0. Prolog

150K 5.2K 61
                                    

Kinan POV

Hujan turun dengan rintik-rintik nya.

Aku mengeratkan peganganku pada sebuah tas yang sengaja aku pindah ke depan kan. Sesekali aku menghembuskan napas kasar. Hujan rintik membuat siapa saja yang berada dibawahnya menjadi sakit. Aku pernah mendengarnya mitos tentang hujan rintik-rintik seperti ini. Katanya, lebih baik hujan deras bersamaan dengan angin daripada hujan rintik-rintik bersamaan dengan panas matahari. Belum ada keterangan lengkap yang aku dapatkan. Aku tidak bisa menjelaskannya. Mungkin sebaiknya aku berteduh di sini sembari menunggu seseorang.

Langit menampakan dirinya dalam kelam. Awan tidak kunjung berubah menjadi cerah. Sepertinya akan turun hujan deras. Sebenarnya aku tidak begitu mempedulikan hal itu. Yang aku pikir kan saat ini adalah aku akan bertemu dengannya lagi.
Setelah lama aku bersabar karena kesibukan dirinya sebagai anak kuliahan. Sedangkan diriku selalu menanti kabarnya setiap saat. Dia adalah pangeranku. Dia dulu pernah menolongku yang lalu membuatku jatuh hati. Aku berkenalan dengannya meski begitu tidak mudah mendapatkan balasan chat darinya. Jujur, aku menyukainya lebih dulu setelah itu takdir yang mengubahnya. Dia juga memiliki perasaan yang sama sepertiku. Katanya, aku ini seorang wanita yang perhatian, lucu, dan apa adanya. Lalu hingga akhirnya ia menyatakan perasaannya kepadaku.

Tidak begitu lama sebuah lampu motor seakan menyorot diriku dari arah barat. Aku menyipit kan mataku. Seketika saja senyuman ku terlukis. Dia ada disini. Dia tepat berdiri dua meter di depan ku. Dia benar-benar nyata ada disini. Setelah sekian lama dia tidak memberiku kabar akhirnya ia kembali. Aku berdiri menghampiri dirinya dengan senang. Rasanya ingin sekali aku menambah jam lebih hanya untuk meluangkan waktu bersama dirinya.

Lelaki itu tersenyum kearahku. Namun ada sesuatu yang sepertinya ingin ia bicarakan.
"Kamu udah lama nunggu disini?"tanya dia dengan penuh kelembutan. Dia masih sama sejak setahun kita bertemu.

Aku menggeleng pelan. "Baru sampai kok kak. Cuman emang lumayan sih kalo dihitung dari nunggu hujan."

Lelaki itu menganggukkan kepalanya seakan mengerti. Diambilnya telepon genggam miliknya yang ia simpan di kantong sakunya. Rasanya ia tidak seperti dua bulan yang lalu. Terakhir kami bertemu hanya untuk mencicipi makanan di restoran baru yang dekat dengan sekolahku. Dia begitu hangat. Tidak seperti sekarang yang mungkin aku tidak mengenalnya.

"Kakak lagi mikirin apa sih? Kok dari tadi diem aja?"Tanyaku kembali dengan heran.

Lelaki itu terkesiap kaget. Kemudian ia menghelakan napasnya. "Aku mau putus. Karena aku gak bisa ngelanjutin hubungan sama anak SMA kayak kamu sedangkan aku udah semester empat kuliah."

Aku membeku seketika. Baru saja ia menyatakan kalimat yang membuat aku membeku begitu saja. "Bukankah kakak dulu menerima resikonya?"

"Tapi selama setahun ini gue gak bisa melewatinya."

Aku terseyum seakan menerima segalanya. "Kalo kakak mau putus yaudah aku terima. Mungkin wanita yang seumuran dengan kakak lebih pantas daripada aku yang masih sekolah. Mungkin saja kakak bosan dengan kebawelanku ketika kakak belum memberikan kabar sama sekali lewat sebuah pesan singkat, atau mungkin saja kakak sudah sadar sehingga mengatakan ini."kataku dengan dalam.

Lelaki itu menatapku dengan nanar. Hal itu membuat aku merasa ingin menangis. Setelah sekian lama aku kira akan berakhir dengan indah nyatanya begitu menyakitkan. Dia maju satu langkah mendekatiku yang sedari tadi berusaha untuk tidak menatapnya. Aku pikir dia sama seperti Lelaki yang sering aku bayangkan di wattpad. Begitu apa adanya menerima sang kekasih tanpa memandang usia ataupun derajat. Ternyata kenyataan tidak begitu.

"Kamu jangan nangis gitu dong."katanya dengan mendekatiku yang hampir saja menitihkan air mata ini.

Aku mengelak dari nya. "Aku tidak menangis. Aku hanya kaget kakak mengatakan itu. Berbulan-bulan kakak bernaungan dibawah kata sibuk lalu saat ini ketika kakak ada di depanku aku kira rasa khawatir ku berkurang. Aku salah. Rasa khawatir ku memang berkurang karena digantikan rasa sakit yang mendalam."

"Aku minta maaf sama kamu. Tapi emang ini yang terbaik."katanya dengan lembut.

Aku mengangguk mengerti. Nyata nya seorang lelaki tidak bisa memegang janjinya. Semua lelaki tentu memiliki janji manis yang akan ia lupakan sama seperti saat ini.
Lelaki itu masih menatapku dengan nanar. Seketika saja aku dibawa ke dalam pelukannya. Dia berusaha untuk menenangkan aku yang sedang bersedih. Aku tidak munafik. Rasa kecewa dan sedih bercampur menjadi satu saat ini. Pelukan yang tidak senyaman dulu. Pelukan yang tidak menghangatkan. Pelukan yang mungkin untuk terakhir kalinya. Lelaki itu menghapus air mataku yang mulai menetes membasahi kemeja berwarna biru yang ia kenakan.

"Maaf udah buat kamu menangis."katanya dengan singkat.
Aku tertawa keras dengan sengaja. "Aku tidak menangis kak. Aku hanya terkejut. Itu saja."

Lelaki itu kemudian mengangguk pelan. Diliriknya jam tangan yang ia gunakan. "Aku harus kembali ke kampus. Ada hal penting."
Aku mengangguk. Dia memang pantas pergi sekarang. Aku tidak ingin ia melihatku menangis lebih dari ini. Karena di saat aku benar-benar tidak ingin kehilangan ia melepaskan dirinya sendiri dan pergi dariku. Dia pergi dari genggamanku. Dia menjauh hanya karena rasa lelah.

Kupandangi lagi ia yang mulai menyalakan sepeda motornya itu. Tersenyum sesaat lalu benar-benar pergi. Aku menatapnya hingga bayangannya sendiri hilang dipertigaan jalan. Saat ini adalah pertemuan pertama yang menyakitkan. Begitu lama aku nantikan, nyatanya membuatku sakit.

Kulemparkan saja sepatuku ini dengan asal. Aku tidak peduli akan mendarat dimana sepatuku itu. Rasanya hanya sakit hati yang aku dapatkan. Aku sakit hati karena ditinggal oleh dirinya. Lalu aku ingin bertanya, apakah anak berumur 17 tahun itu masih anak kecil?

Bruk!

Sepatu itu sukses mengenai seseorang. Lelaki itu terlihat jauh diatas umurku. Mungkin ia berukuran sama dengan mantanku barusan. Aku menatap sekelilingku. Tidak ada siapapun. Lantas Lelaki itu mulai menghampiri diriku. Lelaki yang lengkap menggunakan seragam yang bagiku terbilang cukup mengerikan. Dia menghampiriku dengan tatapan dingin dan kaku.

Tuhan! Hilangkan aku saat ini juga.

Tbc
Gak janji bakalan update cepet.

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang