BAB 17

98 21 10
                                    

P l u t o Z o n e

Untuk pertama kalinya Vio tidak merasa terganggu saat Dito berada di rumahnya. Cowok itu masih asik berbaring di sofa sambil menonton serial kartun ketika Vio hendak menuruni anak tangga.

Vio baru saja selesai dengan ritual paginya, sedangkan Dito bahkan sudah rapih dengan balutan seragamnya sejak pukul enam tadi. Cukup membuat Vio keheranan karena biasanya, cowok itu selalu datang ke sekolah terlambat. Berbeda dengan hari ini.

Tapi tak apa, toh ada untungnya juga cowok itu di sini. Vio jadi tidak perlu repot-repot menunggu lama angkutan umum untuk ke sekolah nanti.

"Lo udah sarapan, Dit?" Tanya Vio saat kakinya menginjak anak tangga terakhir.

Dari sofa, Dito mengangkat kepalanya. Ia memandang Vio sekilas sebelum fokusnya kembali tertuju pada tayangan di televisi.

"Lo mandi apa semedi, sih? Lama banget asli," ucap Dito tanpa menjawab pertanyaan Vio sebelumnya.

Vio memutar bola matanya asal dan meletakkan tas ranselnya ke meja.

"Komen aja lo ah. Mau makan di mana? Ada roti tawar sih sama selai kacang. Ambil sana kalo gak punya malu." Kalimat itu sukses membuat Dito bangkit dari tidurnya dan berjalan ke meja makan di dekat dapur.

Vio hanya menggelengkan kepalanya dan ikut berjalan di belakang Dito.

Dengan semangat cowok itu menggeser kursi di sisi meja makan dan duduk dengan apik. Tanpa disuruh, tangannya mencomot dua buah roti tawar dan meletakkannya ke atas piring. Lalu ia mengoleskan selai kacang ke permukaan roti tadi. Dengan sekali gerakan, Dito menguncah roti selai di tangannya dengan ganas. Seolah belum makan selama seminggu.

Vio berdecak. "Nyesel gue nawarin lo makan."

"Gak boleh pelit sama tamu. Masih sukur gue mau nungguin lo mandi kembang tujuh rupa tadi," jawab Dito di sela kunyahannya.

Vio hanya menanggapinya dengan decihan. Keduanya larut pada makanannya masing-masing.

"Eh, gak ada susu apa? Buatin dong." Dito memandang Vio dengan tatapan jahil. Membuat Vio kesal setengah mati.

"Ngelunjak banget lo. Air keran tuh ada." Vio bangkit dari duduknya untuk segera bersiap berangkat ke sekolah. Dito mengikuti di belakang.

"Galak amat kayak ibu kost."

Setelah mengunci pintu, Vio segera menghampiri Dito yang sudah duduk manis di atas motornya.

"Awas pegangan, tar lo kebawa angin bahaya."

"Sialan lo!" umpat Vio sambil mencubit pinggang Dito. Dito hanya nyengir lebar saat Vio sudah duduk di jok belakang dengan tasnya yang berada di antara mereka.

Yang jelas Vio gak mau berdekatan dengan lelaki di hadapannya barang satu senti pun.

"Udah?" Tanya Dito di balik kaca helm-nya

Vio hanya menyahuti pertanyaan Dito dengan dehaman.

Dengan itu, Dito menstarter motornya dan melaju membelah jalan yang sudah mulai ramai.

P l u t o Z o n e

Setibanya di sekolah, keduanya cukup menjadi pusat perhatian. Mulai dari tatapan kagum, penasaran, bahkan tatapan tidak suka pun sudah banyak Vio rasakan sejak kakinya turun dari motor Dito.

Kini keduanya berjalan beriringan menuju kelas. Sejujurnya Vio risih saat menjadi pusat perhatian seperti itu. Vio sudah menebak bagaimana nasibnya kedepan. Gosip tentang seorang Vio berangkat bersama Dito-sang most wanted- pasti akan cepat beredar. Menjadikan Vio bahan omongan mulut-mulut penggosip di sekolah.

