BAB 20

56 10 6
                                    

P l u t o Z o n e

Harusnya Vio tidak perlu seberharap ini. Sehabis berdebat dengan Dito yang tak membuahkan hasil dan malah membuang waktu sia-sia, Vio buru-buru mendatangi kelas Ghana. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan cowok itu.

Vio menggerutu sebal, karena jika saja ponselnya tidak berpindah tangan pasti ia bisa dengan mudah menghubungi Ghana dan menanyakan posisinya sekarang.

Dan nyatanya sekarang Vio lelah berkeliling ke penjuru sekolah. Meski hanya koridor kelas sepuluh, lapangan outdoor, dan pelataran parkir saja yang Vio telurusi sih. Tapi 'kan tetap saja kakinya terasa pegal setelah mengelilingi lapangan sekolah yang serasa lapangan sepak bola sungguhan itu.

Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu mengatur napasnya yang terengah beberapa kali. Sesekali ia usap peluh yang membasahi dahinya. Ia menyerah. Mungkin Ghana melupakan janjinya. Tunggu, apa bisa disebut janji?

Huh, Vio kecewa. Ia pun dengan pasrah berjalan keluar dari gedung sekolah untuk menunggu angkutan umum yang lewat.

Siapapun yang melihat wajah Vio yang kusut saat ini pasti akan berpikir dua kali untuk mendekat.

"Tta!"

'Kan, harusnya ada pengecualian bagi cowok bernama Dito yang kini malah memberhentikan motornya tepat di hadapan Vio yang jelas-jelas sedang dalam mode senggol bacok.

Vio melengos tanpa membalas panggilan cowok itu.

"Woy, gak seru lo gitu aja ngambek!" sindir Dito di balik kaca helm-nya.

Lagi-lagi Vio diam. Ia malas beradu mulut dengan spesies semacam Dito yang benar-benar menyebalkan baginya. Vio capek.

"Mama lo balik hari ini 'kan? Lo gak ada niatan buat jemput ke bandara?"

Lho? Kok Vio bisa lupa. Aduh.

Vio meringis. "Gue lupa."

"Dasar anak durhaka. Ayo gue anter. Gak bakal sempet kalo cari taksi. Jam macet."

Dengan berat hati gadis itu melangkahkan kaki mendekati Dito dan naik ke atas jok motor tanpa melepas ekspresi bete di wajahnya.

Demi Mama.

P l u t o Z o n e

Tepat pukul tujuh malam Vio tiba di rumah bersama sang Mama juga Dito. Setelah menyempatkan makan malam bersama, Anita bergegas masuk ke kamar untuk beristirahat. Vio tentu sangat memaklumi hal tersebut sehingga ia yang mengambil alih untuk membersihkan meja makan. Meski itu artinya ia harus ditinggal bersama Dito.

Sebenarnya ini bukan kemauannya. Tapi tak apa, Vio masih memiliki sedikit empati untuk Dito yang telah mengantarnya tadi. Toh, ponselnya pun sudah dikembalikan setelah Vio mengancam tidak akan mau berbicara dengannya lagi dan mengadukan masalah ini kepada Mama.

Vio senang tentunya.

Selesai dengan urusan meja makan, Vio buru-buru membantingkan tubuhnya ke atas sofa di depan televisi yang menyala. Dito sedang asyik bermain PS tanpa mengindahkan Vio yang duduk di belakangnya. Bodo amat deh Vio juga gak peduli.

Dengan ponsel di tangan, Vio langsung mengusap layar benda berbentuk kotak itu dan mengklik ikon sosial media berwarna hijau.

Puluhan notifikasi pun terpampang jelas. Jari gadis itu men-scroll deretan pesan-pesan dan otomatis berhenti saat matanya menangkap nama yang ia cari. Tanpa pikir panjang ia membuka room chat dengan orang tersebut.

3 missed call from Daeghana Wicaksono

Lo dimana? (15.59)

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now