BAB 7 (a)

174 51 17
                                    

P l u t o Z ∅ n e

Untuk kesekian kalinya Dito menguap di tempatnya duduk. Ia menerjapkan mata berkali-kali, berusaha mengusir rasa kantuk yang melandanya.

KBM akan berakhir sebentar lagi. Entah mengapa, Bu Ika, guru sejarah yang sedari tadi menerangkan materi di depan sana seolah tak berniat untuk menyudahi kalimat-kalimat yang terlontar dari mulutnya. Membuat para penghuni Mia 4 bosan setengah mati.

Pasalnya, pelajaran sejarah sama sekali ngga menarik minat Dito. Sejarah itu masa lalu, ngga perlu diungkit. Cukup dijadikan kenangan dan pelajaran untuk kedepannya. Gimana mau maju kalo terus terjebak masa lalu?

Alasan yang nyatanya masuk akal 'kan? Jangan salahin Dito yang punya pikiran kayak gitu.

Gerutuan mulai terdengar di penjuru kelas. Penjelasan yang monoton membuat hampir seluruh siswa kelas ini ingin buru-buru ke luar kelas yang rasanya sudah seperti neraka.

"Bu, kayaknya bel sekolah rusak deh." Taufan si biang rusuh kelas angkat bicara. Membuat seluruh pandangan tertuju padanya.

Bu Ika terlihat diam sejenak sebelum akhirnya ia melirik jam yang terpampang di dinding kelas. "Lho, kalian kok ngga ingetin ibu sih?"

"Baru inget gara-gara suara adzan bu!" Herta yang duduk dibelakang Taufan menyahut.

"Nunda sholat kan ngga baik bu." Adryan, teman sebangku Dito ikut menimpali.

Bu Ika terlihat merasa bersalah, membuat mereka menahan tawanya.

"Aduh, maaf maaf. Besok kita lanjutkan materinya. Silahkan siap-siap pulang. Sore semua!" Bu Ika melangkahkan kakinya ke luar kelas.

"Gue duluan yap. Jangan lupa piket!" Naya menyampirkan tasnya di punggung sebelum melenggang meninggalkan kelas. Tanpa diingatkan pun Vio sudah ingat bahwa hari ini adalah jadwalnya piket kelas.

Dengan lesu, Vio menggeser mejanya dan beranjak untuk mengambil sapu. Itu berarti dirinya harus melewati meja Dito.

Vio melangkahkan kaki perlahan. Diliriknya Dito, cowok itu terlihat tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Dengan gerakan lesu. Tatapan matanya sarat akan lelah.

Vio membuang wajah saat Dito menoleh kan kepalanya. Tanpa pikir panjang, Vio segera menuju pojok kelas dan berusaha biasa saja saat berpapasan dengan cowok itu.

Saat dirinya hendak kembali ke barisan dimana ia duduk, tiba-tiba saja tubuh Dito menghadangnya.

Kepala Vio terangkat. Mencoba untuk mensejajarkan pandangannya dengan cowok yang beberapa senti lebih tinggi darinya.

Alisnya tertaut.

"Apaan?" Gadis itu mundur beberapa langkah, sadar akan jarak yang terlalu dekat di antara keduanya.

Dito menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Terlihat gugup.

"Hm, balik bareng gue?" Ajak Dito yang malah terdengar seperti pertanyaan.

"Ish, aneh banget sih." Vio mendorong Dito. Lalu beranjak untuk mulai menyapu kelas.

"Tadi ngambek, sekarang ngajak balik bareng. Maunya apa?" Vio menghentakkan sapu yang ia pegang ke lantai.

"Eh Vio!"

Vio menoleh, terlihat Manda yang tiba-tiba datang entah dari mana.

"Gue piket besok ya, udah telat mau les nih." Setelah mengambil tas, Manda pergi meninggalkan kelas. Menyisakan Vio dan Dito yang berada dalam ruangan itu.

Vio menghela napas. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Sudah wajar bagi mereka yang mendapat giliran piket dihari Rabu.

Vio meletakkan sapunya ke sisi meja. Lalu melangkah menuju papan tulis.

"Bete banget ish. Piket sendiri mulu!" Vio menggerutu. Tangan kanannya ia gunakan untuk menghapus tulisan-tulisan yang terpampang di papan tulis.

Vio berjinjit, berusaha menggapai bagian tulisan yang berada di bagian atas papan tulis.

"Boncel," Ucap Dito dari tempat ia berdiri. Vio menoleh dan menatap Dito dengan pandangan ingin membunuh.

"Gue ngga boncel ya," Jawab Vio tak mau kalah.

Vio menghela nafas sebelum akhirnya Dito mengambil alih penghapus papan tulis yang ia pegang.

"Gak boncel, cuma kurang tinggi gitu?"

"Badan lo aja ketinggian." Vio berbalik dan mengambil sapu yang tadi ia letakkan di sisi mejanya dan mulai menyapu kelas.

"Boncel, galak, rusuh, pantes jomblo."

Vio berdecih, lalu melempar botol mineral kosong yang tergeletak di lantai kearah Dito. Tepat mengenai bagian belakang kepala cowok itu.

"Ngapain gue harus sok baik di depan makhluk macem lo?"

"Pala gue udah difitrahin dodol."

"Ga peduli."

P l u t o Z ∅ n e

"Lho, lo ngekost?" Hanya itu yang dapat Vio tanyakan setelah mereka tiba di sebuah bangunan berlantai dua dengan cat hijau muda itu.

Dito hanya berdeham, lalu mempersilahkan Vio masuk kedalam.

"Emang rumah lama lo kenapa?" Tanya Vio lagi. Dia sangat penasaran kenapa bisa-bisanya Dito memilih ngekost dengan letak yang lumayan jauh dari sekolah.

"Abis ini temenin gue ya?"

"Lah, lo udah nyulik gue kesini. Mau kemana lagi coba?" Vio menggerutu.

"Rumah sakit."

Dua kata. setelahnya Vio terdiam. Mulutnya terkunci rapat. Terlalu banyak hal yang Vio ngga tau tentang Dito. Entah kenapa hatinya seakan merasa bersalah.

Vio sadar, mungkin selama ini ada sisi lain dari Dito yang tidak cowok itu tunjukkan kepada orang lain.

Dan Vio terlalu munafik untuk tidak peduli.

P l u t o Z ∅ n e

Haiii~ gomen for late update ):

semoga part ini ngga mengecewakan ya^^

Kritik saran sangat ditunggu

Arigatou minna^^

[Mutia]

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now