Chapter 22-K

1.7K 223 22
                                    

Pembaca bijak meninggalkan jejak (:

Ps : part ini banyak kodenya buat konflik kedepan. #justinfo😊

.

.

Untuk kebaikanku, katanya. Agar ada yang menjagaku, katanya. Padahal yang aku lihat adalah untuk sebuah keuntungan. Mereka tidak benar-benar memikirkanku. Ini seperti menjualku atau mungkin membuangku. Menaruhku pada orang lain agar mereka bisa pergi tanpa memikirkanku.

Mereka benar-benar telah membuaku merasa tidak diinginkan. Membuatku marah.

Aku ini adalah putri satu-satunya. Teganya mereka melakukan ini padaku. Jahatnya mereka. Selama ini aku mencintai mereka tanpa syarat, tanpa mengeluh karena kunjung ditinggalkan, dan tanpa protes karena aku kesepian.

Aku tidak memiliki siapa-siapa selain mereka, tetapi entah mengapa mereka tega melakukan ini denganku.

Perjodohan, katanya lagi.

Hah, omong kosong macam apa ini?


Hal gila macam apa ini?

Apakah aku sedang di waktu yang lain? Dimana orang tua menjodohkan anak mereka, memberikan mereka batasan atas dasar apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika masih hidup kendati itu tidak perlu lagi di saat anak mereka sudah dewasa! Dimana letak kewarasan itu? Ini adalah abad moderen. Dimana pemikiran perempuan sama derajatnya dengan lelaki sudah berkembang, tidak ada yang tabu selama kita tidak melanggar hukum. Dimana cinta adalah cinta, tidak memandang sudut variabel yang merumitkan hidup. Dimana aku boleh memilih, menentukan masa depanku dengan siapa dan apa yang aku lakukan selanjutnya. Aku berhak atas itu, dan mereka tidak bisa seenaknya membuatku memilih yang bukan pilihan.

Tok Tok Tok

"Nona, ada tamu untuk anda."

Aku tidak ingin menjawabnya, tidak juga berniat menemui siapapun hari ini. Sudah cukup pertemuan dengan tamu kedua orang tuaku yang terakhir kalinya minggu kemarin adalah akhiran dari segalanya. Itu membuat semua mood-ku hancur.

"Kenny, it's me. . ."

Ansel? Itu suaran Ansel, aku tahu jelas itu.

Ia di sini!? Ia menemuiku!!

Aku segera loncat dari pinggiran beranda, tidak memperdulikan apakah aku akan jatuh ke tanah jika salah melangkah. Tidak masalah, pikirku, jika aku jatuh dari ketinggian ini dan mati, maka tidak ada pemaksaan untuk menikah lagi kedepannya.

"Ansy!" Aku segera menabrakkan tubuhku dengan tubuhnya, memeluknya. Aku merindukan dirinya. Setelah kelulusan-ku, kami sudah jarang bertemu, ia sibuk dengan kuliahnya yang belum selesai sedangkan aku mulai sibuk dengan urusanku di sini. Aku menderita jauh darinya. Aku menderita dan kesepian karena jauh dari sahabatku sendiri. Ia segalanya bagiku. Dia juga salah satu orang yang sudah masuk di duniaku dan kini menduduki tingkat paling tinggi di jiwaku.

"Aku meridukanmu, Ans. . ." ucapku sedih, terdengar merengek.

Ia tidak berkata apa-apa selain membalas pelukanku setelah beberapa detik kedepan, cukup lama menurutku. Ini membuatku tersadar jika sikap Ansel kepadaku sedikit berubah ketika kejadian di Hawaii dulu. Sedikit kaku dan datar. Membuatku berspekulasi jika ia masih mau berhubungan denganku hanya karena menghormatiku, aku si sahabat kecilnya.

"Masuklah," aku menarik tangannya, mendudukinya di atas ranjangku dan kami mulai duduk berhadapan.

"Bagaimana kuliahmu? Apakah lancar setelah aku tidak ada di kampus lagi?"

Same Old Love and Mistakes (Hendall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang