Chapter 22

5.9K 555 45
                                    

Pagi hari setelah kejadian, Rose Phunigan datang tergopoh-gopoh menghampiriku sambil membawa ember di tangannya.

Aku mengernyit dan hampir mengeluarkan suara untuk bertanya ketika dia mengulurkan embernya di atasku kepalaku dan mengguyurku dengar air sedingin es.

Aku mengerjap dan menggigil karena kedinginan, luka bekas lecutan di punggungku terasa nyeri sekali terkena dinginnya air itu. Sedangkan, Rose berkacak pinggang dan menatapku dengan sangar. "Gadis kurang ajar!" teriaknya padaku.

Aku menatapnya datar. "Apa maumu?"

"Berani-beraninya kau menggoda tunanganku! Jadi ini yang kau lakukan setelah tak berhasil menggoda Peter? Kau menggoda tunangan orang lain dan berharap dia menikahimu, dasar jalang!"

Aku memejamkan mataku. "Aku tak pernah melakukannya!"

"Tak pernah melakukannya? Huh, memangnya kau pikir aku percaya padamu!"

"Kalau kau tak percaya padaku, berarti itu masalahmu." ucapku sebal.

Dia menatapku tajam, wajahnya cantiknya memerah dan matanya berkilat-kilat tidak senang. "Kau gadis hina yang menjual tubuhmu kepada semua orang, pantas saja mereka lebih tertarik padamu dibandingkan diriku!"

Darahku mendidih ketika dia mengatakannya, wajahku terasa panas ketika emosiku memuncak.
"Aku tidak tahu seorang gadis bangsawan sepertimu mampu berkata seperti itu. Apakah selama ini hanya kata-kata itu yang kau pelajari dari sekolahmu? Ku kira setiap bangsawan sepertimu mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari gadis sepertiku.Nyatanya kau lebih rendah dari kami! Kau bahkan tak tahu caranya menghormati orang lain."

Wajah Rose memucat, dia menatapku nanar. Sesaat dia seperti kehilangan kata-katanya dan hanya menunggu kata-kataku selanjutnya.

Melihatnya seperti itu membuatku tersenyum sinis. "Kau tak pantas sedikitpun menjadi seorang bangsawan Rose Phunigan, kau tak punya etika sama sekali. Kalau kau punya etika, kau tak mungkin merendahkanku seperti itu. Seharusnya kau berkaca pada dirimu sendiri. Bukankah kau yang menggoda Peter dan menciumnya? Dan soal Alvis, kau belum menikahinya tapi kau mau tidur dengannya. Jadi, siapa yang sebenarnya jalang disini, kau.... atau aku?" ucapku pedas.

Rose mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tangannya terkepal kuat dan bahunya gemetar menahan tangis.

Aku manatapnya tak berkedip, seumur hidup aku tak pernah mengatakan hal sepedas itu pada orang lain, tapi Rose memang keterlaluan dan aku sama sekali tak menyesal ketika mengatakannya.

Tak ada yang bicara setelah itu karena kami hanya saling tatap dengan kebencian yang sama. Kemudian setelah Rose bisa mengendalikan dirinya dia berkata sombong. "Kau tak boleh mengatakan hal seperti itu kepadaku! Kau hanya budak."

Aku menyeringai padanya. "Ya, aku memang budak!"

"Jadi kau berani melawanku, huh?" katanya dengan gemetar.

"Ya, aku berani." ujarku menantangnya.

Rose menatapku berapi-api lalu membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkanku ke dalam rumah kediaman Bagman, aku menatapnya sampai punggungnya hilang di balik pintu.

Beberapa saat kemudian, Rose membawa Mr Bagman dan Alvis ke hadapanku. Dia menangis tersedu-sedu di balik bahu Alvis sambil menunjukku.

"Dia yang mengataiku jalang dan berkata bahwa aku menjual tubuhku padamu!" ucap Rose.

Mr Bagman dan Alvis langsung mematapku tajam.

"Kau yang mengataiku seperti itu, bukan aku!" sangkalku

Rose tambah tersedu-sedu. "Kau bisa lihat Alvis, dia menyangkal dan mencoba menfitnahku!"

"Aku tak menfit...."

CruelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang