3. Drama.
"Ini kalian duduk sesuai absen atau bagaimana?" tanya guru Seni Budaya bernama Anna. Dengan kacamata minusnya, bedak sesuai dengan umur, kerudung segi empat yang disematkan jarum pentul di bagian dagu dengan rapih duduk di meja bagian depan. Lebih tepatnya meja Nanira.
"Nggak, Bu," jawab Nanira sebagai perwakilan dari anak sekelas.
"Saya mau tempat duduk kalian dirolling," ucap guru itu tanpa bergerak.
"Dan saya juga, kalian harus duduk sesuai absen," lanjutnya telak. Ia langsung bangkit dan membenarkan baju kebangsaan guru berwarna kuning langsat tersebut yang sedikit naik. Lalu wanita yang hampir berkepala empat itu melangkahkan kakinya untuk duduk di meja guru.
Axel mengangkat tangan kanannya. "Saya nggak setuju, Bu, kalau duduk sesuai nomor absen," ungkapnya yang disetujui oleh beberapa anak murid. Bukan hanya beberapa, tapi semua anak murid tidak setuju bila harus duduk sesuai nomor absen.
"Memangnya ada apa?" Tanya Bu Anna.
"Nanti saya duduknya bareng Adinda dong di depan meja guru." Kata Axel yang membuat sang pemilik nama menoleh. Kelas juga dibuat heboh oleh perkataannya.
"Emang dikira gue mau duduk sama lo!"
"Ada lagi yang keberatan?" Tanya guru itu menantang.
Rania dengan tepat mengangkat tangan. "Saya nggak setuju, Bu. Masa saya duduk bareng Riko. Dia kan bandel."
Steffi juga ikut mengangkat tangan. "Saya juga nggak mau, Bu, duduk sama Deta. Dia orangnya rusuh parah-parah-parah banget, Bu."
Kemudian dilanjut oleh Adeo. "Apalagi saya, Bu. Saya males banget duduk sama Lala. Bisa-bisa kuping saya congean setiap hari."
"Gue nggak mulai ya, D. Tapi buat kalimat lo yang terakhir, gue aminin." Lala melirik Adeo sinis.
Pertengkaran alot itu tidak diperdulikan Andhini, ia memilih untuk mengangkat tangannya. "Saya nggak setuju juga nih. Soalnya saya duduk sama Andre, Bu. Pasti saya dicontekin setiap detik."
"Cukup alasan-alasannya. Tapi, saya tidak menerima penolakan berbentuk apapun," ucap Bu Anna menyebalkan.
Anak kelas 12 IPA 1 langsung membereskan barang-barang yang berserakan diatas meja mereka untuk dimasukan ke dalam tas dan bersiap-siap untuk pindah tempat duduk.
"Lebih cepat sedikit! Perlu saya bacakan?" tawar Bu Anna pelan, namun mematikan.
Semuanya bergegas dan bergrasak-grusuk mencari teman yang nomor absennya berdekatan dengan mereka. Sangat bising sampai Bu Anna menggebrak papan tulis menggunakan penggaris kayu.
"Berisik! Lebih baik saya yang membacakan."
***
Di sinilah Lala sekarang. Duduk berdampingan dengan laki-laki yang berhuruf depan sama dengannya. Sheila Navaro-Sadeo Kenzo. Duduk di barisan kedua di dekat pintu keluar dan juga bersampingan dengan jendela.
Ini akhir hidup Lala atau baru awalnya saja?
Hahhh...
Perempuan itu membuang nafas kesalnya entah sudah berapa kali. Tidak cukupkah rumahnya saja yang bersampingan dengan Adeo? Harus dia duduk berdampingan dengan si pemilik rumah juga?
Mereka memang bersahabat lama. Tapi Lala tidak suka dengan Adeo yang jahil. Adeo yang suka mengumpatkan barang-barangnya. Adeo yang suka mengambil makanannya. Adeo yang suka memasuki balkonnya seenak jidat. Adeo yang suka mengacau dihidupnya.
"Saya juga mau, kalau kalian kan tetap seperti ini posisinya. Pada pelajaran saya ataupun tidak. Saya akan membicarakan ini kepada guru-guru. Kecuali mungkin nanti kalau memang ada tugas kelompok," pesan guru itu sebelum keluar dari kelas.
"Ish, demi apa gue kesel banget dah!" pekik Andhini ditempat duduknya. Ia menghampiri Zachra atau kerap dipanggil Ara yang tadinya teman duduk perempuan bertubuh krempeng itu.
Lala, Lintang dan Steffi menghampiri Rania yang masih sibuk membereskan alat tulisnya dengan wajah masam dan tidak enak dipandang.
"Sebel banget ih sama Riko. Kalau gini caranya sih gue bisa bangkrut karna semua alat tulis gue ilang." Rania membenarkan tempat kacamatanya yang merosot dengan cepat dan kasar menggunakan jari telunjuk.
"Apaan aja yang ilang emang, Ran?" tanya Adeo cekikikan. Ketua kelas itu belum juga keluar untuk istirahat. Dia masih menunggu Ozan—teman duduknya dulu—yang sedang mencatat tugas.
"Pulpen, penghapus, type-x, trus juga nih penggaris gue patah." Rania mengambil sebelah potongan penggarisnya yang tidak sengaja dipatahkan oleh Riko dari dalam kolong meja. Menunjukan kepada teman-temannya.
"Sheila, kamu bisa anter buku-buku ini ke kelas 12 IPS 2 itu, nggak? Ibu ada urusan," suara guru perempuan memecah tawa yang ada diantara mereka.
Maylin, guru Bahasa yang sering kali memarahi Lala karena mulut kaleng rombeng perempuan itu. Tapi hal itu tidak membuat Bu Maylin tidak menyukai Lala, malah guru berbibir tebal tersebut sering memberi nilai tinggi untuk Lala.
"Ongkosnya mana, Bu?" kata Lala menengadah tangan kanannya ke arah Bu Maylin.
"Haduuu Ibu lagi banyak urusan nih. Nggak ada waktu buat ngeladenin kamu," ucap guru itu lalu pergi meninggalkan setumpuk buku tulis bersampul kertas marmer berwarna hijau—sampul yang harus dipakai untuk buku Bahasa.
"Eh, 12 IPS 2 itu bukannya kelas Erfan ya, La?" Tanya Adeo tiba-tiba.
Mata Lala berbinar. "Iya bener. Tau aja nih emang Bu Maylin."
"Anterin." lanjutnya merengek kepada Lintang, Steffi dan Rania.
"Ini yang punya gebetan kan elo ya, kenapa harus gue terus yang ribet, sih?" Lintang memutar bola mata sebal. Namun tak urung, ia juga mengantar Lala sekalian ke kantin yang satu arah dengan 12 IPS 2.
***
"Perut gue, La. Perut gue." Adeo menyikut lengan Lala. Bisikannya mampu membuat perempuan bersepatu merah itu harus menahan tawa.
"Lo diem. Ntar malah gue ditunjuk juga." Lala melirik Adeo sekilas lewat ekor matanya.
"Sadeo Kenzo dan Riko Silvan. Maju kedepan!" perintah Mrs. Lisa, guru Bahasa Inggris.
"Mampus gue. Kasih tau gue ya, La," ucapnya memohon. Lala mengangguk patuh meski bibirnya masih harus menahan tawa.
Belum sempat Adeo pergi, bel pulang telah menyelamatkan nyawanya. Laki-laki itu sampai terduduk lemas di bangkunya karena bersyukur tidak jadi ke depan kelas.
"Oke. Karena sudah habis jam pelajaran. Saya pamit." Mrs. Lisa membereskan map-map beserta tempat pensil terbuat dari kain yang dia bawa tadi ke kelas. Hendak keluar dari ruangan.
Tapi langkahnya terhenti saat wanita itu mengingat sesuatu.
"Oh ya, saya mau kalian melakukan drama untuk materi minggu depan. Drama tentang disney. Seperti Snow White atau mungkin Aladin," kata guru itu menjelaskan.
"Untuk kelompok, bebas berapa orang. Dan seperti yang saya bilang. Minggu depan, pementasan harus sudah berjalan," lanjutnya.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
12 IPA 1
Teen Fiction"Nama gue Sadeo Kenzo." "Nama gue Sheila Navaro." "Nama gue Lintang Shamira." "Nama gue Anjaly Stefhanie." "Dan nama gue Rania Adriani." "Kami bersama-sama, melunakkan ego dan hati."