P l u t o Z ∅ n e
Matahari sudah mulai tenggelam saat Ghana selesai berlatih futsal di sekolah. Turnamen yang semakin dekat memaksa mereka untuk mempersiapkan diri dengan semaksimal mungkin. Usaha itu dilakukan semata-mata demi mempertahankan posisi sekolah mereka yang telah unggul, khususnya di wilayah Jabodetabek dan tetap menjaga image timnya yang sangat disegani. Hal tersebut membuat mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk maju ke kancah nasional yang sudah di depan mata.
Dengan handuk yang bertengger di lehernya, lelaki bertubuh kekar dengan kulit yang tidak bisa dibilang hitam meskipun hampir setiap hari terkena teriknya sinar matahari itu berjalan menuju ruang ganti bersama beberapa anggota futsal yang lain.
Ia hendak membuka loker ketika suara gaduh di luar terdengar. Ia mundur beberapa langkah dan menolehkan kepalanya untuk melihat apa yang tengah terjadi.
Terlihat Haikal, senior kelas 12 tengah menatap tajam Rico yang wajahnya memerah karena menahan emosi.
Penasaran, akhirnya Ghana buru-buru berjalan keluar.
"Gue udah bilang, suruh dia balik latihan! Kenapa susah amat hah!" Suara Haikal terdengar melengking. Membuat beberapa orang disekitarnya meringis. Namun tidak ada yang angkat bicara. Semua terdiam seolah sedang menyaksikan pertunjukkan drama.
Ghana menghampiri keduanya. Ia berdeham pelan. "Percuma kalian ribut. Disini kita satu tim, jangan bikin masalah baru," Ghana beralih menatap Haikal yang kini mulai melunak. "Lo senior dan gue hormatin itu. Tapi bukan berarti lo berhak seenaknya sama junior. Masalah Dito biar gue yang urus. Kita harus fokus karna turnamen gak lama lagi." Semua pandangan tertuju pada Ghana. Dari sudut mata, Ghana bisa melihat Rico yang mengehembuskan nafas lega.
"Bocah itu yang cari masalah. Kalo dia bukan kapten dan anak kesayangan coach, bodoamat gue."
"Mending lo minta maaf sama Rico. Dan kita bubar." Ghana menepuk bahu kakak kelasnya. Mengisyaratkan agar melakukan perintahnya tadi.
Hening sejenak.
Haikal kembali menyahut, "Anak futsal gak selebay itu cuma karna dibentak. Iya kan Ko?" Haikal melirik Rico tanpa menghilangkan senyum miringnya. Semua orang disana paham betul, sindiran tadi berhasil membuat Rico salah tingkah. Ia gondok juga sebenarnya.
"Guys gue duluan, doi udah nunggu." Farid menyampirkan tas nya di bahu sebelum melambaikan tangan seraya berjalan meninggalkan lapangan.
Semua mengangguk.
Beberapa anggota futsal yang menyaksikan perdebatan tadi mulai berhamburan ke ruang ganti dan sisanya mengikuti Farid untuk meninggalkan lapangan.
Kini hanya tersisa mereka bertiga. Dengan tatapan menghunus satu sama lain.
"Anak futsal juga gak se-drama kayak cewek gini. Minta maaf atau kita bakal diem disini sampe lumutan." Ghana berusaha mencairkan suasana.
"Besok-besok kita datengin Dito rame-rame. Biar lo tau gimana batunya dia," ucap Rico santai. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya meskipun sangat payah.
Mereka tertawa. Kemudian Ghana menepuk bahu keduanya dan beranjak menuju ruang ganti. Tanpa Ghana sadari, baik Rico ataupun Haikal, sama egoisnya untuk sekedar saling memaafkan.
Kadang cowok memang bisa serumit itu.
P l u t o Z ∅ n e
Ghana baru selesai mandi dan berganti pakaian. Ia berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Wajar saja, hari ini hari sabtu, tidak ada kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ekskul juga sudah selesai sejak berjam-jam lalu.

YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...