P l u t o Z o n e
Mungkin menangis bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah. Meski kadang, banyak orang yang menganggap jika menangis adalah salah satu cara untuk meringankan sedikit beban. Dan yah, Vio setuju akan hal itu.
Sekotak tisu yang sebelumnya terisi penuh pun nyaris habis. Naya hanya bisa mengusap pelan punggung Vio tanpa bertanya sebelum temannya itu mau dengan sendirinya menjelaskan.
Setelah dirasa tangisnya mereda, Vio berulang kali menarik napasnya pelan dan mengambil segelas teh hangat yang Naya suguhkan ketika Vio tiba di rumahnya dengan keadaan menyedihkan.
"Nay, gue mau tanya sama lo," ucap Vio dengan kedua tangan yang mengenggam erat gelas berisi teh tadi.
Naya membenarkan posisi duduknya dan bersandar pada sandaran kasur. "Kenapa?"
Vio menarik napas lalu membuangnya perlahan. "Apa yang bakal lo lakuin saat lo dibohongin sama orang-orang yang nyaris lo anggap penting dalam hidup lo? Dan, bohongnya itu serius. Bukan cuma hal-hal menye ke arah bercanda atau semacamnya."
Naya diam sejenak dan bergerak tidak nyaman di tempatnya. Vio melirik sahabatnya itu dan menatapnya heran. "Jawab aja. Gue pengen tau gue ngelakuin hal yang salah atau engga."
"Mungkin gue belom pernah di posisi kayak gitu." Naya menarik napas. "yang jelas pas gue dibohongin sama orang-orang yang udah gue percaya gue harus tau apa alesan mereka bohongin gue. Ya, kenapa sih mereka bohong? Kita mikir realistis aja deh. Lo bohong ya sama aja lo rusak kepercayaan yang udah gue kasih."
"Lo ada masalah apa sih, Yo?" Lanjut Naya lagi.
"Gue berasa dibegoin banget, Nay. Sama dua orang sekaligus. Mereka kira gue boneka kali ya bisa dimainin sesuka hati," tutur Vio yang diiringi dengan tawa hambar.
"Gue belom nemu poin masalah lo."
"Lo pasti tau Vhira 'kan?"
"Adeknya si Dito?"
"Yap. Dan lo tau? Ghana is her boyfriend. Selama ini Dito gak pernah bilang sama gue. Lebih tai lagi, si Ghana muka dua banget di depan gue. Parah, Vhira koma ya gara-gara dia. Oh shit! gue mewek gara-gara dua kunyuk sialan." Vio mengacak rambutnya frustasi. Sedangkan Naya justru melotot saking terkejutnya.
"Are you kidding me? What the fu-"
"Mereka tega banget ya tutup mulut tentang semuanya. Egois. Padahal mereka yang buat gue bertahan di titik ini. Lo tau kan, mana mau gue repot-repot peduli kalo gue gak anggep mereka penting. Until this shit come and break anything. I hate this fact so much. How stupid I'm, gosh!"
"Selama ini lo keasikan sama mereka sampe lupa sama gue, sih. Saran gue ya lo tanya apa alesan mereka. Kita gak pernah tau kan isi hati orang?"
"Tindakan lebih susah dari sekedar ngomong, Nay. Gue udah nonjok Ghana. Malu lah gila tiba-tiba nyamperin mereka. Bisa-bisa kena gampar lagi tuh orang."
"Gue gak bilang itu gampang. Lagian ya emang mereka keterlaluan. Ghana juga baik-baik aja kan selama ini. Dito juga keliatan adem-adem aja meski kadang agak rusuh."
"They are kinda has good talented to be an actor. Two face."
"Udah ah jangan nangis mulu, Yo."
"Ah, ya ampun. Baru aja gue ngasih kepercayaan ke Dito. Malah seenaknya dirusak. BOSEN IDUP LAMA-LAMA GUE!" Vio mendekap kepalanya dalam bantal setelah meletakkan gelas yang tadi ia pegang ke nakas.
Tangisnya kembali terdengar di balik bantal. Naya meringis melihat bantal kesayangannya menjadi korban kegalauan Vio.
"Udah dong udah, kasian mata lo makin sembab gitu."

YOU ARE READING
Pluto Zone
Genç Kurgu[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...