Lagi pula Dito juga 'kan gak cakep-cakep banget. Kelakuan juga abstrak begitu. Vio jadi heran sendiri kenapa sosok seperti Dito menjadi primadona satu sekolah. Vio akui memang Dito sangat berprestasi. Namun, tetap saja tingkah cowok itu amat sangat menyebalkan.

"WIDIH WIDIH ADA PASANGAN BARU CUY. MASIH ANGET!" Keduanya baru saja melangkahkan kaki memasuki kelas saat sebuah suara menggelegar menusuk pendengaran.

Semua siswa lantas menghentikan aktifitasnya dan menatap ke arah pintu, tempat di mana Vio dan Dito diam mematung keheranan.

Sedetik kemudian kelas menjadi heboh. Berbagai celotehan terdengar di sana-sini.

"BENER YA KALO MUSUH ITU BISA JADI CINTA. ASIK DAH!"

"Gaya doang ribut mulu. Aslinya mah ... ada samting. Ya gak tuh?"

"Gak asik kalo belom makan-makan ini mah! BALIK SEKOLAH KE RUMAH DITO GENGS. KITA TUMPENGAN! KUCING SAMA ANJING DI KELAS KITA UDAH AKUR!"

Celetukkan itu berhasil membuat tawa seluruh penghuni kelas pecah. Vio sudah menyalangkan tatapan tajam pada Herta yang sudah asik nyengir menggoda di bangkunya.

Dito justru berjalan santai ke tempat duduknya, seolah tidak masalah akan ledekan teman-temannya. Berbeda dengan Vio yang sudah tersulut emosinya sejak tadi.

Vio menghentakkan kakinya. "DIEM GAK LO SEMUA! EMANG NIH HERTAAAAAA!!!! AWAS LO HER! MATI LO!" Vio berlari mengejar Herta yang sudah kalang kabut menghindari amukan Vio.

Herta menaiki salah satu kursi dan kembali meledek. "Aduh Dito tolongin gue dong! Bini lo ngamuk nih!"

Vio menimpuk penghapus papan tulis ke arah Herta. Dengan sigap cowok itu menghindar. "Mampus gak kena!"

"Bacot!"

Keributan yang Herta ciptakan berhasil membuat beberapa siswa protes karena merasa terganggu. Sedangkan sisanya sibuk menggoda Dito yang malah ikut nyengir di tempatnya duduk.

"Tenang semua. Nanti siang ditraktir Vio makan siomay di kantin," ujar Dito setengah berteriak.

Vio menatap Dito dan melemparnya dengan spidol kelas.

Seisi kelas berseru senang atas ucapan asal Dito tadi.

"DITO KAMPRET! LO KALO NGOMONG SEENAK JIDAT AJA, SIH. ASTAGA DOSA APA GUE!"

"Apa sih Vio sayang?" Ucap Dito yang sangat terdengar menjijikkan di telinga Vio.

Seruan 'cie' kembali memenuhi kelas. Membuat Vio jengah dan memilih duduk ke tempatnya. Ia lelah di-bully abis-abisan pagi ini.

Saat suasana kelas mulai berangsur normal, tiba-tiba saja Naya datang memasuki kelas. Lalu berseru heboh. "VIO, TERNYATA BENER KALIAN JADIAN?!"

Dan seketika semua pandangan tertuju padanya.

Ingin rasanya ia menyumpal mulut Naya dengan cabai rawit setan. Kalo perlu dengan cobeknya sekaligus andai ia tidak ingat bahwa Naya adalah sahabatnya.

'Siapapun tolong culik gue sekarang.'

P l u t o Z o n e



Gimana menurut kalian?
Kritik saran ditunggu ya❤
Terimakasih yang udah nyempetin baca dan ngasih komen xD



Kamis, 11 Mei 2017

Mutia.

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now