Air hangat yang keluar dari shower memberi perasaan relax pada Shaka. Sekelebat ingatan hadir didalam benaknya.
Sepuluh tahun yang lalu, Mamanya didiagnosa mengidap penyakit leukimia. Sejak saat itu selama tiga tahun lamanya Mama melakukan kemoterapi. Namun Tuhan berkata lain. Tuhan mengambil Mama dari sisi Papa dan Shaka. Sejak saat itu hubungannya dengan Papa tidak pernah sama lagi.
Sejak kepergian Mama, Papa lebih memilih menyibukan diri dengan pekerjaannya untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa kehilangan yang dalam. Ia bahkan lupa bahwa Shaka masih ada dan masih butuh perhatiannya. Itu kenapa di masa SMA Shaka menjadi anak yang sangat nakal. Ia sering kabur dari rumah dan melakukan hal-hal liar lainnya agar Papa perduli terhadapanya.
Dimasa-masa itu Delisha dan keluarganya sering menemani Shaka. Namun rasa kehilangan Shaka tak pernah sepenuhnya terobati. Karena rasa perhatian yang diberikan keluarga Delisha, disalah artikanya sebagai rasa kasihan. Membuat Shaka perlahan menarik diri dan menjauh.
Hingga suatu hari Khalilah datang padanya. Khalilah adalah salah satu orang yang memberinya perhatian dengan tulus tanpa pernah bertanya apa yang terjadi dan mengapa ia menjadi seperti ini.
Khalilah menjaga Shaka dari pergaulannya yang buruk. Ia membuat Shaka menghindari rokok di usia muda, membatasi pergaulannya dengan anak-anak yang mengkonsumsi narkoba, juga memberinya perhatian yang dirasanya berbeda dari yang diberikan orang lain padanya.
Keputusannya berpisah dari Khalilah diakuinya semata karena keegoisannya sendiri. Bukan karena Khalilah terlalu mengaturnya atau Khalilah membatasi pergaulannya.
Flashback
Hari itu Shaka memperoleh juara satu tingkat umum. Ia tau ia memang sudah biasa memperoleh predikat itu karena ia memang memiliki otak yang cerdas. Namun kali ini berbeda, ini adalah prestasi pertama yang diraihnya pasca Mama meninggal. Ia ingin menunjukan pada Papa bahwa ia bangkit, ia bisa. Dan Papa pun harus melakukan hal yang sama.
Maka sepulang sekolah Shaka segera menuju kantor Papanya. Ia tidak sabar untuk segera memberi tahu Ayahnya bahwa ia memperoleh prestasi akademik yang memuaskan.
Tanpa memberitahu sekretaris Ayahnya terlebih dahulu Shaka langsung masuk ke dalam ruangan kerja Ayahnya.
"Shaka! Ngapain kamu disini?" Bentak Ayahnya yang saat itu sedang melakukan meeting penting. "Kamu tunggu saja diluar. Papa masih sibuk."
"Maaf Pa." Ujar Shaka kemudian menutup pintu dibelakangnya. Hingga pukul tujuh malam Papa tak juga kunjung selesai dengan urusan bisnisnya.
Shaka mulai lelah menunggu. Perutnya lapar. Dan emosi menguasi hatinya.
"Mas Shaka... Bapak bilang Mas pulang saja. Bapak masih ada meeting ditempat lain." Sekretaris ayahnya menjelaskan.
"Tapi Tante Diana..." Shaka hendak memprotes penjelasan sekretaris ayahnya tersebut saat ayahnya lewat dan langsung menegurnya.
"Kamu pulang saja Shaka." Ujar Ayahnya sambil berlalu. "Papa sibuk sekali hari ini. Tunggu Papa dirumah."
Shaka kecewa dengan keputusan Papanya. Namun ia mencoba mengerti dan dengan berat hati akhirnya ia memutuskan untuk pulang dan menunggu hingga esok hari.
Esoknya Shaka tak menemukan sosok Papa dirumah. Sepanjang hari ia hanya menunggu dan menunggu namun Ayahnya tak kunjung pulang.
Shaka mencoba menghubungi telepon Ayahnya namun hanya pesan suara yang didapatnya. Akhirnya setelah menelepon Om Eidith, ajudan ayahnya, Shaka tau bahwa semalam setelah selesai rapat Papa langsung segera berangkat ke Kalimantan dan mengurus bisnisnya disana.
Perasaan marah membuncah di dalam dadanya. Shaka benci menyadari bahwa ia tidak lebih penting dari bisnis pertambangan Papanya. Bahwa semenit waktu bersama Shaka adalah hal yang percuma bagi Ayahnya.
