33. It's Sadeo Kenzo.
Satu minggu yang lalu...
Hari Minggu pagi ini. Lala, Lintang, Steffi dan Rania setuju untuk datang ke rumah Adeo sebab ingin cepat-cepat membahas masalah ekstrakulikuler yang waktu itu pernah disarankan oleh Adeo. Iya, mereka baru akan membicarakan hal ini sekarang. Ketika wali kelas mereka menanyakan kegiatan ekstrakulikuler apa yang mereka kerjakan.
Merepotkan.
Kalau ada yang bertanya, kenapa di rumah Adeo. Jawabannya ada dua. Yang pertama karena mereka tau Adeo pasti tidak akan datang jika mereka menyuruh datang ke tempat yang sudah direncanakan, dia pasti akan memilih tidur mengingat ini hari libur. Yang kedua karena Adeo sakit.
Lintang yang pertama datang. Tadi dia sudah ke rumah Lala terlebih dahulu, dan pemandangan yang dia lihat adalah Lala masih meringkuk di atas ranjangnya. Jadi sekarang perempuan itu masih bersiap-siap dan Lintang memutuskan langsung ke rumah Adeo.
Di rumah Adeo, Lintang dihadiahi pemandangan yang sama, Adeo masih tertidur. Oke, ini bisa dimasukan ke dalam pengecualian sebab memang Adeo sakit, mungkin dia juga tidak akan mandi. Tapi Lintang mewanti-wanti supaya Adeo menggosok giginya terlebih dulu. Dan laki-laki itu berada di kamar mandi sekarang, menggosok giginya sambil menggerutu.
Anak perempuan itu melihat-lihat koleksi film Adeo ketika Kina membawakan segelas susu coklat dingin dan makanan kecil. "Eh, Bunda. Lintang jadi ngerepotin."
"Nggak papa. Cobain, deh. Bunda baru bikin." Kina menyodorkan satu toples biskuit coklat dan langsung diterima oleh Lintang. "Enak, nggak?"
Lintang menggigit ujung biskuit coklat ditangannya. "Enak. Gratis kan, Bun?"
Kina terkekeh geli menanggapi.
"Bun, Adeo kalo nyimpen foto-foto jepretan dia itu dimana, ya?" Tanya Lintang terus menggigiti biskuit coklatnya.
"Ooh, biasanya ada di laptop." Kina menunjuk meja belajar Adeo yang terdapat sebuah benda berbentuk persegi panjang. "Bunda ke belakang, ya."
"Oke. Makasih, Bun."
Lintang mulai mencari-cari folder yang sekiranya berisi foto-foto bidikan Adeo. Soalnya banyak banget folder disini. Lintang curiga, mungkin nggak sih salah satunya ada video begituan? Tuh kan, Lintang jadi suudzon. Tapi sejauh ini, nggak ada folder yang macem-macem. Isinya cuma foto orang tua Adeo, Adeo sedang sendirian, ada juga banyak foto mereka berlima.
Sebentar.. ini ada folder dengan judul 'jangandibuka'. Ish, Lintang itu semakin dilarang, semakin kuat juga rasa ingin tahunya. Pengen buka, takut dosa. Nggak dibuka, penasaran setengah mati. Terus Lintang harus apa, dong? Sebel kalau udah gini. Lagian isinya apa, sih? Sampai nggak boleh dibuka.
Usil. Tangan Lintang mengarahkan kursor ke folder itu.
Apaan, sih?
Orang isinya cuma foto mereka berlima. Ngapain segala ditulis jangan dibuka?
Scroll...
Sumpah, isinya hanya foto mereka berlima.
Scroll...
Deg.
Kali ini Lintang terdiam. Lintang langsung membuka gambarnya dan mengarahkan kursor ke zoom.
Serius? Lintang mengerjapkan matanya berkali-kali. Ini kan...
Lintang sroll lagu dengan hati berdegup kencang. Semakin ke bawah, fotonya semakin beragam. Dan semua itu diambil dengan objek yang candid. Artinya foto-foto itu diambil Adeo secara diam-diam.
Sampai ke bawah lagi pun isinya masih sama.
"Lintang!" Perempuan itu terlonjak kaget melihat Adeo yang muncul dari belakang. Iiiihh, Adeo kok tega, sih, sama dia. Lintang jadi pengen nangis kalau gini caranya. Lintang ngerasa bodoh banget nggak ngertiin perasaan Adeo. Ya ampun, Lintang nggak bisa napas, sesek banget.
Dengan langkah panjang, Adeo menghampiri Lintang, tegang. Mendadak, syaraf-syaraf tubuh Lintang tidak bisa bekerja normal, semuanya kaku.
Kaget.
Shock.
Sedih.
Pengen marah.
Pengen nangis.
Campur aduk.
Lintang diam saat Adeo menutup laptopnya kasar dan melempar benda itu, mendarat mulus di kasur. Yang Lintang syukuri adalah benda elektronik itu tidak jatuh ke lantai.
"Adeo.." panggil Lintang. Hanya itu yang dapat dikeluarkan oleh bibir kecilnya sekarang. Adeo melirik Lintang, hal itu membuat Lintang harus berdehem terlebih dahulu supaya bisa mengeluarkan beberapa patah kata lagi. "Kenapa?"
Menurut Lintang, mereka udah sahabatan dari SMP. Adeo sering ganti-ganti pacar, banyak perempuan yang berada disisinya dan dari sekian banyaknya perempuan, kenapa harus dia? Dia yang sama sekali tidak mencintai Adeo.
"Kenapa begini, sih?" Lintang merengek seperti anak kecil. Ingusnya sudah berkali-kali dia tarik supaya tidak keluar.
Adeo mengacak rambutnya gusar. "Lintaaang." Keluhnya menyakitkan.
"Sejak kapan lo suka sama Lala?"
Tidak penting. Ya, Tuhan. Lintang tahu itu pertanyaan yang sangat bodoh. Jelas-jelas dia tadi melihat wajah Lala sewaktu ospek masa SMP. Sebelum mereka berlima sangat dekat. Setahu Lintang juga walaupun Lala dan Adeo tetanggaan dari kecil, namun keduanya tidak sedekat ketika mereka berlima bertemu. Jadi tidak mungkin kalau foto itu diambil karena mereka berdua sudah dekat.
"Lo ngapain nangis? Ngeliat lo yang kayak gini bikin gue ngerasa kalau gue itu orang yang butuh dikasihanin." Adeo mengusap-usap bahu Lintang.
Lintang menggigit bibir bagian bawahnya tersiksa. Hati Adeo itu terbuat dari apa, sih? Kenapa dia lurus-lurus aja ngeliat Steven dan Lala? Ini semua salah Lintang. Coba kalau dia nggak nyuruh-nyuruh Lala pacaran sama Stevan, pasti Adeo nggak akan ngerasa terlalu sakit. Walaupun pada dasarnya Lala menyukai Erfan dari dulu, tapi setidaknya tidak ada orang yang mengikat Lala dengan tali tipis tak kasat mata yang disebut hubungan.
Tapi... gimana kalau Steffi atau Rania tau? Argh... semuanya bikin Lintang pusing. Rania-Adeo, Steffi-Adeo, Adeo-Lala.
"Lo serius suka sama Lala dari SMP?" Tanya Lintang setelah berkali-kali menghela napas.
Adeo yang baru duduk diujung kasur tertawa pelan dan itu adalah gaya tertawa paling menyedihkan menurut Lintang. "Bahkan gue gila karna dia, Lin."
"Terus arti pacar-pacar lo selama ini itu apa, D? Nanda? Salma? Putri? Amanda? Sajen? Dan masih banyak lagi. Mereka itu apa? Pelampiasan?" Pertanyaan beruntun yang diucapkan sangat lirih mampu keluar dari otak Lintang yang sedikit demi sedikit mulai kembali berjalan normal.
Bibir Adeo pucat. Badannya semakin lemas. "Ngomongin tentang Amanda, gue lupa bilang sama lo semua. Dia udah meninggal. Setelah terakhir kali sakit pas abis camping."
Amanda? Meninggal? Kenapa harus? Ck. Semuanya kacau. Lalu setelah ini apa lagi?
"Kenapa lo nggak memulai hubungan serius sama cewek lain, sih?"
Adeo mengangkat wajahnya. "Pada dasarnya gue nggak pernah ada rasa apapun sama mereka. Gue cuma terfokus sama satu orang. Seserius apapun gue dalam suatu hubungan, seberusaha apapun gue buat mencintai seseorang, kalau hati gue maunya dia, gue bisa apa?"
Ini bodoh. Ini tolol. Ini tidak benar. Abu-abu. Tidak ada yang jelas dari setiap kata yang terucap.
"Adeo. Kalo kayak gini, gue bisa apa? Gue harus apa supaya bisa bantu lo?" Ada jeda beberapa detik saat Lintang ingin melanjutkan omongannya. "Sementara kalo gue bikin lo pacaran sama Lala. Nanti Steffi sama Rania gimana? Jangan bikin gue keliatan nggak adil didepan mereka."
Adeo tersenyum simpul. "Lo nggak perlu ngelakuin apapun. Itu urusan gue. Gue bisa dapetin dia pake cara gue sendiri."
"Terus Steffi? Rania?"
"Ck. Gue udah bilang, itu semua jadi urusan gue. Lo diem aja. Oke?"
**
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Teen Fiction"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."