P l u t o Z o n e
Vio tengah sibuk menyalin rumus di papan tulis ke dalam buku catatannya saat suara decitan kursi di hadapannya menginterupsi gerakannya. Gadis itu mengangkat kepala dan mendapati Dito sudah duduk di kursi milik Alya.
"Cie rajin."
Vio berdecak lalu kembali mengalihkan pandangannya pada papan tulis di depan sana. Seolah sosok Dito hanyalah angin lalu yang tidak penting untuk digubris.
"Abis ini temenin gue yuk."
Vio menutup bukunya lalu meletakkan pulpen yang tadi ia gunakan untuk menulis ke dalam tempat pensil miliknya "Ke mana?" Tanya gadis itu setelah ia selesai merapikan semua alat tulisnya.
"Tadi si Maya nyuruh tandatanganin surat perwakilan buat wisuda kelas dua belas. Lo jadi ikut kan?"
Ah, Vio baru ingat. Sebenarnya Vio malas bertemu nenek lampir itu. Tapi kalau Vio mengundurkan diri, sama saja ia mengaku kalah dan memberi jalan untuk cewek sialan itu mendekati Dito. Otomatis ia akan menganggap dirinya menang dari Vio. Cih, menyebalkan memang berurusan dengan cewek satu itu. Vio jadi heran, bisa-bisanya Dito pernah berpacaran dengan Maya yang lagaknya selangit.
"Kenapa gak dia aja sih yang ke sini. Belagu amat."
Dito mendorong dahi Vio. "Cie sensi."
"B aja ya. Tuh cewek sama aja kayak lo nyebelinnya. Males." Vio cemberut lalu bangkit berdiri dan melangkah meninggalkan Dito.
"Yaelah. Marah-marah mulu lo."
Vio terlonjak kaget saat tangan cowok itu melingkar di bahunya. Ia menoleh ke arah Dito dan cowok itu malah nyengir seolah tidak melakukan hal yang salah.
Mampus gue deg-degan.
Kini keduanya berjalan beriringan melewati koridor yang ramai. Tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana tatapan para penggemar Dito sangat mengintimidasi Vio sekarang.
"Lepas, ck." Vio mendorong tangan Dito agar menjauh dari bahunya. Ini masih lingkungan sekolah dan tindakan Dito barusan bisa saja mengundang masalah untuk mereka jika ada guru yang melihatnya.
Dito menurut. Ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan kembali berjalan dengan gaya sok kegantengan.
Vio mendelik sebal saat matanya menangkap figur Maya yang sudah duduk di depan kelasnya. Caper.
"Hai, Dit. Lo jadi ikut wakilin kelas sebelas kan?" Tanya Maya sok ramah.
Dito mengambil selembar kertas di tangan Maya dan mulai menandatangani kolom yang sudah tercetak namanya di sana. "Kalo gak ikut ngapain gue ke sini." Dito menyerahkan kertas itu kepada Vio yang sedang menahan tawanya karena jawaban Dito tadi berhasil membuat Maya kesal.
"Oh, dia jadi ikut juga?"
Vio tahu dia yang dimaksud Maya adalah dirinya.
"Ikut dongg. Sebenernya gue males banget sih dateng kayak orang kurang kerjaan. Tapi Dito maksa-maksa mulu yaudah mau gimana lagi 'kan hehe." Vio tersenyum lalu menyerahkan kertas yang telah selesai ia tandatangani kepada Maya. "Nih."
Maya mengambil kertas itu dengan cepat. "Ya sebenernya lo gak dibutuhin banget sih di acara itu. Guru-guru juga taunya gue sama Dito doang perwakilannya. Ya kan, Dit?"
Vio bersumpah akan menjabak rambut cewek itu andai Dito tidak ada di sini.
"Iya."
Maya tersenyum puas mendengar jawaban Dito.
YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...