15. Apa Kita Pacaran Aja Ya, D?
Rania menatap penuh harap pada dua orang yang sedang berjalan di koridor beriringan. Lebih tepatnya, tatapan Rania fokus pada Adeo -laki-laki yang selama ini menjadi pusat perhatiannya.
Dan sekarang, Adeo dengan seenaknya memasuki area sekolah menggunakan celana jeans, hal itu menambah penglihatan Rania untuk diam di tempat. Tidak memandang ke arah lain.
"Tuh! Temen lo udah dateng." Beritahu Rania kepada Lintang dan Steffi yang sedang mengerjakan PR seraya terkekeh.
Steffi buru-buru menutup bukunya setelah melihat Adeo dan Lala memasuki kelas. Dia berjalan ke depan sampai berhadapan dengan dua orang itu.
"Sebentar-bentar di Bandung. Sebentar-bentar di Bali. Sebentar-bentar di Jakarta. Apasih maunya? Maju mundur, maju mundur, cantik." Celetuk Steffi dengan gaya-gaya Syahrini.
Lala dan Adeo menampakan cengirannya.
"Gara-gara lo berdua. Kita nggak jadi drama. Gantinya suruh nyanyi lagu disney. Bikin kerjaan aja lo berdua emang." Rania duduk di tempat Steffi tadi mengerjakan PR.
Lintang yang baru saja menyelesaikan PR-nya berdiri. "Eh, itu si Linda gimana?" Tanya Lintang sambil menaikkan kedua alisnya.
"Ya gak gimana-gimana." Jawab Adeo tidak perduli.
"Bohong banget. Orang kemaren aja udah nganterin ke apartment-nya Linda." Imbuh Lala.
"Mana di jalan peluk-pelukan lagi." Tambahnya cekikikan.
"Sumpah? Kok bisa sih?" Lintang membulatkan matanya tidak percaya. Setahu Lintang, Adeo tidak pernah peluk-peluk perempuan kecuali mereka berempat.
"Lah gue mana tau. Orang tiba-tiba dia nangis. Dia itu kenapa sih, La?"
Lintang terdiam. Sepertinya masih belum bisa mencerna informasi itu.
Adeo menghela nafas dengan tarikan tajam. Kemudian dia ulang ceritanya, kali ini lebih jelas dan terperinci.
"Dia nangis. Kenceng. Mendadak. Pas lagi banyak orang di jalan. Gimana gue nggak panik? Nggak kaget? Tapi gue tau, bukan kemauan dia juga nangis gitu, soalnya dia nempelin mukanya ke punggung gue rapet-rapet." Suara Adeo kemudian melirih. Namun matanya melirik Lala sekilas. "Ini semua karna dia nyuruh gue bawa Linda pake motor."
Lala tersentak. Seketika kedua sorot matanya menatap Adeo tajam. "Ya lo pikir aja. Masa gue berempat sama Aril, Lana, trus juga Rio naik satu motor."
Adeo mengacuhkan reaksi itu. Di lanjutkan ceritanya.
"Abis dia meluk gue, abis dia ngomong susah payah Adeo, pinjem punggungnya ya, sebentar aja baru gue sadar. Ini masalah serius.
"Dia cerita apa?" Suara Steffi terdengar kering dan seperti tercekat di tenggorokan.
"Kalo dia cerita, gue gak akan tanya ke Lala tadi, tolol!" Desis Adeo gemas.
Steffi terlihat lega membuat Adeo semakin kesal.
"Trus kenapa lo bawa dia ke semak-semak?" Tanya Lala bingung membuat Adeo heran. Seolah tau apa yang ada di pikiran Adeo, Lala berkata lagi. "Gue sama yang lain ngikutin lo. Abis kita kepo banget. Hehe."
Adeo menghela napas. "Ya biar gue bisa ganti bales peluk lah. Bego bener pertanyaannya lo."
Seketika kilatan tajam kembali muncul di kedua mata Lala. Adeo tetap tidak perduli.
"Sekarang lo deh yang mikir. Harus gue diemin aja kondisinya begitu? Iya? Coba kalo tadi di jalan sepi. Gue juga biasa aja." Adeo menghentikan ceritanya. Dia lalu geleng-geleng kepala sambil berdecak. "Tu cewek asetnya emang gila, ya? Dahsyat banget!"
Kilatan tajam mata Steffi pecah menjadi letupan bara.
"Jadi elo udah pegang punya dia?! Wah brengsek parah lo, D!!" Seiring geraman itu tangan Steffi terulur, akan mencengkeram kerah kemeja Adeo. Adeo segera menghentikan usaha kedua tangan itu tepat sesaat sebelum berhasil menyentuh sasaran.
"Gue gak megang! Cuman kan, ya, berasa."
Di cengkramnya kedua tangan Steffi kuat-kuat. Namun, berlawanan dengan itu, kedua matanya menatap sobat karibnya itu dengan ketenangan dan di putuskannya menggunakan lelucon.
"Emang lo kira meluk cewek terus tu cewek histeris nggak beresiko, apa? Resikonya gede, tau! Kalau ada pejuang emansipasi radikal yang lewat, gue bisa di gebukin abis-abisan. Yang paling parah, gue bisa di tuntut suruh nikahin."
Mereka berdua saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Tapi kedua matanya masih tetap tertuju ke wajah satu sama lain. Bahwa hanya dengan begitu saja, mereka seolah sudah mengungkapkan hal-hal yang selama ini tidak terucap.
Seharusnya para ahli melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pertanyaan yang tidak pernah terselesaikan dan terlantar tanpa jawaban.
Bagaimana caranya cinta di jabarkan saat dengan melihatnya saja kamu sudah merasa puas?
Oh cukup. Sepertinya di sini hanya Steffi yang merasakan hal itu.
Sebelum Adeo kembali melontarkan berbagai macam kalimat. Telinganya sudah di tarik habis oleh Bu Desi, guru yang biasa merecoki siswa/i dengan berbagai macam peraturan. Mungkin kali ini adalah peraturan di larang memakai pakaian bebas di area sekolah.
"Kamu mah gak pernah kapok. Baru kemarin di skors karna tawuran. Sekarang udah ribut lagi, bikin sensasi pake celana jeans. Kamu pikir bagus kayak gitu?" Celotehnya panjang.
Adeo meringis pelan saat matanya tidak sengaja melihat gunting di kantung seragam Bu Desi. "Aduh, Bu. Celana abu-abu saya belum kering. Emang Ibu mau aset masa depan saya rusak?"
"Aset masa depan apaan? Suruh yang di skors kemarin ke lapangan!" Titah guru itu.
***
"Apa kita pacaran aja, ya, D?" Ujar Lala meminum air mineral sampai sisa setengah. Saat ini mereka baru saja membersihkan lapangan yang besarnya tidak terhitung bersama teman-teman yang kemarin ikut tawuran.
"Apa?!" Adeo melotot tidak percaya. Sebenarnya Lala juga tidak percaya dengan perkataan yang terlontar dari bibirnya.
"Eh, tapi jangan, deng." Ucap Lala nyengir. Adeo tersenyum tipis.
"Entar kalo kita pacaran, trus nikah. Siapa yang fotoin? Kan gue maunya elo yang jadi fotografer-nya." Kilah Lala.
"Mentang-mentang gue ekskul Lentera. Jadi gue cuma tukang foto doang gitu, ya?" Adeo mencibir sambil meneguk habis air mineralnya.
"Tukang foto yang deket di hati, ya, cuma elo."
"Ginjal tu yang deket di hati." Sahut Adeo cuek. Lala terkekeh kecil mengingat dia juga samanya seperti Lintang yang ngotot ingin di foto oleh Adeo.
"Seriusan, D. Gue bingung cari tukang foto nanti kalo kita kawin."
"Lo mau pas kita malem pertama di foto-fotoin?" Adeo menengok cepat ke arah Lala.
"Nikah maksud gue." Ralatnya.
"Temen-temen Lentera gue juga handal kok. Minta tolong aja sama mereka."
Lala melirik jahil Adeo yang sedang memejamkan matanya lelah. "Emang lo beneran mau nikah sama gue?"
Adeo menatap Lala, lalu tersenyum tipis lagi. "Lo pilihan terakhir gue, La." Sahutnya membuat Lala terkekeh untuk kesekian kalinya.
**
Zekian lama mikir kemana-mana, dapetnya cuma ini tai kucing banget.
Ini semua karna grup (titik)
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Teen Fiction"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."