BAB 1

632 135 161
                                    

P l u t o z ∅ n e

Vio baru saja ingin melanjutkan mengisi absensi kelas saat sesuatu menarik perhatiannya. Ia melirik Naya, teman sebangkunya.

"Itu apaan?" Tanya Vio penasaran. Ia menarik kursi yang ia duduki agak sedikit maju ke depan agar bisa melihat layar ponsel Naya lebih jelas.

"Line play," jawab Naya singkat.
Dahi Vio mengernyit, namun tangan dan matanya tetap tak lepas dari agenda kelas.

Tak ada pertanyaan lebih lanjut lagi, toh mungkin itu hanya game semacam Line Let's Get Rich yang memang sedang booming di kalangan anak-anak zaman sekarang. Meskipun begitu bukan berarti Vio dengan sia-sia rela membuang waktu dan kuota internetnya hanya untuk menyibukkan diri dengan perkembangan zaman yang menurutnya tak ada untungnya.

Ia bukan anak teladan kebanggaan guru yang hampir tiap minggu memenangkan olimpiade Science atau salah satu anak kutu buku di kelas yang setiap hari berkutat dengan buku-buku pelajaran.

Ia lebih senang menyendiri, berkutat dengan novel-novel romance nya, memutar playlist lagu Shawn Mendes berkali-kali hingga Naya jengah mendengarkan suara Vio yang memekakan telinga. Meskipun suara Vio tidak bisa dikatakan jelek, namun tetap saja ia sering menyanyikan lagu-lagu itu dengan nada yang terbilang asal.

"Eh hari ini si Dito masih ga masuk?"

Dito, anak cowo yang termasuk dalam jejeran kalangan famous di sekolahnya. Dia cukup terkenal di angkatan kelas 11 karena sifatnya yang benar-benar gak jelas, hampir tiap hari dia gangguin anak cewek di kelas atau bahkan kucing gadis milik ibu-ibu kantin yang sering berkeliaran di sekolah juga jadi sasaran kegilaan Dito.

Tapi, dia juga sering bikin Vio atau bahkan seisi kelas salut karena nilai-nilai ulangan hariannya yang jarang banget dibawah KKM atau remedial. Dia juga sering ngejawabin pertanyaan guru yang menyelamatkan nyawa 43 siswa di kelasnya.

Vio harus bersyukur masih ada spesies seperti Dito.

Tapi yang jadi masalah sekarang adalah, udah seminggu terakhir Dito sering gak masuk sekolah tanpa keterangan yang jelas. Waktu itu bilang sakit lah, dua hari kemudian izin atau bahkan tanpa keterangan sama sekali kayak hari ini.

Sebenarnya itu memang bukan urusan Vio kalau Dito dapet surat peringatan dan terpaksa di skors dari pihak sekolah. Namun kewajibannya sebagai sekretaris kelas yang membuatnya gondok setengah mati.

Kemarin saat pulang sekolah, Vio dateng ke rumah Dito buat mastiin kalo dia gak dirawat di rumah sakit gara-gara tiga hari ga masuk sekolah. Dan harus diketahui kalau jarak dari sekolah ke rumah Dito itu lumayan jauh dan gak searah sama rumah Vio. Hal itu aja udah bikin Vio kelimpungan. Ditambah pas nyampe di sana dia gak ketemu Dito. Vio cuma dikasih tau tetangganya kalo Dito ternyata pindah rumah seminggu yang lalu. Vio gak sempet nanya alamat jelasnya karena dia udah keburu gondok duluan. Vio buru-buru pulang ke rumah dan nelpon Dito.

Dito cuma ketawa gak jelas saat Vio ngamuk di telepon. Sejujurnya bukan hanya karena lelah menghadapi kelakuan Dito yang seenak jidat bolos sekolah, tapi juga karena besoknya Vio harus presentasi Biologi dan hanya Dito yang Vio andalkan di kelompoknya.

Dan hari ini, Dito gak masuk lagi bahkan saat Vio udah ngancem namanya gak akan ditulis di presentasi Biologi.

"Gue gatau, gue bukan emak nya doi,"

"Lagian kalo dia gamasuk juga itu urusan dia, ortunya, guru, sama Tuhan kali, kenapa lu yang ribet deh," sahut Naya enteng tanpa beban. Vio melengos dan beranjak dari tempat duduknya untuk menaruh absensi kelas di meja guru.

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now