2. Computer Room

3.8K 185 11
                                    

2. Computer Room.

"Hola!"

Lala memasuki kelas dengan teriakan hebohnya yang mampu membuat seisi kelas menjerit tertahan karena sedang fokus mengerjakan tugas.

"Tumben kagak telat!"

"Nggak usah teriak-teriakan lo! Sini cepet ngerjain PR! Pelajaran pertama nih. Tikom!" beritahu teman duduk atau bisa dibilang sahabatnya. Wajah perempuan tadi sudah berkeringat entah kenapa. Yang pasti, saat dia mengerjakan PR dadakan, tubuhnya memproduksi keringat lebih banyak.

"Kok lo tau gue belom ngerjain PR?" Lala menggeret bangkunya kebelakang sedikit agar ada ruang untuknya masuk. Sahabatnya yang bernama Lintang Shamira berdecak keras.

"Sejak kapan sih lo pernah ngerjain PR, La?" tanya Lintang sarkastik.

"Yaudah mana? Bagi-bagi kek kalo nyontek." Lala menarik kasar buku yang sedang diconteki Lintang membuat perempuan berkulit sawo matang itu melempar pulpen yang sedang ia pakai asal.

"Buku PR Tikom gue ada di belakang. Itu gue lagi ngerjain PR SBK, Anjing. Ganggu idup gue ae lo dah!" Lintang mengambil kembali buku milik Rania—salah satu sahabat mereka juga.

Lala menoleh ke tempat duduk belakang yang sudah diisi oleh Anjaly Stefhanie serta Rania Adriani selaku sahabatnya sedang menyalin jawaban Lintang dengan cepat.

"Geser ah. Gece, 10 menit lagi nih." Lala memindah-mindahkan buku paket Steffi dan Rania yang tercecer di meja belakang ke meja dirinya. Lalu bukunya menempati bekas buku paket tadi.

Baru saja Lala mau menyilang jawaban, tapi teriakan Adeo sang ketua kelas yang nyaring di ambang pintu membuat dia memberhentikan kerjaannya.

"KE RUANG KOMPUTER SEKARANG WOY!!" mungkin kira-kira begitu teriakan Adeo. Inti dari informasi itu adalah mereka yang disuruh ke ruang komputer karena Pak Acep—guru pelajaran Tikom—menunggu di Ruang Komputer sekolah.

Steffi dan Rania berdecak kesal. Keduanya sama-sama menghela nafas panjang. Mungkin bedanya, Steffi lebih keras dari Rania.

"Lah anjing emang ya. Kalo gitu gue ngapain ngerjain ni PR. Kan udah pasti nggak dinilai," gerutu Steffi yang sepertinya sudah mengerjakan lebih dari 15 soal pilihan ganda dan juga esai yang jawabannya panjang-panjang.

"Gak tau kenapa, buat kali ini gue bersyukur nggak ngerjain PR," ucap Lala. Dia menunjukan cengiran khasnya yang membuat matanya menyipit. Tidak sampai kecil, namun menambahkan kesan lucu dan imut pada dirinya.

"Heh! Bukannya pada ke Ruang Komputer lo pada!" Adeo berkacak pinggang di depan mereka berempat. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya pusing melihat tingkah anak sekelas, terlebih empat perempuan di hadapannya yang menjabat sebagai sahabat didalam hidup Adeo.

"Elo juga belum ke Ruang Komputer!" Lintang ikut berkacak pinggang. Wajahnya ia naikan lima sentimeter supaya terlihat angkuh.

"Gue kan mau ngunci pintunya dulu. Ntar kalo kagak, tuh sapu pada ilang-ilangan dicolong anak kelas lain. Ya Allah, Adeo nggak mau lagi deh jadi ketua kelas kalau anak buahnya kayak begini." Adeo mengacak-acak rambut potongan spike-nya frustasi.

"OH!"

Sentak empat perempuan itu berbarengan.

"Yaudah sonoh cepet keluar. Capek banget gua, ah."

