P l u t o Z ∅ n e
Tepat pukul setengah tujuh dan Dito sudah tiba di sekolah. Setidaknya untuk hari ini ia datang lebih awal. Bukan apa-apa, hanya saja Pak Gatot yang merupakan wali kelasnya sudah mewanti-wanti Dito supaya tidak kena masalah absensi lagi atau ia terpaksa mendapat nilai C di rapor.
Pak Gatot seringkali memanggilnya ke ruang guru untuk mengklarifikasi apa alasan Dito yang akhir-akhir ini sering gak masuk tanpa keterangan yang jelas. Gak ada yang tau alasan pasti di balik bolosnya Dito.
Setiap ditanya, Dito cuma bilang kalo dia baru pindah rumah dan sibuk beresin rumah barunya.
Pak Gatot memaklumi alasan tersebut. Tapi siapa yang tahu kalo bukan itu alasan sebenarnya Dito bolos sekolah? Toh, itu masalah pribadi dan Dito gak mau repot-repot menjelaskan.
Masih ada setengah jam lagi. Dito berjalan ke luar kelas. Bingung harus ngapain di dalam sana. Lagian Adryan, teman semejanya belum datang. Dito juga bingung kenapa kelas sepi banget padahal hampir semua bangku kelas ini udah diisi sama tas-tas yang pemiliknya entah ngacir kemana.
"To ... Ditoo." Dito baru saja berniat untuk mampir ke kelas sebelah sebelum sebuah suara memanggilnya.
Yugho dan Beno.
Udah pasti pengen ngajak Dito sarapan di kantin. Itu udah hampir jadi kegiatan mereka setiap pagi. Nongkrong di kantin sampe bel masuk bunyi.
Dito berbalik badan dan menghampiri mereka. Udah lama sejak Dito bolos, dia jarang ngumpul bareng temennya.
"Wei, kemana aja lo! Keasikan bolos nih anak." Yugho dan Beno nabok bahu Dito berbarengan. Yang ditabok balas menjitak kepala keduanya bergantian.
"Sakit goblok!" ucap Dito protes.
Yugho sama Beno cuma tertawa tanpa dosa. Mereka jalan beriringan ke kantin. Dito paling depan, disusul Yugho dan Beno di belakang. Seakan menjadi bodyguard atau apa.
"Beh, nasi uduk dua ya beh." Penjual nasi uduk yang terkenal disapa Babeh mengacungkan jempolnya. Dito dan kedua temannya langsung duduk di bangku kantin paling ujung. Tempat biasa mereka nongkrong.
"Heh kutu onta! Pesenin gue sekalian lah." Dito protes lagi. Temannya ini emang gak tau diri. Udah jelas mereka dateng bertiga. Malah mesen nasi dua porsi. Terus buat apa Dito diajak kesini? Ngeliatin mereka makan?
"Sangar amat sih om, takut nih dede." Dito bergidik. Jijik liat kelakuan Beno. Udah mirip kayak cabe-cabean lampu merah.
Yugho ngelempar cabe ijo yang ada di atas meja ke arah Beno dengan sadis.
"Ngomong noh ama biji cabe."
"Setan." Beno sewot. Membuat kedua temannya ngakak, geleng-geleng kepala liat tingkahnya yang kelewat sableng.
"Nasi uduknya bro ...." Babeh menghampiri meja mereka dengan dua piring nasi uduk di tangan. Yugho dan Beno menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Kayak udah gak makan seminggu.
Dito jadi gak nafsu makan. Ia berniat buat malakin nasi Yugho sama Beno satu-satu. Lumayan hemat lima ribu hari ini.
"Beh, milonya deh satu. Banyakkin es batu-nya kaya biasa beh," pesan Dito akhirnya.Gak lama kemudian pesanannya datang. Belom sempet nyentuh sedotan, tiba-tiba Beno langsung nyomot gelas milo Dito. Dasar teman.
"Beno kampret."
"Gue baik loh Dit, coba lu bayangkan," Beno mulai ngelantur. "Coba lo bayangkan kalo dalam gelas milo lo ada racun, lo bakal mati Dit. Makanya gue rela minum milo lo duluan. Betapa mulianya gue, ya kan Dit ...." Jiwa alay Beno keluar. Bener-bener bikin Dito pengen bunuh dia sekarang juga.
YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...