengar deru napas mereka.
"Siapa mereka?" bisikku pada Alvis dengan suara tak jelas karena bekapan tanganya, jantungku berdebar tak keruan.
"Aku tidak tahu." kata Alvis yang juga berbisik kepadaku.
"Aku takut."
"Tenanglah, aku akan melindungimu."
Suara itu semakin mendekat dan tiba-tiba terdengar suara gedoran pintu dari luar.
"Keluar!!! Aku tahu kalian ada didalam."Aku semakin panik, aku mencengkeram tangan Alvis yang masih berada di mulutku dengan keras.
"Mereka tahu kita ada didalam." bisik Alvis.
"Keluar sekarang atau ku dobrak pintu ini!"
Aku gemetar ketakutan "Bagaimana ini Alvis?"
Alvis menggeleng. "Aku tidak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel
Fiksi SejarahKejadian itu berlangsung beberapa tahun yang lalu, ketika aku masih menjadi gadis yang baik, ketika aku mengalah pada semua orang, ketika aku menerima berbagai penghinaan atas apa yang terjadi padaku. Itu dulu. Sekarang aku adalah gadis brengsek yan...