Chapter 60

2.3K 164 145
                                    

Alhamdulillah bisa updatee. ini curi-curi kesempatan karena laptop bisa dipake setelah disita nyonya besar😩. Kata beliau kalo acu tak boleh main wattpad sebelum hasil UAS keluar, bahkan UASnya ajah masih minggep.  That is why kukatakan bahwa acu offline. Bahkan buku-buku novel Johnna Lindseyku disita 😰😰 (Terlalu tua untuk dibeginikan wkkw)  tapi toh emang saya akui kalo emang udah yg namanya nulis dan baca bakal terahlikan,  KECUALI MATA KULIAH, PELAJARAN, etc.

SOO HAPPY READING 💋💕💋💕

We spent the daylight trying to make right between us ....

💕💕💕

Aku menghindarinya.

Bukan. Bukan karena tidak tahu diri. Bukan juga karena tidak bersyukur karena dia masih di sini dan di setiap ada kesemptan maka ia akan mengajakku untuk berbicara. Namun sebelum dia mencoba maka aku akan segera menghindar.

Karena, entah apa yang ia ingin ucapkan, kemungkinan besar akan membawanya pergi dariku. Mungkin dia ingin mengucapkan perpisahan. Atau mengucapkan seberapa besar ia membenciku sekarang.

"Kau harus berbicara dengannya." Kata Mom sewaktu aku berhasil membuat Ken kesal dan pergi ke kamar seorang diri, padahal dia belum menghabiskan makan malamnya.

"Pembicaraan kami sudah selesai."

"Oh, son. . ." Mom menggeleng lelah, "apa semuanya baik-baik saja?"

Tidak, semuanya tidak baik-baik saja, "Ya, Mom, semuanya baik-baik saja," dia akan meninggalkanku, aku akan kehilangannya, "dia akan mengerti jika aku kelelahan dengan pekerjaan," tolong aku, "kau jangan khawatirkan kami."

Dan masih banyak kepedihan yang tidak bisa aku keluarkan. Aku ketakutan. Meringkuk sendiri di ujung dunia. Dingin dan kesepian.

Lalu dengan menyedihkan, setiap tengah malam maka aku akan memasuki kamar kami, menatapnya dalam diam ketika ia terlelap. Meringkuk di bagian tempat tidurku seperti janin sambil memeluk perutnya.

Itu sudah kulakukan dalam beberapa hari ini, jadi ketika aku memasuki kamar kami lagi, sedikit lebih lewat tengah malam, aku justru tidak menduga mendapatkannya yang berdiri di balkon, membelakangiku.

Aku ketahuan. Secepat itu.

Dan tidak bisa menghindar karena kini dia berbalik. Menatapku tajam di bawah temaram bulan. Dia diam, tidak mencoba lagi untuk mengajakku berbicara.

Astaga, apa itu air mata di pipinya? Apa dia menangis? Apa dia menangis karenaku? Terluka karenaku?

"Bilang padaku jika kau ingin aku pergi." Ucapnya serak.

Apa? Tidak! Aku tidak ingin dia pergi! Tapi alih-alih berbicara seperti itu, aku justru mengatakan hal bodoh, "ini sudah malam."

"Oh Tuhan," dia menangkup wajahnya, menangis. Tubuhnya limbung hingga menyender ke pembatas balkon dan jantungku seolah berhenti. "Tega sekali kau padaku. Aku tidak mengerti."

"Kendall," aku ingin menariknya ke dalam pelukanku. Menjaganya di dekapanku selamanya.

"Kau menghindariku, Harry. . . kau buat aku bersalah di sini."

"Kau. . . tidak. Kau tahu bukan itu yang kumaksud."

"Lalu apa?! Lalu apa kalau begitu?" Dia berjongkok, masih terisak kecil.

"K-kau tahu kesalahanku. . ."

Dia menganggukan kepala. "Itu dia. . . kita berdua tahu kesalahan apa yang terjadi, namun. . . mengapa kau menghukumku dengan menghindariku?" Dia mendengak dengan wajah basahnya, "dengan tidak memberiku kesempatan untuk menjawab?"

Same Old Love and Mistakes (Hendall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang