Rahasia Wulan

24.4K 870 4
                                    

"I wanna hold you close, under the rain. I wanna kiss your smile, and feel the pain. I know what's beautiful, looking at you. In a world of lies, you are the truth."

Diana Ross - When You Tell Me That You Love Me

Semoga lagu romantis ini menginspirasiku menulis bait perbait kisah rekaan ini.. Aamiin.

°°°

Wulan POV

Sudah 3 hari. Kutatap kalender harian yang menempel didinding kamarku dengan perasaan kalut. Aku sudah resmi jadi pembantu disini bersama Bi Lasmi yang baru saja kukenal.

"Wulan...!!! Angkat kain yang dijemur diatas. Udah mulai rintik nih.!" Bi Lasmi berteriak dari dapur.

"Oh astaga!!! Kok aku jadi lengah begini" batinku. "Iya Bi!" Kakiku berlari melewati tangga menuju loteng khawatir jika pakaian-pakaian itu akan kembali basah kuyup. Benar saja, hujan sudah lebih deras saat aku tiba. Matilah aku! Kutarik satu persatu pakaian itu dengan buru-buru.

"Kenapa baru diangkat sekarang?" suara Rama mengagetkanku dari belakang.

"Maaf...." ucapku menyesal. Tak disangka dia membantu mengangkati jemuran ini sambil berhujan-hujanan. Tadinya kufikir dia hanya datang untuk marah-marah.

"Sini biar gue yang membawa kebawah. Nanti lo kepeleset ditangga gue juga yang susah." dia merebut semua pakaian dari tanganku dan pergi. "Apa yang kau tunggu, ayo masuk!" teriaknya saat ingin masuk kedalam.

"Eh, iyah-iyah.." aku mengikutinya dari belakang tanpa berkata apapun. Speechless, karena majikanku sedang melakukan tugasku saat ini. Sedangkan aku? Hanya berjalan melenggangkan kaki tanpa membawa apapun. Kan, terbalik!?

***
"Tok tok tok!" ku ketuk pintu kamar Rama sambil membawa segelas teh hangat di atas napan kecil.

"Masuk!" serunya dari dalam. "Baiklah." sayup-sayup terdengar suara gitar dari dalam saat pintu dibuka.

Ini aku, kau genggam hatiku. Simpan didalam lubuk hatimu.. Tak tersisa untuk diriku. Habis semua rasa didada.

Dia bernyanyi dengan merdu. Suara ini, sepertinya aku pernah mendengarnya. Tapi...dimana?

"Ehem!" aku berusaha menyadarkannya akan keberadaanku disini sebelum dia semakin larut dalam lagu itu. Apa dia sedang patah hati? "Ini tehnya. Dimana kutaruh?"

"Di atas meja itu aja."

"Ok!" kutaruh cangkir itu perlahan, mataku tertarik dengan benda yang ada didekapannya sekarang. "Gitarnya bagus.. Aku jadi kangen sama gitarku." ucapan itu keluar begitu saja dari mulutku.

"Oh yah? Lo punya gitar juga? Pinter main gitar juga pastinya !?"

"Nghhh, iyah tapi gitarnya tertinggal dipanti. Aku masih belajar kok, belum terlalu mahir."

"Apa diluar masih hujan?" aku menggeleng. "Kalo gitu, yuk! Kita ke balkon. Gue punya satu gitar lagi, lo bisa pinjam. Gue suntuk banget berapa hari, ini.. Jadi.." aku terkesiap saat dia tiba-tiba menggenggam bahuku. "Gue bisa pinjam lo jadi partner gue bentar kan?" Apa ini? Ini bukan permintaan, tapi perintah. Dan aku dengan senang hati menerimanya.

***

Iqbal POV

Dia masih terlelap saat aku sudah terbangun jam 5 sore dan mendapati diluar hujan sedang turun. Kutatap wajahnya yang tenang, aku merasa beruntung karena akulah yang diberi kesempatan untuk menikmati pemandangan ini. Kukecup keningnya sekilas agar dia tidak terbangun. Pertanyaan itu muncul lagi dikepalaku, apakah aku menikahinya murni karena tanggung jawab semata atau.. Apa?

Aku menggeram kesal dan bangkit dari kasur. Bodohnya aku, sama sekali tak bisa mengenal perasaanku sendiri.

***
Nina sudah tidak ada dikasur, padahal aku hanya mandi sebentar. Kapan dia bangunnya?

"Nina!" aku memanggilnya tapi tidak ada jawaban. Dia selalu seperti ini, pergi tanpa pamit. Diluar masih hujan, kemana dia? Aku mencarinya kesekeliling rumah tapi dia tidak kelihatan dimanapun.

"Duuhh, kasihan.." samar-samar aku mendengar suara dari taman belakang saat aku mencarinya didapur. Dari jendela kaca ini aku bisa melihatnya sedang jongkok didekat pohon dengan pakaian yang sudah basah kuyup. Apa yang dia lakukan?

Anak kucing? Dia hujan-hujanan hanya karena ingin menyelamatkan anak kucing. Bagaimana kalau dia sakit? Ingin rasanya aku marah, tapi tidak mungkin.

"Kasihan yah, induknya pasti kecarian."

"Kalo kucing memang uda biasa menelantarkan anaknya. Jadi, cepat mandi sekarang, anak kucing ini biar mas yang mengurus. Ingat sayang, kamu lagi hamil. Jangan terlalu dekat dengan kucing, mengerti?" ujarku sedikit kesal.

"Iyah mas!" aku mencium keningnya agar dia tau aku tidak marah, dan tidak sedih karena sebelumnya aku sudah menegur kesalahannya. Istriku masih terlalu muda untuk menjadi dewasa. Jadi, aku harus menjaga sikapku.

***

Nina POV

Semakin hari, dia semakin lembut padaku. Apa karena aku sedang mengandung? Bagaimana kalau aku tidak hamil, apa dia juga akan memperlakukanku selembut ini? Aku ragu.

Dia benar-benar mengurus anak kucing itu. Ucapan mas Iqbal memang bisa dipercaya. Bulunya sudah kering dan entah dari mana mas Iqbal mendapatkan ranjang kucing itu. Dari gudangkah?

"Dia lucu juga!" ucapku dan mendekatinya.

"Eh, udah selesai? Sini.." dia menarik tanganku untuk duduk dipangkuannya.

"Aku berat." ujarku risih karena dipangku seperti ini, terlalu dekat dengannya. Hingga aroma tubuhnya bisa tercium dengan jelas, sangat wangi.

"Husss.. Siapa yang bilang, kalaupun iyah mas gak keberatan kok. Badanmu panas sekali! "Kamu harus sehat Nina, kan besok pagi kita uda terbang ke Sorong."

"Besok? Mas Iqbal gak kerja?"

"Nggak sayang..!"

"Beneran? Tapi.. Kita belum siap-siap mas. Tiket belum dibeli, pakaian belum dikemas.."

"Husss..." dia lagi-lagi memotong ucapanku. "Aku sudah membeli tiketnya, online, jangan fikirkan apa-apa lagi, yang penting kamu istirahat sekarang!"

"Hmmm... Tapi, kita makan malam apa nanti?"

"Kamu mau apa sayang?" berhenti memanggilku seperti itu. Jangan memaksakan diri.

"Aku mau sate..." entah kenapa aku sangat ingin memakan itu saat ini. "Boleh yah? Sekali ini saja." aku memutar badanku kearahnya menatapnya dengan mata memelas. Aku tahu dia tak akan menolak.

"Pasti sayang!" hah, seperti yang kuduga.

***
Author POV

"Apa judul lagu yang lo kuasai?" tanya Rama.

"Kalau gitu, lagu dari Adrian Martadinata, judulnya Ku Ingin Kau Tahu. Bisa nggak?"

"Kenapa nggak? Aku yang mulai."

Petikan gitar mulai mengudara dibawah langit yang mendung , keduanya terlarut dengan alunan musik yang baru saja dimulai hingga lagu itu selesai dinyanyikan langit sudah lebih gelap.

"Suara lo bagus juga!" puji Rama, membuat Wulan tersipu. "Rasanya, gue pernah dengar suara lo sebelumnya. Apa jangan-jangan lo pernah ikut lomba vokal solo 4 tahun lalu? Suara lo nggak asing" tebak Rama curiga.

Wajah Wulan yang sumringah seketika memucat, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dari Rama.

"Lo yakin, kalo lo itu anak panti? Lo gak nipu gue kan?" Rama semakin mendesak Wulan yang sudah terpojok dengan pertanyaan-pertanyaannya.

"Ya Allah, aku harus jawab apa?"

#tbc

My Bride (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang