Dimana aku?
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kalimat itu terngiang-ngiang jelas di kepalaku saat ini, manakala aku terbangun di tempat yang begitu terasa asing bagiku dan gaunku bukan lagi gaun panjang berimpel banyak melainkan gaun pendek selutut memperlihatkan kakiku yang penuh bekas luka pecutan.
Aku hanya mampu mengingat kejadian sebelum aku disini, saat mulutku dibekap dan terdengar kata-kata penyesalan yang terucap dari bibir pelayan itu. Selanjutnya aku tak lagi mengingatnya.
Aku melihat sekelilingku, berharap mengingat sesuatu tentang tempat ini yang hasilnya tentu saja nihil. Tempat ini pengap dan berpenerangan remang-remang, ditambah dengan terciumnya bau tuak dan suara bising di luar yang membuatku ingin segera melarikan diri dari sini.
Aku turun dan berjalan ke satu-satunya jendela kecil yang penuh dengan debu di sebelah lemari berwarna hitam yang sudah tua, lalu mengelap kaca di jendela itu dengan telapak tanganku dan mengintip keluar.
Ternyata tempat ini bar, bar yang luas sekali dan penuh dengan banyak orang. Orang-orang itu tertawa dengan keras, bermain kartu, meminum bir dari botolnya langsung dan bahkan banyak yang melakukan hal-hal yang seharusnya tak mereka lakukan di tempat umum. Hatiku mencelos, bagaimana aku bisa disini? Siapa orang yang tega membawaku ke tempat ini?
Aku menoleh ke arah meja di depan sebelah kiri pintu kamar ini dan mendapati tiga orang paling mencolok diantara orang-orang lainnya, mereka duduk berdampingan. Salah satu dari tiga orang itu adalah wanita yang sangat gemuk dengan rambut tertata rapih dan menggunakan gaun berwarna merah muda cerah yang membuatnya tampak lebih jelek, disampingnya duduk seorang pria muda berwajah pucat yang ternyata adalah Alvis, lalu orang satu orang lainnya adalah Catherine, ibu tiri Peter.
Tapi, kenapa mereka ada disini?
Apa mereka yang sebenarnya menculikku dan membawaku ke tempat ini?
Tapi, bukankah ibu tiri Peter sedang sakit? Kenapa dia ada disini?
Aku berjalan mengendap-endap ke arah pintu kamar dan mendengarkan ucapan mereka lewat celah pintu yang kebetulan terbuka sedikit. Aku memutuskan untuk menguping agar tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa dia baik-baik saja?" suara Alvis Bagman terdengar datar di telingaku.
"Sepertinya dia belum sadar sekarang." ujar wanita gemuk itu.
"Apa yang sebenarnya kalian rencanakan?" tanya Alvis tampak was-was.
Catherine menatapnya sekilas, "Mudah sebenarnya, aku hanya ingin kau membawanya pergi."
"Kenapa? Bukankah anakmu menyukainya? ku dengar seharusnya mereka bertunangan malam ini."
Catherine mengangkat kedua bahunya. "Thomas memang menyukainya, tapi tidak denganku. Aku ingin melenyapkannya secepat mungkin, tapi sayangnya hatiku terlalu baik jadi aku menyuruhmu untuk melakukannya untukku."
Alvis menatapnya tanpa ekspresi, "Bagaimana kalau aku tak mau melakukannya? Aku tak mau membunuhnya."
"Aku tahu kau menyukainya Bagman." ucap Catherine yang membuat Alvis tampak menegang, "aku tak menyuruhmu untuk membunuhnya, tapi kau bisa membawanya pergi dari negeri ini."
Alvis tersenyum sinis, "Aku tak menyukainya dan aku tak mau melakukannya."
"Bohong!!! jangan percaya padanya Cathy," teriak wanita gemuk itu sambil menunjuk Alvis dengan jari-jari tangannya yang buntek, "dia membatalkan acara makan malam dengan tunangannya hanya untuk melihat keadaan gadis itu!"
Catherine tersenyum kecil, "Aku tahu Hipsy, dia memang menyukainya. Tapi tidak masalah kalau dia tak mau membawanya, kita bisa menyuruh pesuruhmu untuk membunuh gadis itu bersama keluarganya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel
Historical FictionKejadian itu berlangsung beberapa tahun yang lalu, ketika aku masih menjadi gadis yang baik, ketika aku mengalah pada semua orang, ketika aku menerima berbagai penghinaan atas apa yang terjadi padaku. Itu dulu. Sekarang aku adalah gadis brengsek yan...