"YA BODO!"

Ucap mereka kembali. Kali ini dengan satu kali hentakan kaki dan mereka pergi meninggalkan Adeo yang masih melongo.

Capek banget emang punya sahabat cewek sok cantik, centil, galak lagi.

***

Ruang Komputer jauh dari kata tenang, aman dan nyaman. Semuanya ribut dengan hal-hal yang mereka kerjakan sendiri-sendiri. Terlebih yang tidak mendapatkan komputer. Mereka melakukan kegiatan mereka sendiri di lantai yang dingin.

"Bangsat, anjing!" maki Ozan. Ia dengan malas mengeluarkan satu lembar uang lima ribu rupiah dari saku seragamnya dan menyerahkan uang itu pada Hafidz yang cekikikan girang.

"Cacad nih emang ish!" dilain sisi, Nanira yang sedang membuka akun jejaring sosialnya menggeram sebal. Tangan kanannya membanting-banting mouse karena tidak menjalankan perintah dengan benar. Hal itu membuat ruangan semakin gaduh.

Akhirnya Nanira memutuskan untuk bergabung dengan teman-temannya yang sedang melakukan wefie dan meninggalkan komputernya yang masih menyala.

"Anjing! Kepala gua!" pekik Axel yang kepalanya tidak sengaja diinjak oleh Nanira yang ingin menuju teman-temannya yang belakang.

"Sorry, sorry, Xel. Gue mana tau kepala lo ngegeletak disitu." Nanira buru-buru kabur sebelum Axel bangkit dari tidurnya.

Dan ada banyak juga laki-laki yang mengumpat karena komputernya dimatikan oleh Pak Acep yang baru datang habis dari toilet sebab ketahuan menonton video itu.

Lala tertawa saat menyadari kaus kaki putih yang dipakai Deta ujungnya dilipat agar kaus kaki itu hanya mencapai sebatas mata kaki. Deta yang sepertinya sadar, menoleh sekilas. "Berisik lo, La. Ini namanya tren. Nggak usah kampung gitu, deh."

Seragamnya ditarik saat ia ingin membalas perkataan Deta. Mau tidak mau dia harus melihat orang yang menarik seragam putihnya itu, walaupun dia sudah tau orang itu adalah Lintang, kerena memang sedaritadi di samping kanannya adalah Lintang, sementara samping kirinya tembok.

"Gimana perkembangan sama cowok tetangga?" mulai Rania mengemut permen yang dibawa Lala dari rumah. Cowok tetangga yang dimaksud di sini adalah Erfan Haikal.

"Berkembang pesat lah. Orang kemarin aja sampe berdua-duaan di dalem rumah," ucap Adeo menjelaskan kejadian kemarin sore. Dia mengedipkan sebelah matanya genit ke arah Lala.

"Anjir demi apa? Eh ngapain lo di dalem rumah gitu? Steven udah pulang belum tuh?" pertanyaan bertubi-tubi itu meluncur dari bibir Lintang yang dilapisi lipgloss berwarna merah muda. Air wajahnya menyeringai jahil.

"Wah, bolot nih orang. Dibilang berduaan yang kagak ada Steven lah pasti." Adeo menoyor kepala Lintang menggunakan tangan kanan. Sementara tangan kirinya memegang handphone, matanya juga fokus pada benda pipih itu. Tapi toyorannya pas, di dahi perempuan yang memiliki banyak jerawat pubertas.

"Ish, tangan lo pasti kotor kan? Nyebelin banget. Ntar kalo jerawat gue jadi nambah seribu gimana?" Lintang mengusap-usap pelan bagian wajah yang tadi dipegang Adeo menggunakan tissue.

Kedua tangan Steffi mengadah keatas. "Serentak bilang 'aamiin'," ujar perempuan itu.

"AAMIIN..." sahut semuanya kecuali Lintang yang kelabakan.

"Eh amit-amit. Nauzubillah himindzalik."

**

12 IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang