20. Chocolate

1.3K 92 2
                                    

20. Chocolate.

"Rambut lagi bagus nih." Ucap Lala tatkala tidak sengaja melihat pantulan wajahnya di cermin saat hendak membuang sampah. Dia membenarkan sedikit poninya ke arah kanan. "Imut juga gue."

"Selfie ah." Tangannya bergerak mengambil ponsel di atas nakas. Tak butuh lama untuk mengumpulkan puluhan foto yang akan memenuhi galerinya. Perempuan berambut coklat tua itu kemudian melihat hasilnya. "Njirr kayak bopung."

Lala menghapus semuanya sampai tidak bersisa satupun. Seingat gadis itu, tadi wajahnya di cermin masih cantik. Tapi kenapa berubah pada saat sudah berhadapan dengan kamera? Sepertinya Lala harus mencoba aplikasi B612 yang pernah disarankan Lintang.

"Lo belum mandi?"

Lala menolehkan kepalanya ke ambang pintu berwarna putih dengan tulisan berbahasa Inggris yang artinya ketok pintu dulu bego! itu secepat kilat. Di sana sudah berdiri Steven menggunakan celana jeans hitam selutut serta kaus oblong berwarna biru.

"Belum." Jawab Lala cuek. Dia tidak memperdulikan Steven yang jelas-jelas kesal setengah mati. Lagian, perduli amat sama Steven, seperti dia sudah mandi saja. Tapi kalau diteliti lebih jauh, sih, rambut laki-laki berkulit putih itu basah, jadi kemungkinan besarnya Steven sudah mandi.

"MAMA! LALA UDAH MALEM TAPI BELUM MANDI JUGA NIH, MA!" Teriak Steven sambil berjalan menuruni tangga. Adik perempuannya itu sontak melempar handphone-nya ke kasur dan mulai mengejar Steven.

"Eh, apaan si! Berisik!"

"Bodo."

"Ye... Si Bego. Ngeselin lo, sumpah!"

"Sok pinter lo, Anjing."

"Emang gue pinter, ya.... Emangnya elo, kuliah aja kagak lulus-lulus."

"Bacot, Monyet."

"Bahasa lo gak ada yang bagusan dikit apa?"

"Halah, Babi."

"EPEN BAHASANYA KEBON BINATANG SEMUA TU, MA, LIATIN!"

"Sok suci. Najis." Steven mencebikan bibirnya.

"Mana ngomong lagi? Yang gak suci itu gimana, coba?" Tantang Lala menyesatkan.

Steven spontan merasa tertantang dan menyebutkan segala bahasa kasar di fikirannya. "Tai, anjing, babi, monyet, dugong."

"Bagus, ya, Epen omongannya." Zania tiba-tiba muncul bersama jus jambu, beberapa makanan ringan dan semangka yang sudah di potong-potong segitiga di atas nampan langsung menjewer kuping Steven.

Lala tertawa kencang. "Mampus lo!"

Zania juga langsung menyentil bibir anak bungsunya. Kali ini beri kesempatan untuk Steven tertawa karena selanjutnya Zania berkata, "Lala bahasanya juga kasar banget. Ini pasti ajaran Epen kan?"

"Astagfirullah, Ma. Salah aku, salah aku. Salah Lala juga masa jadi salah aku?" Protes Steven. Tangannya terulur, ingin mengambil satu potong buah semangka yang langsung di tepis oleh Zania. "Apa lagi, Ma?" Tanyanya dengan sarat keputus asaan.

Zania menggeleng dua kali. "Ini buat tamu." Jawabnya lalu melenggang pergi menuju ruang tamu di ikuti Lala dan Steven.

"Masa di sekolah gue, ada yang namanya hampir sama kayak lo, Pen." Lala meloncat naik ke atas punggung Steven. Laki-laki itu yang tau kebiasaan Lala dengan sigap menangkap kedua belah kaki adiknya. "Mana nyebelin banget, ya ampun."

"Toket lo jangan mepet-mepet sama punggung gue, Anjing." Steven menggidikan sebelah pundaknya. Memaksa agar Lala menjauh sedikit.

"Anjing! Anjing! Anjing!" Lala memukul-mukul keras punggung Steven.

"La, ini temen kamu."

***

A whole new world
A whole new world
That's where we'll be
That's where we'll be
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me

Lala, Adeo dan Lana memberhentikan permainan gitarnya, begitu juga Aril yang memegang ukulele. Deta sudah tidak memainkan tam-tamnya sejak masuk ke dalam bait terakhir lagu. Sementara Lintang, Steffi, Rania, Hana, Seli dan Salma yang memiliki tugas bernyanyi menyelesaikannya dengan baik.

"Thank you for your attention. Wassalamualaikum warohmahtullahi wabarakatu."

Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing setelah menebar dadah-dadah juga tak lupa kiss bye layaknya artis sehabis konser. Mrs Lisa pun sepertinya tidak mempermasalahkan hal itu karena memang penampilan mereka bersebelas sungguh memukau.

"Oke. Berarti kita sudah selesai membahas bab tiga dan artinya, ulangan tengah semester minggu depan akan membahas tiga bab sekaligus." Rentetan kata itu yang keluar dari bibi Mrs Lisa bagai bom besar yang langsung di hadiahi decakan-decakan sebal. "Kertas ulangan itu juga jangan lupa dibagikan, ya."

"See you next week, guys." Lalu ketukan high heels guru itu terdengar dan lama-kelamaan menghilang.

Adinda yang letak tempat duduknya sangat strategis dengan meja guru menyabet tiga puluh dua lembar kertas ulangan cepat sebelum di ambil oleh orang lain. Itu adalah partisipasi, siapa tau nilai dia jelek, jadikan orang tidak ada yang tau.

Lala melirik ulangan Adeo ketika kertas mereka berdua dibagikan secara bersamaan. Dan ternyata, nilai laki-laki yang kemarin menyalin semua jawaban Lala mendapat nilai lebih tinggi. "LAH? APAAN NIH? MASA NILAI LO LEBIH GEDE DARI GUE SIH? KAN KEMAREN LO NYONTEK KE GUE!"

Adeo cengengesan melihatnya. Tidak ingin berkomentar atau menampik fakta itu, karena memang benar adanya.

Lala berlari menuju meja Lintang, membawa dua kertas ulangan miliknya dan Adeo sambil berteriak-teriak tidak terima. "Gue di eksploitasi, Lin! DI EKSPLOITASI!" Pekiknya.

Lintang nyengir sekaligus meringis di saat yang bersamaan. "Nilai lo masih bagus sembilan. Liat punya gue! Tujuh lima, lo tau kan tu guru masang KKM berapa? Delapan puluh!"

"Dikasih sama cowok lo tuh, La." Aril yang baru kembali dari koperasi meletakan sekotak coklat. Seharusnya isi coklat itu enam, tapi sudah berkurang dua, sepertinya diaambil Aril dan dibagi juga kepada Lana.

Lala memakan sepotong coklatnya sedetik kemudian alisnya mengkerut samar, pahit, rasa coklat itu benar-benar pahit. "Dari siapa, sih?"

Aril mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau." Dan langsung pergi.

Adeo menghampiri meja Lintang. Bermaksud mengambil ulangannya untuk dibangga-banggakan nanti pada Kina di rumah. Namun niatnya diurungkan ketika melihat kotak coklat. "Bagi dong."

Lala menyodorkan sisa gigitan dia tadi. Adeo sempat protes, tapi anak itu tetap memakannya juga.

"Buset dah pait bener."

"Emang."

"Bagi, La."

"Buat lo semua juga gue ikhlas, Lin."

Lintang nyengir. "Btw, periksa kotaknya dah. Siapa tau kayak di sinetron gitu, ada surat-suratnya."

Dan benar saja. Surat itu terselip di kotak dan sangat kecil, begitu juga tulisan di dalamnya, namun masih bisa terbaca oleh Lala.

Ini karna lo nggak mau ngobrol tadi malem sama gue. Besok gue jemput. Kalo gak mau juga, liat aja nanti.

-Stevan

"Tadi malem? Gimana ceritanya? Kok lo belum cerita ke gue, La? Itu temen?"

**

Apasih gue kok makin ke sini makin gajelas ya?

12 IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang