Wait For What?

8.3K 310 5
                                    

"Huacchim!" Azhari bersin dengan suara yang keras di kamar yang tadinya ditempati Citra. Tubuhnya malas bergerak dan betah berlama-lama di kamar itu sambil memandangi lukisan dirinya.

"Hm, senyumku, tawaku, dia begitu mengingat semuanya. Apa dia selalu memikirkanku?" Batinnya. Dia melirik logo merk produk yang mensponsori kompetisi melukis kemarin dan menyadari sesuatu. "Ternyata, aku tak salah lihat. Gadis yang melukis kemarin memang Citra. Hah, andai saja aku tau, maka aku akan menyemangatinya. Apa kabarnya sekarang? Dia pergi diam diam, apa dia selalu seperti itu pada semua orang?" Azhari bersungut-sungut. Dia memutar badannya dan tidur tengkurap. Hidungnya yang menempel dibantal mencium suatu aroma. Itu adalah aroma shampoo Citra. Aroma yang membuatnya semakin merindukan wanita itu.

Nina mengirim pesan singkat kepada Azhari untuk mengajaknya nonton bersama di Mall karena hari ini adalah hari Minggu. Jadi, mas Iqbal ada waktu untuk mengajaknya keluar.

"Jangan lupa bawa pasangan yah…!" Ketik Nina di pesan terakhirnya.

"Pasangan?" Tiba-tiba Azhari teringat dengan Citra. Dia punya ide.

***
Arum dan Arumi sedang malas-malasan di kamar karena pagi ini hujan masih turun. Arum memakai masker untuk menyegarkan wajahnya sementara Arumi memilih untuk mendengarkan musik. Lagu cinta yang membuatnya semakin gusar saat mengingat Jeremy dan tingkahnya yang berubah.

"Kak, apa perubahan yang terjadi dengan Aslan sejak kalian pertama kali berkencan?" Tanya Arumi tiba-tiba.

"Perubahan? Hmmm.. banyak sekali. Dia mulai lembut, padahal biasanya dia kasar banget orangnya. Trus, penampilannya lebih rapi, rambutnya gak gondrong lagi. Tapi jujur saja, kakak lebih suka ngeliat dia gondrong daripada yang sekarang deh. Dan yang paling berat adalah, dia berhenti merokok demi kakak. Dan itu dilakukannya sebelum kami berpacaran." Jawab Arum panjang lebar, tidak khawatir masker nya jadi berantakan karena dia bicara pelan sekali.

"Wow,, banyak sekali. Dia memang mencintai kakak setengah mati yah..,"

"Kakak gak pernah memintanya untuk melakukan itu semua Arumi. Kakak fikir dia akan merasa terbebani jika saja kakak memintanya untuk berubah, tapi dia melakukan semua itu tanpa kak minta. Kakak juga mencintainya apa adanya, jika dia tidak berhenti merokok, kakak juga gak keberatan. Tapi, dia melakukan itu karena dia khawatir dengan penyakit jantung kakak dulu. Hm, dia memang sesuatu. Apa Jeremy juga berubah? Mengapa kau bertanya tentang perubahan, Arumi?" Tanya Arumi.

"Jeremy? Dia memang berubah kak, berubah banyak malah.. tetapi makin aneh. Entahlah, dia semakin agresif dari hari ke hari, dan aku tidak nyaman dengannya."

"Benarkah? Apa kau tau mengapa dia seperti itu?"

Arumi menggeleng, dia hanya tau Jeremy berubah sejak malam dimana pesta ulang tahun mereka diadakan.

"Arumi, keluar nak! Jeremy datang tuh.." teriak Nina dari luar kamar.

"Pucuk di cinta ulam pun tiba" ujar Arum. "Cepat sana, pangeran agresif mu sudah datang".

"Pangeran kodok?" Serang Arumi lalu keluar meninggalkan kamar.

Jeremy sudah menunggunya diruang tamu dengan pakaian santai. Tatapan mereka bertemu tapi Arumi langsung mengalihkan pandangannya. Jeremy sangat tampan pagi ini, jika dia menatap Jeremy terus menerus, maka hatinya akan terjebak dalam lingkaran ke agresifan lelaki itu. Terdengar tidak masuk akal memang.

"Hai!" Sapa Arumi enggan. "Kamu mau ngapain kesini?"

"Pertanyaanmu aneh. Apa aku tidak diterima disini?"

"Bukan, oh iyah, kamu mau minum sesuatu?"

Jeremy langsung menggeleng." Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Bisa nggak?"

My Bride (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang