25. Karena Steffi.
"Gue nggak tau dia kemana, Steffi." Ucap Lala tertahan untuk kesekian kalinya.
"Berarti bener, kan, kalau Adeo lagi jalan sama Rania?"
Lintang mengusap wajahnya kasar. "Rania ada acara keluarga. Jadi dia nggak mungkin sama Adeo."
"Adeo itu sebenernya manusia atau balon hijau sih? Kok seneng banget bikin hati gue kacau?" Steffi menggigit bibir bagian bawahnya pelan membuat Lala ataupun Lintang terkekeh.
"Kalau lo suka, bilang langsung dong, Fi." Lala menarik selimut yang membalut tubuh Steffi sampai pangkal paha. "Jangan pura-pura sakit begini."
Steffi diam. Tidak berniat menarik kembali selimutnya.
"Malu?" Tanya Lintang.
"Gak percaya diri?" Tebak Lala.
"Nggak bener-bener cinta?"
"Nggak bener-bener sayang?"
"Nggak bener-bener suka?"
"Mendadak takut?"
"Tiba-tiba gak bisa ngomong kalau depan Adeo?"
"Tiba-tiba kayak patung kalau mau bilang suka?"
"TIBA-TIBA GUE MAU NGUSIR LO BERDUA DARI SINI!" Teriak Steffi kesal. "Lo gak bisa serius dikit apa?"
Lala memberhentikan tawanya. "Emang, apasih alasan lo suka sama Adeo... oh atau cinta?"
Steffi menghela nafas panjang. "Satu hal yang gue tau, cinta gak perlu alasan. Karna alasan adalah jawaban dari sebuah pertanyaan. Dan dalam cinta, gak ada pertanyaan yang membutuhkan alasan."
Lintang menggaruk keningnya. "Susah sih, ya, ngomong sama orang yang lagi jatuh cinta. Bahasanya juga bahasa dari planet lain."
"Gue harus gimana dong, La? Lin?"
Lala mengangkat bahunya. "Mana gue tau." Kemudian tangan perempuan berkaus merah dan masih memakai rok abu-abu itu mengambil ponselnya dari dalam tas.
"Mending lo ngaku aja deh, Fi." Saran Lintang.
"Lo sih enak ngomong doang." Dengus Steffi. Perempuan itu juga tidak habis pikir mengapa bisa menyukai Adeo yang padahal dia sudah tau buruk-buruknya.
"Lo nyari Adeo kan? Nih liat!" Lala menunjukan layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Adeo beberapa menit lalu.
Sadeo Kenzo: gua datengnya telat dikit
Sadeo Kenzo: sajen tiba2 minta anter nyalon
Sheila Navaro: salsa zein? lo pacaran sama dia?
Sadeo Kenzo: iya
Sheila Navaro: sajen anak kelas kita?
Sadeo Kenzo: iye Allahu
Sadeo Kenzo: sajen mana lagi sih?
"What the?" Lintang memberhentikan kata-katanya, tidak ingin menyebutkan kata kasar untuk saat ini. "Sekarang dia mainnya sama Sajen?"
"Ya lu pikir aje." Tatapannya beralih pada Steffi. "Mampus! Nggak mau ngaku sih. Coba kalo lo jujur, pasti Adeo juga gak bakal ganti-ganti cewek terus, dia pasti jaga perasaan lo. Malah yang bagusnya, lo bisa jadian sama dia kali."
Rahang Steffi mengeras. "Kalau gue mau, gue bisa, La. Tapi Rania? Dia juga kan suka sama Adeo. Lo mikir gak sih ngomong kayak tadi?"
Lintang menghela napas. Tangannya bergerak untuk menyelipkan helaian anak rambut ke belakang telinga. "Untung saingan lo di antara kita bertiga itu Rania. Coba Lala, gue jamin, lo udah nangis darah, Fi."
"Gue mau ke Alfamart depan dulu." Kata Steffi. Dia menyabet cardigan-nya yang terletak di atas tempat tidur.
Lala mendelik tajam. "Emang kenapa kalo gue? Ada masalah?"
"Bukan gitu. Cuman kan, bisa diliat lah dari gaya temenan lo berdua. Adeo perlakuin lo itu beda, La. Sama gue, Steffi ataupun Rania, dia nggak pernah ngelakuin apa yang dia lakuin ke lo." Tutur Lintang menjelaskan apa yang terjadi selama ini.
Lala mengacak rambutnya gusar. "Trus gue harus apa, Lin? Gue bisa apasih? Lagian kan dia kayak gitu karna emang mau ngejagain gue. Bukan yang lain."
"Penting nggak penting sih, ya. Tapi menurut gue, lo cari cowok, kek, gitu. Biar Adeo ngerasa dia gak perlu lagi jagain lo." Celetuk Lintang. Sepertinya dia juga merasakan apa yang di rasakan oleh Lala.
"Siapa sih yang mau ngedeketin gue kalau yang pertama kali dia liat itu tampang kayak Adeo?"
"Apa, ya? Gue ngerti, lo juga gak mau gini terus. Iya, kan?" Ujar Lintang. "Mending lo terima aja deh si Stevan. Cuma dia, kan, yang tetep bertahan walaupun pernah abis sama Adeo?"
Lala menggelengkan kepalanya, berusaha menepis perkataan Lintang. "Nggak ada yang lebih bagus dari Stevan, Lin?"
"Lebih bagus? Lo mau yang lebih bagus kayak apaan, La? Lo nggak sadar fans Stevan di sekolah sebanyak apa?" Tanya Lintang. Dia melemparkan senyum kemenangan saat perempuan di hadapannya tidak membalas.
Lala berpikir keras, sampai satu alasan yang memang Lala tidak sukai dari Stevan terlintas. "Tapi nggak harus adek kelas juga dong, Lin. Mau taro dinmana muka gue pacaran sama cowok yang umurnya dibawah gue? Lo pikir gue tante girang?"
"Jadi maksud lo gue itu tante girang karna suka sama adek kelas temen si Steven?"
"Gue nggak bilang gitu." Tandas Lala tidak terima.
Lintang mendesis pelan. "Oke, mungkin lo emang gak harus pacaran sama Stevan. Tapi seenggaknya lo terima barang-barang yang Stevan kasih."
"Manfaatnya apa?"
Lintang mendesah menatap perempuan yang lebih muda sepuluh bulan darinya. Banyak nanya nih bocah.
"Paling nggak Adeo mikirnya, lo udah ada yang jagain, yaitu Stevan."
Lala manggut-manggut. Dua detik kemudian dia kembali melontarkan pertanyaan yang memang mengganjal. "Kalau Stevan baper gimana?"
"Ya lo tanggung jawab lah."
"Kok, gue?"
"Mau siapa? Masa gue?"
"Tuhkan! Lo yang ngasih saran aja gak bertanggung jawab gitu."
Lintang tertawa renyah. "Kalau dia suka-nya sama gue, baru gue yang tanggung jawab. Ini, kan, dia suka-nya sama lo. Masa gue tiba-tiba yang jadi pacarnya. Suka ngelucu."
"Intinya, mulai sekarang, lo nggak boleh --hm bukan gak boleh, tapi apa, ya, bahasanya? Pokoknya jangan terlalu bergantung sama Adeo." Lanjutnya. Seperti ingin menyudahi pembahasan ini dan beralih untuk membahas hal lain.
"Nggak janji."
**
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Teen Fiction"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."