BAB 13

136 28 1
                                    

P l u t o Z ∅ n e

Setelah sholat subuh, dengan rasa kantuk yang masih menggelayuti, Vio berjalan tertatih menuju kamarnya. Malam tadi Vio baru bisa benar-benar tertidur pada jam dua pagi.

Hampir saja ia menabrak daun pintu kamarnya andai sang mama tidak berteriak mengingatkan. Gadis itu terkejut, hanya sebentar. Tanpa mau membuang waktu, Vio dengan piyama kebesarannya membaringkan tubuh di atas kasur. Tidak butuh waktu lama untuk membuat mata gadis itu sepenuhnya terpejam.

Ritual di hari sabtu selalu seperti ini. Bangun kesiangan, lalu sarapan, menonton televisi sambil menghabiskan stock cemilan di kulkas, membantu mama di dapur, bermalas-malasan ria tanpa berniat keluar rumah untuk sekedar berjalan-jalan -kecuali jika Naya datang dan memaksanya. Namun, kali ini ritual bangun siangnya terancam gagal -atau sudah gagal?

Tidak. Bukan karena Naya yang tiba-tiba datang. Lagipula Naya masih waras untuk mengganggu orang pagi buta begini.

Masih pagi buta 'kan?

Rasanya dirinya baru memejamkan mata kurang dari lima menit. Tapi, mamanya sudah berteriak dari lantai bawah menyerukan namanya. Biasanya, Anita akan memaklumi dan memberi kelonggaran waktu untuk Vio yang bangun lewat dari jam delapan pagi. Mungkin ia tau jika rutinitas anaknya di sekolah cukup membuat energi terkuras habis. Tapi tidak dengan hari ini.

Vio bergumam malas. Tanpa mengindahkan ocehan sang Mama, gadis itu kembali memeluk guling dengan erat.

"Makanya kamu tuh gak usah janjian pagi-pagi kalo males bangun begini!" Oceh Anita yang kini sudah berada di kamar Vio. Tangan wanita itu dengan gesit menggoyang-goyang tubuh Vio.

Vio mengaduh kesal. Vio tidak ada janji dengan siapapun pagi ini asal mamanya tau.

"Bangun, atau mama siram pake air kulkas?"

Vio membalikkan tubuh menghadap sang mama.

"Vio gak janjian sama Naya, apalagi sepagi ini Mah," ucap Vio lesu.

"Liat jam dong kak, kasian itu ditungguin."

"Siapa sih, suruh pulang aja. Aku ngantuk." Vio menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Melihat kelakuan anaknya yang keras kepala, sang mama hanya menggelengkan kepala seraya berjalan keluar kamar dan menutup pintu.

Aelah, gak bisa liat orang tenang dikit apa

Baru saja ia hendak memejamkan mata, tiba-tiba pintu kembali terbuka. Rasanya Vio ingin mengumpat andai ia tidak ingat bahwa Anita adalah mamanya. Ia masih tau batas sopan santun tentunya.

"Kalo gak mau pulang biarin aja orang itu nunggu sampe bosen Mah," ucap Vio sewot. Kesal karena gangguan kecil tadi membuat rasa kantuknya entah hilang kemana. Yang tersisa hanya rasa malas untuk beranjak dari kasur tercintanya.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Hening. Tidak ada jawaban dari Mamanya. Penasaran, akhirnya Vio memutar kepalanya.

Saat melihat figur seseorang yang berdiri tepat di sebelahnya itu, Vio sontak saja membulatkan matanya.

"LO NGAPAINN?!" Tanpa babibu, Vio segera loncat dari kasurnya dan mendorong bahu orang itu tanpa ampun. Saking kagetnya, gadis itu sampai lupa dengan penampilannya yang benar-benar kusut dengan sudut bibir yang dihiasi 'sesuatu' yang telah mengering. Hal itu tentu saja mengundang tawa lelaki yang menjadi sasaran amukan Vio.

Vio mendorong paksa punggung lelaki itu hingga keluar kamar dan menyuruhnya turun ke lantai bawah.

Sang mama yang tengah sibuk di dapur sampai rela menghentikkan aktifitasnya akibat kegaduhan yang terjadi. Ia menatap dua manusia di hadapannya dengan keheranan yang nyata.

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now