BAB 5

257 72 39
                                    

P l u t o Z ∅ n e

"Nyatanya ayah gak peduli sama dia,"

"Dito capek bujuk Ayah. Dia capek nunggu Ayah. Dan Ayah juga capek 'kan sama dunia dan urusan Ayah sendiri."

Dito menghela napas. Ini sudah kedua kalinya ia berdebat dengan sang ayah di telepon.

Dito lelah, ia lelah dengan sikap ayahnya yang terlalu tidak acuh. Bahkan untuk urusan seperti ini Ayahnya tetap keukeuh mikirin urusan bisnisnya. Semuanya gak harus tentang uang. Nyatanya sekarang, dia cuma butuh kehadiran Ayahnya. 

Dito ngga bisa ngelak kalo uang yang Ayahnya transfer tiap bulan emang penting buat biaya Dito sehari-hari. Tapi, untuk kali ini kehadiran Ayahnya yang terpenting. Setidaknya untuk Navhira, adik perempuan Dito yang kini tengah terbaring koma di ruang ICU.

Udah seminggu dan nggak ada perubahan. 

Dito memandang ke dalam ruang dimana Navhira terbaring. Ia menatap adiknya terluka. Harusnya dia datang waktu itu. Harusnya dia bisa ngejaga Navhira. Semuanya udah terlanjur, dan rasa bersalah masih menggelayuti pikirannya.

"Kak, Navhira kecelakaan."

Dua kata. Namun mampu mengubah hidupnya

Dito yang sedang latihan futsal, buru-buru ninggalin lapangan buat pergi ke rumah sakit. Hatinya ngga karuan. Amarah seakan ngga bisa dia bendung lagi. Segala macam umpatan ia simpan dalam-dalam.

Brengsek.

Sesampainya di rumah sakit, ia melihat adiknya yang terbaring lemah dengan banyak perban di kepalanya dan ditemani oleh segala macam selang yang membantu Navhira tetap bernapas. Navhira koma. 

Dengan emosi menggebu-gebu. Dito berjalan ke arah seorang cowok yang sedang duduk di kursi yang berada tepat di depan ruang ICU tempat Navhira dirawat. Cowok itu sama terlukanya dengan Dito.

Bugh!

Satu tonjokan menghantam rahang cowok itu. Dengan napas terengah Dito menarik kerah seragamnya.

"Lo ... brengsek!" Ucap Dito lirih. Dito menatap cowok di hadapannya berapi-api. Yang ditatap hanya menundukkan kepalanya penuh rasa sesal.

Perlahan, cengkramannya pada kerah cowok itu melemah. Dito mengusap wajahnya gusar. Lalu pandangannya beralih pada makhluk di sebelahnya.

"Dari awal gue ngga suka sama hubungan kalian. lo harusnya ngerti."

Cowok itu menunduk. Merutuki kebodohannya.

Seminggu sudah berlalu. Namun Navhira belum juga ingin membuka mata.

Sore ini, sepulang sekolah, Dito langsung pergi ke rumah sakit karna adiknya ngga ada yang nungguin. 'Cowok itu' ngga bisa jenguk Navhira karena harus pergi ke bandara nganter Oma-nya.

Mereka emang udah sepakat buat gantian jagain Navhira. Ayah Dito yang sibuk membuatnya kelimpungan. Ia harus nyari kos-kosan terdekat dari rumah sakit, jadwal tidurnya terganggu gara-gara mikirin kesembuhan adiknya. Sekolahnya juga jadi berantakan, dan dia juga harus belajar hemat sekarang. Biaya rumah sakit Navhira gak bisa dibilang kecil.

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now