P l u t o Z ∅ n e
Jam istirahat ke dua telah berakhir. Teh Rima sudah kembali dari Tata Usaha dan kini waktunya Naya dan Vio kembali ke kelas.
"Ah, jantung gue." Vio memegangi dadanya. Membuat Naya ingin menjitak kepala temannya agar ia sadar dan kembali ke dunia nyata.
"Tuhkan, lo abis jalan ya sama adek kelas cogan itu kemaren. Ngaku lo!" Naya menggandeng tangan Vio. Memaksa agar ia memberi penjelasan soal isi chat Vio yang tertulis 'lagi nongki nih sama pacar'. Naya penasaran dan ia butuh penjelasan.
Vio nampak berpikir sebelum akhirnya ia tertawa. "Jangan bilang, lo ngira gue jalan ama Ghana."
Naya memutar bola matanya. "Yaa teruss?"
"Aamiin deh Aamiin gue bisa jalan ama doi. Tapi gue kemaren lagi sama Dito." Vio terlihat sumringah sebelum akhirnya cemberut saat menyebut nama cowok itu. Siapa lagi kalo bukan si Dito.
"Oh, ada udang dibalik bakwan kalo gini nih." Naya melepas gandengan tangannya pada Vio. Ia menghadang jalan gadis di hadapannya. Naya melipat tangannya di depan dada dan menatap Vio penuh selidik.
Vio balik menatap Naya. Nggak ngerti sama maksud tatapan gadis itu.
"Lo ngga bales chat gue, terus lo bilang lagi sama pacar, dan ternyata itu Dito? Wah jangan-jangan lo diem-diem--"
"Diem-diem apaan. Udah ah ngapain jadi bahas si Dito sih." Vio melangkah pergi ninggalin Naya. Lama-lama makin geser aja otak tuh anak bahas-bahas Dito.
P l u t o Z ∅ n e
Hujan. Dan sialnya Vio ngga bawa payung. Padahal hari ini dia ngga bawa motor.
Vio melirik ke luar jendela dengan gelisah. Kalo begini terus dia bisa kejebak di sekolah sampe malem.
"Yo, gue duluan ya. Udah dijemput. Maap banget ya, hari ini nyokap gue yang jemput. Pake motor, gak bisa nganter lo dulu. Sorry ya."
Vio menatap Naya maklum. "Santai aja kali. Rumah kita juga kan beda arah Nay. Dah sono balik."
Naya memakai tudung jaketnya sebelum akhirnya melesat meninggalkan Vio.
Vio memutuskan untuk menunggu di pintu gerbang sekolah. Mengingat kondisi kelas yang sudah sepi membuat Vio bergidik ngeri.
Ternyata beberapa murid masih ada yang menunggu hujan reda di dekat pos satpam sekolah. Salah satunya adalah teman seangkatannya yang ngga Vio kenali. Sisanya hanya ada dua anak cewek kelas sepuluh dan satu lagi anak cowok. Dan kelihatannya adik kelas Vio juga.
Vio memerhatikan mereka.
Pada bawa payung, bukannya nerobos aja.
Hujan mungkin akan reda sebentar lagi. Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan sekolah.
Vio menghela napas. Ia bisa saja menerobos hujan kalau ia tak memikirkan nasib buku-buku pelajaran di dalam tasnya. Tapi, Vio memilih menunggu daripada buku-bukunya basah dan rusak.
Kelihatannya Vio salah, awan memang sudah ngga terlalu gelap seperti tadi. Namun, entah mengapa percikan air hujan terasa makin lebat. Menimbulkan cipratan yang mengenai ujung rok Vio.
Vio mendesah. Kesal akan cipratan-cipratan air yang faktanya ngga bersalah.
Vio berlari kecil ke arah pos satpam. Mencoba berteduh di sana. Meskipun ngga terlalu membantu.
Vio mundur beberapa langkah. Menjauh dari rintikan air. Tanpa sengaja, bahunya bertabrakan dengan seseorang yang sedang berteduh juga disampingnya. Vio menolehkan kepalanya.
Oh my god.
Ghana.
Entah sejak kapan Ghana di sampingnya. Vio sama sekali ga sadar kalo anak cowok kelas sepuluh tadi itu Ghana.
Ghana menolehkan kepalnya ke arah Vio. Mata mereka bertemu. Dan detik berikutnya Ghana tersenyum tipis. Membuat perut Vio melilit.
Duh, jantung gue.
Vio membuang pandangannya. Dia ngga bisa natap Ghana lama-lama. Bisa-bisa pertahanannya runtuh dan teriakan yang sedari tadi ia tahan akan keluar gitu aja.
"Lo, Kak Violetta 'kan?" Tanya Ghana. Yang ditanya cuma manggut-manggut dan nundukin kepalanya, Vio berusaha nyembunyiin pipinya yang sekarang mungkin udah kayak kepiting rebus.
"Kelas sebelas mia empat?" Tanya Ghana lagi.
Kini Vio menolehkan kepalanya. Menatap Ghana.
Ghana stalking gue?
Bukannya ngejawab, Vio malah sibuk kege'eran gara-gara pikiran ngawurnya sendiri.
Cowok itu nyenggol lengan Vio.
"Eh-- iya gue mia empat. Kenapa?" Vio berusaha menetralkan suaranya. Jangan sampe Ghana sadar kalo dia gugup.
Ghana cuma manggut-manggut. "Ngga kenapa-napa."
Setelah itu hanya rintikan hujan yang terdengar. Vio sibuk dengan pikirannya sendiri. Diam-diam dia bersyukur. Bersyukur karena hujan ia bisa ngobrol sama Ghana. Dan itu cukup membuat jantung Vio berdegup ngga karuan.
"Lo ngga bawa motor?" Tanya Vio membuka pembicaraan, memecah hening yang terjadi di antara mereka sejak beberapa menit lalu.
"Bawa. Tapi ngga bawa payung buat jalan ke parkiran."
Vio membulatkan mulutnya. Wajar saja, Hanya siswa yang sudah memiliki SIM yang bisa memakirkan kendaraannya di sekolah. Selain itu, mereka para pembawa motor, terutama yang belum cukup umur harus memakirkan kendaraannya di Ruko dekat sekolah. Lumayan juga kalo jalan kaki. Apalagi hujan begini.
"Tapi udah mendingan nih kayaknya" Ghana mengadahkan tangannya ke atas. Mengecek rintikan hujan yang turun membasahi telapak tangannya.
"Mau bareng ngga kak?" Tawar Ghana. Kali ini dia keluar dari pelataran pos satpam dan berdiri menatap Vio. Vio menimbang-nimbang. Kapan lagi bisa pulang sama Ghana. Lagian ini kesempatan emas buat modus. Vio mengangguk diiringi dengan bibir yang terangkat keatas. Dia ngga bisa nahan senyumnya.
"Boleh, kalo ngga ngerepotin."
"Ngga lah. Santai aja. Yuk!" Ghana tertawa singkat sebelum akhirnya menarik pergelangan tangan Vio.
Dan perlakuan kecil Ghana membuat harapan kian membesar. Vio telah jatuh ke dalamnya.
P l u t o Z ∅ n e
A/N
Oke ini emang pendek banget:( 860 words. Tapi gue ga kuat pengen cepet aplod eheheh:) lagi disekolah dan mumpung ada ide wgwg
Sejauh ini gimana pendapat kalian tentang Dito, Vio dan ghana? hueheh
Maapkan kalo part tijel or apapun itu:( gue masih sangat butuh kritik saran kalian semuwa:)
[Mutia]

YOU ARE READING
Pluto Zone
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] ••• Anindhia Violetta, hampir setiap hari berurusan dengan Fadito Raharja. Kedekatan yang terjalin hanya sebagai topeng kekesalannya pada cowok itu. Vio yang acuh, Dito yang nyebelin. Ini bukan hanya menjadi kisah mereka saat...