28. Futsal.
"Gue coba ya, Stev."
Stevan memutar kepalanya menghadap Lala yang bada di samping kanan laki-laki itu. "Coba apa? Coba jadi pacar gue?"
Lala mengangguk singkat sambil balas menatap Stevan. "Iya."
***
Sudah satu minggu Lala menjabat sebagai kekasih dari seorang anak kelas 11 IPA 5 bernama Stevelan. Ternyata tidak terlalu buruk mempunyai pacar yang umurnya dibawah kita. Itu adalah satu pikiran yang terlintas dikepala Sheila Navaro setelah dia resmi menjalin hubungan selama dua hari.
Tapi, semuanya hancur ketika mengetahui sifat asli Stevan yang akhir-akhir ini kerap ditunjukan pada perempuan itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah
1. Suka menyebut dirinya sendiri menggunakan nama.
Contohnya:
Lala yang sedang mengerjakan tugas Matematika terpaksa harus menoleh saat Stevan datang dengan selembar kertas ulangan dan terus merengek. Padahal tugas yang sedang dikerjakan oleh Lala akan dikumpulkan setelah jam istirahat selesai. "Apa, sih?!"
"Nilai ulangan Stevan delapan." Ucap Stevan murung.
Lala berdecak tidak santai. "Nilai ulangan gue aja cuma dapet dua!"
Stevan meringis kecil. "Makanya belajar, La."
"Bacot, ya, lo! Mending pergi sana!"
2. Manja.
"Cie naik angkot lagi." Ledek Adeo sambil mencolek pipi Lala ketika mereka berpapasan dikoridor. Laki-laki bersepatu hitam itu langsung berlari kencang menuju parkiran.
"Ck. La, pasti ban Stevan dikempesin lagi sama Adeo." Stevan yang berada disamping Lala menggerutu sebal. Pasalnya, ini bukan untuk yang pertama kali ban motor laki-laki itu sengaja kempiskan oleh sahabat-sahabat pacarnya yang usil, kecuali mungkin Lintang. Eh, tidak, bahkan sekali dua kali perempuan bernama belakang Shamira itu ikut serta.
Lala menggaruk kepala bagian belakangnya sambil tersenyum kikuk. "Yaudah, naik angkot lagi juga gapapa, kok."
"Tapi Stevan gak mau naik angkot, La. Nanti kalau ada ibu-ibu, pasti Stevan dicubitin lagi."
3. Cemburuan.
"Sheila itu suka, ya, sama Adeo?"
Lala yang baru saja mengangkat sumpit mie ayam untuk dimasukan ke dalam mulut terhenti. Dia mengerutkan dahinya bingung. "Adeo sahabat gue?"
"Iya."
"Ya nggak, lah. Lo gila?" Lala langsung memasukan sumpit berisikan sayuran sawi dan segera dikunyah dengan cepat.
"Stevan serius, La. Kurangnya Stevan dari Adeo itu apa?" Desak Stevan membuat Lala lagi-lagi memberhentikan gerakan tangannya beberapa detik lalu memutar bola mata milik perempuan itu.
"Etdah, gue harus apa, sih, biar lo percaya?" Tanya Lala geram.
"Nonton Stevan futsal besok. Jam tiga." Ucapnya tersenyum lebar.
Oh, sepertinya ini sudah masuk dalam sifat menyebalkan Stevan yang keempat, yaitu; suka memanfaatkan keadaan.
Dan disinilah perempuan itu menapaki kakinya. Dilapangan futsal yang disesaki puluhan penonton, terlebih kebanyakan perempuan anarkis, sok ngartis, berisik, dll. Sedangkan Lala hanya diam melihat permainan futsal Stevan. Tangannya sibuk memainkan botol air mineral dan juga handuk kecil berwarna biru——seragam dengan kaus tanpa lengan yang dipakai oleh kelompok Stevan.
"Laki lo diteriakin sama anak alay, tuh!" Lintang yang menemani Lala menonton pertandingan futsal itu menepuk pundak Lala dan menunjukan arah perempuan-perempuan itu berada menggunakan bibirnya.
Dengan tampang malas, Lala melirik kumpulan anak perempuan paling berisik. "Nggak penting, ah."
"Is bego banget, sih!" Lintang menoyor kepala bagian kanan Lala saking geramnya. "Ngomong apa kek gitu. Bilang 'semangat, sayang!' Atau apa gimana gitu biar tuh komplotan cewek pada diem dan mereka tau kalo Stevan udah punya cewek."
Lala menghela napas berat. Lebih baik tadi dia tidak usah minta ditemani Lintang jika pada akhirnya akan seperti ini. Penyesalan memang datang terakhir. "Ck. Nggak sealay itu juga kali kalau emang mau nunjukin gue itu ceweknya Stevan."
"Sebenernya pacar Stevan itu gue atau lo sih, La?"
"Harusnya gue yang ngomong begitu!" Seru Lala sebal. Dia melipat kedua tangannya didepan dada.
Lintang memijat pelipisnya. Pening memang jika harus berhadapan dengan Lala. "Paling nggak lo ngomong apa gitu biar kesannya kalian beneran pacaran."
"Yang bilang gue sama Stevan pacaran bohongan siapa, sih?" Tanya Lala sambil melirik Lintang yang sedikit lebih pendek darinya.
"Bukan gitu maksud gue buset, dah! Gak ngerti amat jadi orang, perasaan."
Lala mendesah pelan. Lalu dari celah bibirnya, dia menarik napas panjang dan mengeluarkannya kasar. "BUAT ADEK, KAKAK, TETEH, MBAK, TANTE, BUNDA, SIST ATAU APALAH ITU. COWOK YANG NOMOR PUNGGUNGNYA TUJUH UDAH ADA YANG PUNYA!"
Hening.
Senyap.
Tidak ada yang melakukan gerakan apapun.
Diujung sana Stevan terkekeh melihat tingkah Lala. Dia mengedipkan sebelah matanya sebelum mencetak gol untuk kelima kalinya.
Sumpah. Lala. Malu. Banget. Ini. Demi. Apa.
Lintang kampret!!
**
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Teen Fiction"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."