Dengan emosi meluap di dalam dada Shaka meraih kunci motornya yang berada di atas meja belajar. Ia segera turun ke bawah menuju garasi dan mengendarai kendaraannya menuju tempatnya biasa nongkrong.
Shaka duduk didalam kepulan tebal asap rokok.
Ia berada di warung pinggir jalan yang berada tidak jauh dari sekolahnya. Ini adalah salah satu tempat nongkrongnya saat membolos sekolah. Di tempat ini ia biasa bersama teman-temannya menikmati sekotak rokok dan tertawa berbagi cerita bersama.Seperti saat ini, Shaka tertawa terbahak menanggapi lelucon yang diceritakan salah seorang kawannya. Pikirannya plong. Ada perasaan tenang yang menyelimuti hatinya ketika asap rokok tersebut memenuhi rongga dadanya.
"Shaka..." suara itu sangat dikenalinya.
"Shit!!" Rutuk Shaka begitu menengadahkan wajah dan Khalilah sudah berdiri disana.
"Aku tadi lihat motor kamu. Jadi aku minta Pak Darma berhenti sebentar." Jelas Khalilah sambil tersenyum.
Shaka menyembunyikan rokok yang sedang dihisapnya dibelakang tubuhnya. Sudut mata Khalilah menangkap gerakan Shaka tersebut.
Khalilah berbalik dan melengos pergi meninggalkan Shaka.
"Kha... tunggu!" Shaka mengejarnya.
"Kok kamu ngerokok lagi sih Sha?" Tanya Khalilah emosi. "Kan kamu udah janji sama aku kalau kamu ga akan ngerokok lagi. Tapi kenapa kamu ngerokok lagi?"
"Dengerin aku dulu Sha... aku lagi suntuk. Aku banyak masalah. Aku cuma mau nenangin diri."
"Nggak dengan rokok Sha.. kamu kaya pengecut aja sih. Kabur dari masalah dengan ngerokok!"
Mendengar ucapan Khalilah, darah muda Shaka mendidih. Ia yang memang sedang dalam keadaan tidak dapat berpikir dengan baik saat itu mulai kehilangan kendali. "Mending kita putus aja. Gw lelah harus nurutin semua mau lo. Gw lelah harus jadi seperti yang lo mau. Kita kayanya ga cocok."
Khalilah ternganga mendengar ucapan Shaka. Ia tidak percaya Shaka akan berkata demikian.
"Mulai sekarang gw harap elo ga nyampurin hidup gw lagi. Lo jalanin aja hidup lo sendiri. Dan jangan pernah muncul di hadapan gw lagi."
Shaka melengos pergi meninggalka Khalilah dalam keterkejutannya.
Flashback end... kembali ke masa kini.
------------------------------------------------------
Harum aroma masakan tercium sampai ke kamar Shaka. Ternyata udah jam delapan... gumam Shaka di dalam hatinya. Ia bergegas keluar dari kamar dan mengikuti aroma masakan menuju lantai bawah.
Delisha ada di sana. Duduk diruang keluarga dengan perapian menyala disisinya dan tatapan matanya sibuk dengan TV layar datar dihadapannya.
"Dee.. makan apa?" Tanya Shaka seraya duduk disebelah Delisha.
Delisha tersenyum cengengesan. "Mie rebus!" Jawabnya sambil menunjukam semangkok mie rebus berukuran besar dengan dua butir telur dan potongan sayuran di dalamnya. "Apa lagi yang lebih enak daripada mie rebus, kacang rebus, sama jagung bakar buat suasana puncak?" Goda Delisha.
Shaka tersenyum melihat tingkah gadis itu. Diraihnya mie dari Delisha dan disendoknya masuk ke mulu. "Ga ada yang lebih enak dari tiga menu itu!!"
"Aku bilang juga apa Sha?" Delisha mendorong pelan bahu Shaka. "Minggir ah.. aku juga mau." Delisha menunduk untuk menyuap mie dihadapannya.
Shaka mendekatkan wajahnya ke wajah Delisha. Ia mendarakan ciuman kecil dipipi gadis itu.
Delisha terperanjat.
"Terima kasih De.."

KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession [COMPLITE!!]
RomanceA story about love, friendship, and obsession of someone. I hope you will enjoy this story. Terinspirasi dari kisah nyata tetapi tidak 100% sama terjadi Ssstt.... awas. Nanti akan ditambahkan konten untuk 18++ Yang belum cukup umur, harap "taubat"...