Chapter 1

3.9K 318 59
                                    

Aku berjalan menelusuri koridor kampus dengan cepat. Ini semua karena Ken tidak mau mendengarkan untuk menungguku di depan kelas. Sialan! Selalu seperti ini. Ia terlalu keras kepala dan merasa jika dirinya akan terus baik-baik saja jika aku tidak disampingnya. Aku pun mempercepat langkahku menuju halaman di belakang kampus, aku yakin jika Ken berada disana saat ini, karena ia tidak berada di depan lokernya, tidak juga di kantin serta di perpustakaan tempat biasanya ia menunggu ku.

Aku mengarahkan pandanganku kearah pohon tua yang rindang. Dan terlihatlah Ken yang sedang duduk bersandar pada pohon sembari membaca novel klasiknya. Aku pun menghampirinya dan berdiri tegap di hadapannya.

"Kau selalu tidak pernah mendengarkan ku." Suara ku dalam dan menambahkan intonasi tidak suka. Lalu Ken pun mengangkat kepalanya dan menatap ku, seketika itu ia langsung memunculkan senyumannya ketika menyadari jika aku telah menghampirinya. Sial, mengapa ia sangat menawan hanya dengan tersenyum.

"Aku bosan jika berada di koridor sendirian. Maka dari itu aku kesini." Ucapnya sembari berdiri dan memasukan novelnya ke dalam tas.

"Kita pulang sekarang?"

"Ya. Kecuali jika kau ingin aku mengantar mu ke suatu tempat." Ucapku sembari meraih tangannya. Lalu kami berjalan beriringan menuju lapangan parkir tempat mobilku berada.

"Hmm, sebenarnya aku memang ingin ke perpustakaan kota setengah jam lagi." Aku memutar bola mataku, Ken benar-benar membosankan. Seharusnya ia bersenang-senang, bukannya mengendap di perpustakaan bak kutu buku.

"Tidak. Aku tidak mau menemani mu kesana."

Ken mengangguk, seperti sudah menduga apa yang akan ku ucapkan. "Aku tahu. Itu sebabnya aku akan pergi bersama temanku."

"Apa? Siapa?" Aku memberhentikan langkahku dan memutar tumitku untuk menghadapnya.

"Teman lamaku, ia baru pindah ke London lagi setelah dari Orlando. Kau tidak akan mengenalnya jika ku beritahu namanya."

"Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki."

Aku mendengus lalu mulai berjalan lagi. "Kau tidak boleh pergi."

"Tunggu, apa? Tapi mengapa?"

"Kau mendengarku, Ken. Jika ku bilang kau tidak boleh pergi, berarti kau tidak akan pergi."

Ia melepaskan tautan tangan kami dan mulai menatapku bingung. Aku memutar bola mata ku melihatnya. Dia sangat tahu jika aku tidak menerima penolakan, jadi jika setelah ini ia memohon agar aku mengijinkannya maka ia salah.

"Ada masalah?" Tanyaku menantangnya. Tetapi ia tiba-tiba menarik nafasnya dalam seolah jengah dengan sikapku. Lalu ia menggeleng dan menunduk sebelum kembali berjalan mendahuluiku.

Di dalam mobil pun dia hanya diam sembari menatap jalanan. Tidak mau mengucapkan sepatah katapun padaku, biasanya Ken akan bercerita panjang lebar disaat aku mengantarnya pulang, dimana disaat awalnya kuping ku ingin pecah mendengarnya. Tetapi ini sudah tiga bulan kami bersama atau lebih tepatnya kencan bohongan ku, jadi aku sudah terbiasa dengan sikapnya itu. Kadang Ken juga suka bermanja padaku dan berisik. Tapi lambat laun, aku menikmatinya. Dan melihat dirinya yang berdiam diri membuatku merasakan sesuatu ada yang hilang.

Beberapa menit kemudian aku memasuki gerbang rumah Ken yang telah dibuka lebar oleh penjaganya. Ken tinggal bersama para pekerja rumahnya, orang tuanya terlalu sibuk sehingga tidak pernah pulang karena harus tinggal di luar negri. Jadi aku belum pernah bertemu dengan orang tua Ken secara langsung. Kecuali jika Ken mendapatkan telfon dari ibunya dan terkadang membiarkan ku berbicara lewat ponselnya untuk memberitahu orang tuanya jika ia baik-baik saja di London.

Same Old Love and Mistakes (Hendall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang