" Andaikan kau datang kembali
Jawaban apa yang kan ku beri
Adakah cara yang kau temui
Untuk kita kembali lagi"
~Ruth Sahanaya***
Author POVHujan lebat disertai angin yang kencang mengganggu jadwal penerbangan di bandara Soekarno-Hatta malam ini. Beruntung pesawat yang membawa penumpang dari Jerman telah mendarat. Banyak orang-orang yang sudah menunggu kedatangan kerabat mereka diluar termasuk gadis muda yang tampak tidak semangat dan memasang wajah kecutnya dibalik kacamata hitam yang dipakainya.
Welcome to Indonesia Arumi, menyebalkan memang, tapi apa boleh buat? Papa tidak bisa ditolak.. Jeremy,,, aku belum sempat menyampaikan perasaanku padanya. Apa kabarnya dia sekarang? Argghhh, aku kesal kesal kesal!
Arumi asyik menggerutu difikirannya sampai dia membaca sebuah papan kecil yang bertuliskan namanya. Dia segera berjalan kearah pria yang tampaknya merupakan seorang supir itu.
"Helo, ich komme aus Berlin. Wer bist du??" sepertinya Arumi tidak memperhatikan kalau orang yang didepannya ini bingung dengan apa yang diucapkannya. "Pardon! Maksudku, aku datang dari Berlin, kamu siapa tuan??" ucap Arumi dengan Bahasa yang fasih.
"Oh, perkenalkan Nona. Saya Madi, supir baru Nyonya Edward. Saya akan melayani anda dengan sepenuh hati."
"Hahaha" Arumi terkekeh geli melihat sikap dari supir muda neneknya itu. "Jangan terlalu formal. Aku bukan nenekku jadi bersikaplah lebih santai, Pak Madi."
"Baiklah, Nona Arumi. Saya mau memberitahukan kalau sebelum kerumah, kita akan pergi kerumah sakit karena sebenarnya Ny. Edward dirawat disana."
"What?? Nenek sakit? Kenapa kami tidak diberitahu sebelumnya? Wait, i have to call my Daddy. I wonder if he know this matter."
***
"Sudah dua hari kondisi Arum seperti ini, Nina." ucap Fauzi cemas. "Setiap pagi, seseorang datang menemui Arum selama dua hari ini. Awalnya kufikir dia teman sekelas Arum yang bolos demi melihatnya, tapi ternyata dia mengaku sebagai anak kuliah, dari tampangnya dia memang terlihat lebih dewasa, dan dia sepertinya keturunan blasteran. Aku penasaran, hubungan seperti apa yang mereka jalani sekarang." oceh Fauzi panjang lebar, seperti perempuan saja.
"Aku tidak tahu, karena Arum tak pernah bercerita tentang pergaulannya." jawab Nina.
"Lihatlah betapa kau peduli pada anakmu sampai kau tidak tahu menahu apapun. Apalagi, seharusnya kau menjaga kesehatanmu juga, jangan sampai kalian berdua drop."
Nina tidak bersemangat untuk membalas perkataan Fauzi yang menyudutkannya.
"Bang Fauzi benar, aku punya Hasan. Jika aku juga sakit, bagaimana dengan Hasan nantinya?? Aku hanya ibu yang lemah, tak berguna, jika saja aku tidak memedulikan bisnis-bisnis persetan itu. Aku sudah muak dengan semuanya." Nina menyalahkan dirinya sendiri yang tidak berbuat apapun untuk Arum dan membiarkan Arum melakukan segala hal tanpa arahan darinya."Aku mau keluar." Ujar Nina sambil berlalu dari kamar itu. Dia ingin menumpahkan kesedihannya diluar, dimana tidak ada satu orang pun melihatnya menangis. Tapi masih sampai dipintu, Nina tak mampu lagi membendung airmatanya. Fauzi menyadari hal itu, dan hanya bisa duduk menyesali semuanya disamping ranjang Arum.
***
"Beruntung aku punya masker didalam koper. Pak Madi, lain kali ingatkan aku untuk membawa masker sebelum kerumah sakit karena aku gampang alergi, ok!"
"Baik, nona Arumi."
Mereka berdua berjalan kedepan pintu lift dengan kehenindan. Dalam diamnya, Arumi berharap semoga penyakit neneknya tidaklah parah. Semoga saja.
Tidak lama pintu lift terbuka. Hanya ada satu orang didalam dan dia keluar dengan buru-buru hingga dia tidak menyadari kalau dia menjatuhkan sesuatu.
"Bu, kunci mobilmu terjatuh." Teriak Arumi kepada wanita yang sudah jauh dan tidak mendengarkannya. Pintu lift sudah tertutup sementara Arum masih diluar dan hanya Madi yang ada didalam lift. Arumi merasa dia harus mencari wanita tadi dan memberikan kuncinya.
Arumi segera berlari menyusulnya, beruntung dia belum jauh.
"Bu! Ibu yang memakai baju biru!" teriak Arumi dan berhasil terdengar oleh Nina. Dia merasa ada seseorang yang memanggilnya dari belakang.
Arumi berhenti berlari setelah Nina menolehnya dan terengah-engah kelelahan. Dia segera menyodorkan kunci mobil itu sebelum Nina sempat bertanya mengapa dia mengejar Nina.
"Ibu menjatuhkan ini didepan lift." ujar Arumi lalu menyerahkan kunci itu. Sebelumnya dia tidak memperhatikan, tapi setelah dia melihat wajah Nina dengan jelas, Arumi bisa tahu kalau Nina baru saja menangis karena pipinya masih basah. Entah mengapa, Arum merasa tersentuh saat melihat wajah wanita itu hingga dia terkesiap ketika Nina tahu kalau Arumi sedang memperhatikannya.
"Emm,, maaf aku tidak bermaksud.."
"Terima kasih nak." ucap Nina lalu menyalam tangan Arumi. Dia merasa sedikit aneh saat tangannya bersentuhan dengan tangan Arumi. Seperti sebuah nostalgia, kulit tangan Arumi tidak asing baginya. Bagaikan ada tarikan magnet saat keduanya bersentuhan.
Yang tak diinginkan Nina pun terjadi, bayangan-bayangan abstrak itu kembali berputar dikepalanya. Mimpi-mimpinya dan suara-suara asing itu berkelebat dalam fikirannya. Nina mengernyit kesakitan sambil memegangi kepalanya. Arumi yang melihatnya jadi panik dan ketakutan.
"Are you okay, Madam???" tanya Arumi dan jawabannya tidak karena Nina langsung terjatuh tak sadarkan diri. Arumi segera berteriak meminta tolong agar ada bantuan yang datang. Dia jadi lupa tentang tujuannya datang kerumah sakit.
***
"Apa yang terjadi mas??" tanya Aisyah yang baru saja sampai dirumah sakit setelah mendengar kabar tentang Nina.
"Nina pingsan lagi." jawab Fauzi singkat. "Fikri dan Hasan, apa mereka sudah tidur?"
"Iyah mas, mereka tidur lebih awal malam ini. Aku heran dengan kondisi Nina mas, apa yang membuatnya seperti ini?"
"Lebih baik kita tanyakan pada dokter Gary."
***
"Kondisi pasien sangat rentan. Dia pengidap amnesia, sangat berbahaya baginya jika dipaksakan untuk mengingat masa lalunya. Jadi, kuharap kalian tidak menceritakan semuanya pada Nina dengan bulat-bulat." ujar Gary.
"Kami tidak menceritakan apapun." Bantah Fauzi. Lalu dia melirik Aisyah dan mencurigainya karena sebelumnya mereka berdua bertengkar gara-gara ini. Bisa saja Aisyah nekat untuk menceritakan semuanya.
"Jangan tatap aku seperti itu. Aku bahkan tidak berbicara apapun pada Nina." ucap Aisyah kesal.
Fauzi menghela nafas dalam-dalam, dia tidak tau keadaannya akan serumit ini.
***
Arumi dan supirnya Madi hanya memandangi Ny. Edward yang sedang tertidur dibawah pengaruh obat dari luar ruangan karena jadwal besuk sudah lewat . Arumi sangat sedih melihat kondisi neneknya yang seperti ini. Lebih lagi, dia masih belum tau apa penyakit yang diderita neneknya.
"Sudah berapa lama nenek seperti itu, pak Madi?" tanya Arumi
"Sebenarnya, sudah sejak akhir tahun yang lalu. Tapi sekarang lebih parah, nyonya bersikeras tidak mau berobat karena alasan pekerjaan." Arumi mendengarkan penjelasan Madi dengan mata berkaca-kaca.
"Kasihan nenek. Apa penyakitnya, pak Madi?"
" Leukemia!"
Sontak mata Arumi membelalak, dia menatap neneknya dan Madi bergantian seakan bingung dan tak percaya akan apa yang didengarnya.
"Ta..tapi, mengapa? Mengapa nenek tidak pernah cerita? Mengapa harus menyembunyikannya dari kami?"
"Saya tidak bisa menjawabnya nona. Bukan hak saya." jawab Madi sambil menundukkan wajahnya dengan perasaan menyesal.
"ARUMI!!" seseorang meneriakkan nama Arumi dengan keras dari ujung koridor, sosok laki-laki yang mendekati mereka itu memasang wajah cemasnya dan seperti meminta penjelasan tentang apa yang baru saja dia dengarkan.
"Daddy?"
#tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bride (Finished)
RomanceCinta akan hadir disaat kita selalu bersama... "aku tahu, dia itu mimpi yang paling indah, tapi yang paling tidak mungkin terjadi.." Nina "Dia tidak sempurna, tapi mempertahankannya adalah hal berarti yang harus kulakukan sekarang." Iqbal