P l u t o Z ∅ n e
Anita terlihat buru-buru saat Vio baru saja keluar dari kamar. Mamanya sibuk meletakkan peralatan memasak yang baru saja dicuci ke dalam rak piring. Selagi kedua tangannya sibuk dengan benda tersebut, kepalanya ia gunakan untuk mengapit telepon genggam yang sedari tadi menerima telepon dari rekan kerjanya.
"Baik, saya akan segera berangkat sepuluh menit lagi. Iya...iya saya mengerti."
Vio menghampiri sang mama. "Sini Vio bantu Ma..." Vio mengambil alih piring dan semacamnya dari genggaman sang Mama. Perempuan itu sempat berterimakasih dan mengecup kening Vio sebelum berjalan tergesa menuju kamarnya.
Kalau sudah seperti ini Vio mengerti. Pasti urusan pekerjaan. Ini bukan hal asing lagi bagi Vio. Sejak Ayahnya ditugaskan bekerja di perbatasan sana, Anita menjadi lebih giat bekerja. Ayahnya baru akan pulang setahun sekali atau pernah sekali waktu itu Ayahnya tidak pulang sama sekali.
Vio bukan tipikal anak manja. Ia sudah terbiasa hidup mandiri. Ia mengerti sebagai TNI, Ayahnya berkewajiban mengabdi kepada negara dan Vio sangat bangga pada Ayahnya itu.
Vio menutup rak piring hati-hati. Dan menghampiri Mamanya di kamar.
"Ada urusan mendadak lagi Mah?" Tanya Vio.
Anita menengok, ia tersenyum simpul. "Maaf kak, mungkin minggu depan Mama baru pulang. Ada rapat di luar kota dan ini mendadak banget," jelas Anita panjang lebar.
Dalam hati Vio mengaduh, ini artinya ia akan ditinggal sendiri lagi di rumah. Bukan apa-apa, Vio hanya sedikit was-was karena biasanya sang Mama hanya meninggalkan rumah selama tiga hari. Tidak pernah selama ini.
"Kalo perlu sesuatu kamu minta aja sama Bi Minah, nanti Mama minta tolong ke dia."
Asal kalian tahu, keluarga ini tidak memiliki asisten rumah tangga. Meski sibuk, Anita selalu berusaha membagi waktu sebagai sosok ibu yang baik bagi anaknya. Ia juga mengurus semua pekerjaan rumah seorang diri. Maka dari itu jika Anita harus pergi keluar kota, maka Vio akan dititipkan pada Bi Minah, asisten rumah tangga Vhira. Pernah waktu itu, saat usianya baru menginjak 14 tahun, ia dititipkan di rumah keluarga Vhira. Dan itulah awal mula Vio bisa mengenali gadis yang ternyata adik Dito itu. Entahlah, saat itu Vio tidak pernah melihat Dito di rumahnya. Atau mungkin memang Dito tidak pernah tinggal disana? Ah kenapa Vio jadi terbawa perasaan begini.
Vio menepis pikiran sepintas yang berseliweran di kepalanya dan akhirnya mengangguk paham.
Setelah Anita selesai menyiapkan keperluannya, mereka jalan beriringan menuju ruang tamu.
Suara klakson terdengar begitu mereka hendak melangkahkan kaki keluar rumah.
Anita memeluk Vio erat. "Hati-hati ya sayang. Kalo ada apa-apa kamu ke Bi Minah aja. Minggu depan Mama pulang."
Vio membalas pelukan mamanya. Ia hanya mengangguk tanpa berniat mengeluh dan membuat mamanya pusing.
Mereka melepas pelukannya.
"Daaahh...Mama berangkat!" ucap Anita seraya berjalan meninggalkan Vio yang tengah melambaikan tangannya.
"Hati-hati Mah, see you!"
P l u t o Z ∅ n e
Sore ini Vio menghabiskan waktu di rumah Dito. Sejak beberapa jam lalu hujan turun begitu deras, membuat hawa dingin semakin terasa menusuk kulit.
Sebenarnya Vio bisa saja menunggu sendiri di rumah. Namun, mamanya menelepon dan berpesan agar Vio tinggal sementara di rumah Dito sampai hujan reda. Anita memang sekhawatir itu. Padahal, Vio tidak masalah jika harus berada sendiri di rumah meski hujan deras mengguyur bumi.
YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...