BAB 16

124 18 2
                                    

P l u t o Z ∅ n e

Navhira buru-buru turun dari kamarnya yang berada di lantai atas saat suara klakson terdengar di bawah sana. Ia yang sudah rapih dengan dress peach selutut langsung memakai heels-nya dan berlari kecil untuk menghampiri seseorang yang ia tunggu sejak tadi.

Senyumnya merekah saat tiba di hadapan lelaki itu.

Lelaki dengan balutan kemeja merah marun itu segera membukakan pintu mobil kemudian mempersilahkan Navhira masuk bak tuan putri.

"Kita mau kemana sih?" Vhira bertanya penasaran. Lelaki yang duduk di sampingnya lantas tersenyum.

"Rahasia dong! Kan surprise" Lelaki itu mengacak pelan rambut Vhira dengan sebelah tangannya. Membuat desiran hangat menjalari pipi gadis itu. Ia terlalu senang hari itu. Hingga ia lupa batasan yang seharusnya tidak boleh dilanggar yang sampai sekarang masih mereka sesali.

P l u t o Z ∅ n e

Vio dan Dito baru saja tiba di rumah sakit tepat pukul lima sore. Jam besuk hanya tersisa kurang dari satu jam lagi. Keduanya lantas bergegas menuju ruangan dimana Vhira terbaring koma.

Vio mencengkram tali tas slempangnya kuat-kuat. Entah sudah berapa kali ia menggigit bibirnya sendiri, yang jelas rasa gugup membuatnya ingin buang air besar sekarang juga. Maafkan Vio yang terlalu berlebihan.

Dirinya kembali melangkahkan kakinya lebar-lebar, berusaha mensejajarkan langkah dengan Dito yang sudah lebih dulu berjalan di depan.

"Dit," Vio menarik ujung jaket yang cowok itu kenakan.

Dito hanya berdeham tanpa berniat menghentikan langkahnya. Vio menarik ujung jaket Dito lagi, membuat cowok itu terpaksa berhenti dan berbalik menatap Vio yang sudah keringat dingin.

"Jangan bilang lo mau pulang," sungut Dito dingin. Vio menundukkan kepalanya dan kembali meremas ujung jaket Dito. 

"Dito, aduh gak peka banget sih lo," Vio berjingkat-jingkat seraya mengedarkan pandangannya ke penjuru koridor rumah sakit, Dito menautkan kedua alisnya heran. "Gue manusia, bukan robot yang ngerti kode-kode gak jelas lo. To the point bisa gak? Gih sana kalo mau balik, ogah gue nganterin." Dito hendak berjalan kembali sebelum akhirnya gadis di sebelahnya mencekal lengannya, mau tidak mau cowok itu tetap berdiri di tempatnya dan melemparkan tatapan tajam ke arah Vio.

"Gue kebelet pup ish! Toilet di mana astagaaa!!" Vio menjerit tertahan. Mendengar penuturan Vio barusan, Dito lantas tertawa terbahak-bahak. "Pantes dari tadi gue nyium bau tak sedap. Gak taunya ada yang lagi naber hahaha!"

Vio mencubit lengan Dito gemas. Di saat seperti ini bisa-bisanya cowok itu meledeknya. Andai perutnya sedang tidak dalam kondisi ingin 'itu' sudah pasti Dito akan ia pukuli habis-habisan.

"Ih toilet dimana Astaghfirullah Dito kampret!"

"Gaya-gayaan nyebut, ujungnya tetep aja gak jaga lisan. Lagian juga nih ya, jam besuk lo tuh bentar lagi. Gak keburu kalo pake acara nyetor dulu."

"Lo ngerti darurat gak sih?"

"Lah emang gue peduli?"

"Plis ya Dit. Gue. Serius. Udah. Gak tahan. Ngajak ributnya. Pending. Dulu." Sebenarnya Dito masih ingin menjahili gadis itu. Namun, melihat tatapan Vio yang sudah memelas membuat Dito sedikit prihatin dan berhenti menggodanya lagi. 

"Tapi lima menit kelar ya?"

"Sialan."

P l u t o Z o ne

Pluto ZoneWhere stories live. Discover now