BAB 22

46 6 5
                                    

P l u t o Z o n e

Bi Minah tiba di rumah sakit beberapa menit setelah Dito mengabari perihal kabar terbaru Vhira yang sudah membaik. Setelah pamit untuk keluar sebentar, akhirnya Vio dan Dito menemukan kafetaria ini. Hanya sekitar duaratus meter dari rumah sakit.

Keduanya duduk berhadapan tempat di sebelah dinding kaca besar yang berbatasan langsung dengan smoking area.

Semburat jingga yang terlukis di langit menambah kesan damai bagi Vio. Matanya tak kunjung lepas dari pemandangan itu. Apalagi, hilir mudik kendaraan dan lampu-lampu jalan semakin mempercantik suasana.

Dito mengekori arah pandang gadis di hadapannya. "Lagi banyak pikiran, Ta?"

Vio menoleh dan menatap Dito yang kini juga menatapnya. "Gak. Gue suka aja pemandangan jalan sore-sore gini. Rame tapi bikin tenang sekaligus," ucap Vio sambil meraih milkshake-nya.

"Sama dong. Gue juga suka."

Vio menyeruput minumannya. "Masa?"

Dito mengangguk. "Iya. Soalnya sambil liatin lo."

Mendengar itu Vio hampir tersedak dibuatnya. Ia mengusap-usap dadanya pelan. Ia terlalu alergi mendengar kata-kata penuh maksud terselubung seperti itu.

"Jijik."

Dito tertawa ngakak. Kayaknya bahagia banget ngeliat Vio mencak-mencak karena ulahnya.

"Jangan sok jual mahal. Nanti nyesel, gue gak tanggung jawab."

"Lo aja yang kemurahan."

"Duh, harga diri gue tersakiti."

Vio melengos saat Dito menunjukan ekspresi sok sedih yang menyebalkan.

"Ta, gue mau bilang sesuatu."

"Bilang aja. Gak usah kayak anak SMP mau nembak cewek."

Dito terkekeh mendengar jawaban pedas yang sudah menjadi ciri khas gadis itu. Ia pun menegakkan punggungnya dan merubah raut wajahnya menjadi cukup serius. Baru bisa dibilang 'cukup' karena faktanya bawaan tengil Dito masih saja nampak di balik tampang sok seriusnya itu.

"Kalo gue suka sama lo gimana?"

"Urusan lo."

Bodohnya, jantung Vio malah berdebar gak karuan sekarang. Ia mengumpat dalam hati.

"Anjrit. Gue serius." Dito mengusap kasar wajahnya.

"Ya lo kira gue bercanda? Itu urusan lo 'kan? Terus gue harus kayang sambil roll depan gitu?"

"Kok nyebelinnya kambuh ya," ucap Dito sebal.

"Kebanyakan gaul sama lo sih."

"Yaudah bodo deh. Nanti juga lama-lama lo naksir gue."

"Apaan sih lo, Dit."

"Cieeee salting. Haha!" Dito tertawa ngakak saat melihat rona merah di pipi Vio. Vio lantas membuang wajahnya dan mencubit tangan Dito sekencang mungkin.

"Babon. Sakit woi!" Dito mengusap-ucap tangannya yang memerah akibat cubitan maut Vio. Vio cemberut sambil berkali-kali berkata, "Sukurin lo, mang enak!"

Setelahnya, baik Vio maupun Dito hanya diam dan fokus pada makannya masing-masing.

Seolah teringat sesuatu, Vio lantas merogoh tasnya dan mengambil benda pipih di dalamnya. Ia lupa jika sedari tadi ia mematikan ponselnya.

"Dit, kalo gue jadi lo, gue bakal jeblosin pacar bejatnya Vhira ke penjara deh."

"Kayak gitu butuh biaya, Ta. Lagian dia berlindung di balik jabatan bokapnya. Biarin deh gue udah puas ngehajar dia waktu itu."

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now