Nina sudah menyiapkan masakan diatas meja makan dengan dibantu oleh Iqbal. Ini pertama kalinya Nina memasak masakan Jepang, dan tidak menyangka Iqbal menguasai masakan Jepang. Iqbal mengatakan selama di Jerman dia yang memasak, dan masakan Jepang sangat mudah untuk dipelajari, jadi dia akan memasak itu untuk Arumi setiap Senin sampai Sabtu. Nina kagum pada suaminya itu karena dia sudah merawat Arumi dengan sangat baik, hingga Arumi tumbuh jadi anak yang baik seperti sekarang.
Tanpa ragu-ragu, Nina mencium pipi kanan Iqbal lalu memeluknya dari belakang. Iqbal tidak mengerti mengapa Nina melakukan itu.
"Ada apa ini? Nggak biasanya kamu yang merayuku duluan." goda Iqbal.
Nina menghirup aroma tubuh Iqbal dari belakang dan mengeratkan pelukannya. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Iqbal.
"Apa kamu hamil sayang? Biasanya kamu akan lebih manja saat hamil. Uda berapa bulan?"
"Anak kita sudah 5 mas, dan aku sudah tidak muda lagi. Mana mungkin aku hamil kan."
"Umurmu masih 37 tahun, masih bisa melahirkan kok! Yok, kita bikin anak kembar lagi sekarang."
Nina kesal mendengar ucapan jahil suaminya itu dan langsung menjewer Iqbal dari belakang. "Ok, tapi mas aja yang melahirkan nanti! Mau?"
"Ok! Suamimu ini yang akan menggantimu untuk melahirkan anak kita. Tapi, kamu harus rela aku jadi transgender, setuju?"
"Ngomong apa sih mas? Aku nggak suka sama perempuan. Nanti, kalo mas jadi transgender, aku akan minta cerai dan mencari laki-laki lain."
Iqbal memutar badannya lalu mencubit pipi Nina gemas. Kelakuan mereka seperti anak kecil saja. "Jangan coba-coba berpaling dariku. Nanti, aku akan bunuh diri. Sudah cukup 16 tahun kita berpisah, aku sudah nggak mau berpisah denganmu lagi" kali ini suara Iqbal terdengar serius. Dia menatap nanar pada Nina, dia mengingat betapa tidak mudahnya hidup di Jerman dengan hanya memandangi foto Nina tanpa bisa melihatnya secara langsung.
"Ehem! Ini dapur pa! Bukan Paris!" Sindir Arumi yang baru saja pulang kuliah.
Arum menyusul setelah diantarkan Aslan pulang. Dia langsung menuju dapur dan melihat kedua orang tuanya sedang tertawa bersama. Arum luluh hatinya saat melihat pemandangan itu. Mengapa dia sangat marah pada papanya jika mamanya sendiri mampu memaafkan suaminya itu? Arum ingin bergabung dengan mereka, namun dia mengurungkan niatnya. Dia masih gengsi untuk berdamai dengan papanya.
***
Citra sedang berada di kos-kosan dan berbicara dengan pemilik kos-kosan itu sambil menenteng sebuah lukisan yang sudah dibingkai. Di dalam tas Citra sudah terisi uang sebesar 3,5 juta. Dia mendapat juara dua di kompetisi melukis tadi dan berencana akan memakai duit itu untuk membayar uang muka kos-kosan yang akan ditempatinya, lalu dia akan membelikan mainan untuk anak perempuannya. Citra ingin membelikan gaun, tapi, Citra tidak tau sebesar apa putrinya itu sekarang karena dia tidak pernah diizinkan untuk melihat Putri semata wayangnya itu oleh keluarga mantan suaminya.
Dia sudah membuat kesepakatan dengan pemilik kos-kosan dan membayar uang muka. Besok, dia akan pindah kesana. Jaraknya tidak jauh dari mall tempat Citra bekerja jadi dia tidak susah untuk mencari kendaraan kesana.
Sudah jam 10 malam, Azhari pamit pada Nina dan keluarganya untuk segera pulang dan berterima kasih banyak atas makanan lezat yang disiapkan oleh mereka untuknya. Saat diperjalanan pulang, Azhari mengingat nasi goreng yang dibuatkan Citra tadi pagi. Daripada makanan Jepang, dia lebih suka masakan Citra tadi karena Azhari sudah terbiasa makan sushi selama di Jepang.
Azhari mencoba menghubungi Citra, tapi ponsel Citra. Azhari semakin mempercepat laju mobilnya agar sampai kerumahnya dengan cepat dan memastikan apakah Citra sudah pulang atau belum. Citra belum pernah tinggal sendirian dirumah itu, jadi dia khawatir Citra akan takut berada disana sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bride (Finished)
RomanceCinta akan hadir disaat kita selalu bersama... "aku tahu, dia itu mimpi yang paling indah, tapi yang paling tidak mungkin terjadi.." Nina "Dia tidak sempurna, tapi mempertahankannya adalah hal berarti yang harus kulakukan sekarang." Iqbal