P l u t o Z ∅ n e
Vio salah.
Dito emang dasarnya nyebelin. Sekarang hampir jam setengah lima dan Vio terpaksa nungguin Dito latihan futsal.
Mereka udah janjian bakal mampir ke Kafe Domino pas pulang sekolah buat ngerjain tugas Bu Weni. Tapi entah disengaja atau tidak, Dito sama sekali gak bilang sama Vio kalo hari ini jadwalnya anak futsal latihan.
Kalo bukan demi tugas terkutuk Bu Weni, dia pasti udah di rumah sekarang. Vio mendengus sebal. Harusnya dia tahu dari awal kalo tingkah nyebelinnya Dito udah mendarah daging.
Getaran ponsel di saku seragam Vio mengalihkan perhatiannya dari Dito yang baru saja tersenyum penuh kemenangam setelah berhasil mencetak gol di gawang lawan.
Ternyata notif chat Line dari Naya.
Nayalay : Usus sapi gue gada yg berubah anjir.
Nayalay : kasian emak gue keliling pasar nyari gituan.
Vio : jaman, ngerjain? HEHE:)
Vio nyengir kaya orang gak waras sekarang. Merasa bangga karena gak perlu susah payah mempraktekan apa yang ditugaskan Bu Weni.
Bukan apa-apa, hanya saja bahan yang digunakan sungguh menjijikan. Usus sapi. Vio sangat anti dengan segala macam jeroan sapi, bahkan jeroan ayam sekalipun.
Vio bergidik ngeri membayangkannya.
"Ngapa lo?" sebuah suara mengejutkan gadis itu. Vio mengadahkan wajahnya. Matanya menangkap sosok Dito yang baru saja selesai bermain. Dito mengambil botol mineral di tasnya dan meminumnya hingga tak bersisa.
"Kayak orang kesambet." Dito melempar botol yang sudah kosong tadi ke dalam tong sampah yang tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. Matanya kembali tertuju pada Vio yang memasang wajah super kesal tingkat dewa.
"Kalo gue kesambet, lo setannya," ucap Vio sakartis, membuat satu jitakkan mendarat di dahi gadis itu.
"Udah sore, gue ganti baju bentar. Abis itu langsung kita ngerjain laporannya." Dito menyambar tas ranselnya dan melangkah pergi untuk berganti pakaian di ruang ganti.
Rese banget jadi titisan iblis. Astagfirullah. Gatau diri.
P l u t o Z ∅ n e
Decitan pintu terdengar begitu mereka memasuki kafe. Jam sudah hampir menunjukkan pukul lima sore. Kafe cukup ramai sore ini. Didominasi oleh para mahasiswa, sisanya hanya ada beberapa gelintir anak SMA dan para karyawan kantor, mengingat saat ini sudah memasuki jam pulang kerja.
Keduanya berjalan beriringan menuju meja nomor 8, tepat di sebelah kanan kasir. Tempat biasa Dito ngumpul sama temen-temen satu gengnya.
"Jadi, kita harus ngapain?" Vio mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. Sejak malam tadi Dito sudah berpesan agar Vio membawa benda itu untuk browsing nyari materi laporan. Sebenernya Vio males bawa-bawa laptop karna berat-beratin tas menurutnya. Tapi, Dito ngancem gak bakal ngasih contekkan laporannya ke dia.
"Hm, coba lo searching tentang difusi sama osmosis."
Vio hanya mengangguk dan mulai menjelajah internet sesuai perintah Dito tadi.
YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...