24. Bracelet.
Lintang Shamira: kita gak ngumpul nih?
Anjaly Stefhanie: iya bener gue bosen banget di rumah
Sheila Navaro: lo semua telat
Rania Adriani: kenapa emangnya?
Sheila Navaro: mau malem mingguan lah segala nanya lagi
Sadeo Kenzo: kemana?
Anjaly Stefhanie: sama siapa?
Lintang Shamira: semalam berbuat apa?
Rania Adriani: yolandaa
Sadeo Kenzo: garing kayak keripik
Sheila Navaro: gak tau kemana
Sheila Navaro: stevan
Sheila Navaro: perlu gue jelasin semalem gue ngapain?
Lintang Shamira: nggak, gue udah tau semalem lo berdua sama om2 kan? mana teriak2 oh yes oh no oh yes om
Sheila Navaro: ye itukan lo
Sheila Navaro: stevan udah nyamper gue
Sheila Navaro: selamat berjombloria
Lintang Shamira: semoga jadian la
Anjaly Stefhanie: jangan kabur2 ke warnet lagi
Rania Adriani: good luck
Sadeo Kenzo: ngadu ke gue kalo dia rem mendadak
Lala kembali tersenyum ketika membaca ulang pesan-pesan yang di kirimkan keempat temannya di grup chat. Di waktu yang bersamaan, bayangan Steven terlintas. Kedua sudut bibir anak perempuan berseragam putih abu-abu itu semakin terangkat.
Terimakasih kepada Stevan yang sangat nekat mengajak Lala jalan kemarin malam.
Terimakasih kepada Stevan yang bodohnya menyatakan cinta pada Lala kemarin malam.
Dan terimakasih kepada Stevan yang membuat Lala tidak bisa menahan cengiran barang sedetikpun.
Anak laki-laki berumur enam belas itu mengatakan bahwa ia ingin Lala menjadi pacarnya kemarin malam saat mereka berdua sedang memakan tahu bulat di pinggir jalan. Sontak Lala langsung tergelak mendengarnya.
Jika kalian pikir mereka berdua pacaran, itu salah. Masih ingat perkataan Lala yang tidak mau berpacaran dengan laki-laki yang mempunyai umur di bawahnya? Itu menjadi salah satu alasan kenapa Lala menolak Stevan.
Tapi, apa kalian masih ingat? Stevan juga pernah bilang kalau Lala itu perempuan menantang dan akan mendapatkan Lala dalam waktu beberapa hari. Maka dari itu, ketika Lala menolak Stevan, laki-laki itu berkata; mungkin lo bisa jadi pacar gue lain kali. Gue nggak akan mundur, La. Tapi gue mohon, jangan tolak gue buat yang kedua kalinya nanti.
Lintang datang membawa pop ice rasa yogurt dengan campuran oreo yang membuat minuman itu tampak berwarna pink keruh. "Gila apa kali, ya? Demi apapun lo jahat banget nolak anak orang."
"Lah orang gue nggak suka mau gimana?"
"Tapi gak harus langsung to the point bilang gue gak mau jadi pacar lo ah. Abisnya lo kecil sih." Lintang menyedot pop ice-nya dulu sebelum kemudian berbicara lagi. "Coba bayangin kalau dia salah persepsi tentang kecil?"
"Nggak usah macem-macem, Lin. Gue ngerti kok otak lo jalannya kemana." Sahut Rania yang baru saja selesai membeli siomay di bungkus plastik.
Lintang menggebrak meja keras. Jari telunjuknya mengarah ke Lala sewot. "Dia ratunya begituan, Bung!"
"Gue sekarang udah memilih jalan yang be--"
Belum sempat Lala menyelesaikan kalimatnya, punggung perempuan itu ditepuk oleh adik kelas -yang diperkirakan baru anak kelas sepuluh. Di tangan adik kelas itu terdapat kotak kecil yang dibungkus kertas kado.
"Untuk kakak kelas manis tanpa pensil alis, dapet salam manis dari cowok manis berkumis tipis." Rentetan kata itu sepertinya di hafal luar kepala. Dari setiap kata yang keluar, terasa sangat jelas bahwa memang sudah direncanakan.
"Dari siapa?" Tanya Lala.
"Arah jam tiga, Kak." Setelah mengatakan hal itu, dia langsung lari. Tidak ingin memberi informasi apapun lagi.
Lala memutar kepalanya -bukan hanya dia, Lintang dan Rania juga ikut menuruti kata perempuan tadi. Dan tak ayal, bola mata Lala berputar refleks. Stevan berdiri di depan stand bakso, menatap lurus ke arah Lala sambil tersenyum.
Oh ayolah, hadiah ini dari adik kelas macam Steven, lagi? Apa Steven tidak bosan mengirim banyak hadiah, dia juga tau kan kalau hadiah-hadiahnya selama selalu diambil oleh Lintang, Steffi ataupun Rania?
Kalau kalian bertanya apa Steven banyak mengirim hadiah? Jawabannya; iya, Steven memang sudah banyak memberi hadiah sejak yang pertama kalinya adalah coklat pahit. Tapi setelah itu, Stevan tidak lagi memberi makanan, melainkan benda. Dan Lala akui, barang-barang yang dia beri lumayan juga.
Contohnya case, jam tangan, kaus, pulpen, lampu tidur, parfum, kotak musik, dll. Menyebalkannya, disetiap sudut benda-benda tersebut, pasti saja ada ukiran nama Sheila. Oleh sebab itu, mereka juga kadang malas memakainya. Hanya saja, sayang kalau nanti dibuang Lala.
Tangan Lala bergerak merobek kertas yang membalut kotak berukuran kecil dan membuka kotaknya. Ternyata isi kotak itu hanya gelang karet berwarna hitam dan di setiap jengkalnya bertuliskan nama Lala dengan tinta putih.
Sudah dibilang kan, barang-barang dari Steven memang tidak buruk-buruk amat.
Adeo yang baru selesai membeli permen di koperasi mengambil gelang yang masih Lala genggam. Laki-laki itu memang suka mengoleksi gelang-gelang, tapi yang masih berbau lelaki, bukan gelang warna-warni. "Steven lagi? Dia gak malu udah lo tolak?"
"Sok ganteng, najis." Ucap Lintang sinis. Mungkin dia merasa tidak ada salahnya apabila ditolak. Itu memang sudah nasib para laki-laki kalau misalkan perempuannya tidak suka, bukan?
Adeo terkekeh kecil sambil menoyor kening Lintang. "Emang gitu kenyataannya."
"Lo kasian gak sih ngeliat Stevan?" Tanya Rania cenderung layaknya orang bingung. "Dia ngasih banyak barang, tapi lo malah nolak dia, mana begitu banget nolaknya."
"Siapa suruh nembak Lala. Iya gak, La?" Adeo sambil membuka bungkus permen gagang yang tadi dia beli. "BTW, gelangnya buat gue, ya."
Lala memasukan potongan-potongan kertas kado yang berserakan tadi ke dalam kotak. "Lagian gue nggak minta semuanya. Dikira gue matrealistis, yang dikasih ini-itu trus langsung mau jadi cewek dia."
Lintang dan Adeo bertepuk tangan sebanyak dua kali sebelum mereka menyodorkan tangan kanannya, memberi kode untuk ber-tos, dan Lala menyambut dengan baik.
"Itu baru temen kita."
Rania mendengus. "Terserah lo pada!"
Lala menyedot minumannya lagi, sampai akhirnya dia mengingat sesuatu. "Oiya, hari ini jadi kan jenguk Steffi?"
**
Lelah dd...
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Novela Juvenil"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."