29. Cerpen

1.2K 100 5
                                    

29. Cerpen.

"Cukup jarak tulisan buat cerpen aja yang renggang. Kamu jangan."

Sekelas langsung melirik Lala yang menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di atas meja. Hal yang paling menyebalkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia memang ketika disuruh membuat cerita pendek mengenai pengalaman yang pernah dirasakan. Entah itu menyenangkan atau menyedihkan.

Terlebih jika panjang dan pendeknya cerpen telah ditentukan, yaitu satu lembar kertas folio ditambah harus menulis unsur-unsurnya yang terdapat dalam cerpen itu juga. Dan biasanya, mereka akan membuat tulisan besar-besar dengan jarak dua sampai tiga sentimeter perkata.

"Nyiksa banget ini, sih, namanya." Adeo yang sama bodohnya jika masalah membuat cerita, ikut menidurkan kepalanya di atas meja. Bedanya, dia menghadap Lala yang berada di sebelah kanannya sedangkan Lala masih menunduk.

Satu menit kemudian, Lala memutar sedikit kepalanya ke arah kiri.

"Hai." Sapa Adeo yang masih bertahan dalam posisinya.

Lala sedikit terkejut mendapati wajah Adeo sangat dekat dengan wajahnya, tangannya langsung tergerak mendorong kening Adeo. "Nggak usah deket-deket. Gue udah ada yang punya."

"Oh... lo gitu sekarang sama gue? Oke. Tapi nanti kalau putus, jangan nyari gue. Soalnya gue gak kenal sama lo lagi." Ucap Adeo. Namun laki-laki yang memakai jam tangan biru bergambar Doraemon hasil meminjam itu kembali pada posisi tadi.

"Kapan gue putus sama cowok abis itu nyariin lo?" Tanya Lala tidak terima. Dia menyelipkan tangannya ke kepala dan membawa sebagian rambut yang menghalangi dia untuk melihat Adeo ke belakang.

Adeo cengenges geli. "Gimana lo mau nyariin gue. Stevan aja pacar pertama lo kan?"

"Sialan! Nggak usah ngomongin itu."

Mereka diam beberapa saat. Saling bertatapan tanpa ingin mengatakan sesuatu. Ketika Lala membuka mulutnya, Adeo terlebih dahulu menyela.

"Tapi ini gue serius. Lo sebenernya cantik, kok."

Lala tertawa terbahak-bahak. Tubuhnya juga sudah duduk biasa, tidak bertumpu dengan meja lagi. "Anjeer.. lo beneran suka sama gue, ya?"

"Ye si Anjing. Lo itu nggak bisa dipuji dikit apa?" Adeo menegakan punggungnya. "Susah, sih, emang ngomong sama orang HBL."
(Baca: HBL: Haus Belaian Lelaki.)

Baru Lala ingin membalas perkataan Adeo, namun teriakan Lintang yang menyita banyak perhatian lebih dulu terdengar. "PR MATEMATIKA GUE SELESAI! EH, LA. PR BAHASA SUNDA LIAT DONG."

"Haduu... jaman nyontek?"

Lintang memutar bola matanya. "Bacot. Lagian ini PR atau kasih Ibu? Kok tak terhingga sepanjang masa?"

"Ngomongin Ibu, gue jadi keingetan pas ikut kondangan sama emak gue kemaren dah." Kata Rania dari belakang sana. Dia meletakan pulpennya begitu Lintang bertanya 'Kenapa?'.

"Masa iya gue ditanya sama Ibu-ibu. Katanya, 'sudah berkeluarga?'. Lah? Dikira gue MBI SMA udah punya anak." Lanjutnya sewot setengah mati.
(Baca: MBI (Em Bi Ay): Mother Because Incident.)

"Muke lu tua banget kali, Ran." Sahut Steffi yang tertawa paling kencang diantara yang lain.

"Temen bangsat gitu, tuh."

Lala tergelak mendengar penuturan Rania tadi. "Harusnya lo jawab gini, 'saya lahir udah punya keluarga. Emang situ, netes dari Kinderjoy'."

Tak berhenti disitu, Lintang ikut menimpali. "Yaelah, Kinderjoy. Nggak sekalian gelembung Sprite yang nyatanya beneran nyegerin?"

Adeo memiringkan tubuhnya ke kanan untuk dapat melihat anak sekelas yang sedang tertawa sambil masih menuliskan kata-perkata dikertas. "Anjuu, gue bener-bener merhatiin tuh iklan selama lebih dari duapuluh detik, Kampret!"

**

Thanks buat Lag_ue yang udah kasih ide tentang cerpen. Kebetulan sekarang pelajaran indo gue juga lagi belajar cerpen:v

12 IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang