Chapter 12

5.9K 485 21
                                    

Makan malam telah siap dihidangkan beberapa jam kemudian. Berpuluh-puluh makanan siap tersedia di meja makan berukuran besar yang berada di tengah-tengah ruangan semacam Aula di dalam rumah.

Aku membawa nampan-nampan besar berisi makanan enak ke atas meja yang sudah hampir terisi penuh dengan makanan yang menggiurkan, jenis makanan yang tak pernah bisa ku beli atau ku makan.

Kini semuanya sudah hampir selesai, aku telah mengisi bak dengan air sungai yang mereka gunakan untuk mandi. Setelah itu aku harus membantu mendekorasi ruangan dengan berbagai pernak-pernik yang menurutku sangat berlebihan.

Kata Shopie, persiapan ini dilakukan untuk menyambut datangnya Wali Kota beserta keluarganya, karena Mr Bagman menawarkan kepada mereka untuk membuat pabrik baru di tepi hutan dekat sungai.

Aku hanya mengangguk-angguk saat Sophie berkata seperti itu, sementara tiba-tiba pikiranku melayang pada hari dimana aku dan Peter beristirahat sejenak sebelum pulang ke rumahku.
Saat itu aku bersama dengannya menikmati jernihnya air sungai yang mengalir indah.

Rasanya Peter jauh sekali sekarang dan entah mengapa mengingat Peter dan segala hal yang pernah ku lalui dengannya membuat mataku perih, aku mengerjap lalu segera pergi untuk menyusun bahan makanan yang tersisa ke dalam gudang penyimpanan makanan.

Ruangan penyimpanan itu luas, hampir sama luasnya dengan dapur. Tapi ruangan itu penuh sesak dan pengap, karena di dalamnya terdapat berkarung-karung gandum atau bahan makanan lainnya yang aku yakini, bahan makanan ini tidak akan habis dimakan semua orang di desaku.

Pada pukul tujuh malam, semuanya benar-benar siap.Mr dan Mrs Bagman sudah duduk di salah satu kursi yang berada di depan meja makan, mereka memakai baju terbaik yang mereka punya. Sedangkan anaknya -kalau tidak salah namanya- Alvis berdiri di samping Mr Bagman sambil tersenyum angkuh kepada semua orang.

Aku menahan diri untuk tidak mendengus ketika Alvis secara tak sengaja memandang ke arahku sambil mengernyitkan dahinya. Kebetulan aku sedang berdiri di sudut ruangan bersama para budak lainnya. Kata Sophie, para budak diharuskan berdiri di dekat Tuannya karena kami disini akan melayani mereka kalau-kalau mereka butuh sesuatu.

Alvis masih menatapku dengan mata abu-abunya yang dipicingkan, sementara aku hanya menunduk, tak berani untuk membalas tatapannya karena sebagai budak, menatap mata majikan sama saja tidak sopan. Baru setelah Wali Kota dan keluarganya datang, aku bisa melihat lewat sudut mataku Alvis melepaskan pandangannya terhadapku , lalu dia dan keluarganya berdiri dan membungkuk sopan memberi salam ketika namanya dikenalkan oleh ayahnya.

"Ini Alvis, Tuan." suara Mr Bagman yang dibuat-buat membuatku muak setengah mati.

Si Wali Kota tersenyum melihat Alvis membungkuk sambil memberi salam. "Anak baik." ucapnya ramah, aku bisa mendengar dari suaranya bahwa dia tulus. "Anak kami juga seumuran denganmu, Nak. Namanya Thomas, sayangnya dia tidak mau ikut karena salah seorang temannya hilang. Dia sangat setia kawan, tentu saja." nada dalam suaranya terdengar bangga.

"Saya akan sangat senang jika bisa berkenalan dengan anak Anda, Sir."

Wali Kota tertawa.
"Nah, aku juga membawa anakku yang lain yang tak jauh berbeda dengan kakaknya. Perkenalkan ini Charlotte, anakku."

Seorang gadis kecil yang ku perkirakan umurnya tak jauh berbeda dengan Alan maju, lalu membungkuk sambil mengucapkan salam kepada mereka semua dengan canggung. Wajahnya yang cantik berubah merah padam, dia menunduk malu.

"Dia sangat pemalu, tapi dia pandai menari dan menyanyi. Suaranya indah sekali." ujar Wali Kota membuat wajah gadis itu semakin memerah.

Keluarga Bagman balas membungkuk.
"Senang berkenalan denganmu, Charlotte." ucap Alvis, suara lembutnya di buat-buat.

CruelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang