32. Jangan seperti Pelangi

25.4K 1.5K 4
                                    

"Sadarlah! Aku mengkhawatirkan dirimu."

Kinan menghela napas berat. Tidak sedetikpun lelaki yang ada di depannya tersadar. Padahal gadis itu sudah jauh-jauh datang  dan rela diomeli dulu oleh penjaga ruangan dimana Satria dirawat agar bisa bertemu dengan lelaki ini.

"Bahkan di depan banyak yang berjaga. Sebegitukah pentingnya dirimu?"gumam Kinan dengan sengaja.

Mata gadis itu beralih kearah lain. Jika Satria terpejam seperti itu, wajahnya seakan penuh dengan ketenangan dan kewibawaan. Kinan sudah berjam-jam berada di dalam sini namun Satria masih enggan membuka matanya. Lalu apa yang harus ia lakukan?

Tidak lama seorang lelaki masuk. Lelaki itu lengkap menggunakan jas hitam. Pakaiannya sama seperti yang Satria kenakan. Sudah pasti lelaki itu adalah pasukan khusus. Lelaki itu berdiri disampingng Kinan. Kinan yang menyadari nya hanya diam saja.

"Siapa yang mengizinkan dirimu masuk?"tanya lelaki itu dengan serius.

Kinan menoleh sembari tersenyum. "Penjaga diluar. Memangnya kenapa?"

Lelaki itu kemudian menghela napas. "Nama saya Sersan Aryo. Saya bawahan Satria. Kapten sedang melakukan penyembuhan. Tidak seharusnya dijenguk terlebih dahulu."

"Maaf jika saya kemari."

Sersan Aryo mengangguk sekilas. "Kapten tidak bisa dikunjungi. Ini perintah."

Kinan menghela napas kecewa. "Saya sudah mendengarnya tadi. Saya permisi."

Kinan beralih merapikan barang bawaan yang ia bawa. Kinan meletakan bunga yang ia bawa diatas nakas. Mata gadis itu tidak berkedip melihat Satria yang tengah terpejam seperti itu. Meski ia berkali-kali diusir, nyatanya ia senang bisa bertemu dengan Satria walau sebentar.

Kinan melangkahkan kakinya keluar kamar Satria dirawat. Bersamaan dengan itu, ia melihat seseorang yang ia kenal. Seorang wanita yang berjalan berlawanan arah dengan dirinya. Wanita itu nampak membawa beberapa buah dan juga dikawal oleh orang yang berpakaian jas lengkap.

"Bu Silvia?" Ucapnya dengan pelan.

Wanita muda itu memasuki kamar rawat inap yang ditempati oleh Satria. Silvia melangkah dengan tergesa-gesa tanpa memperhatikan sekitarnya. Meninggalkan Kinan yang mematung. Dahi Kinan berkerut, apakah dia kenal dengan kekasihnya?

Lalu gadis itu memilih pergi tanpa memikirkan hal apapun.

***

Kinan menghela napas panjang. Sebenarnya ia tidak begitu suka jika harus diatur-atur oleh tante Ayu. Terlebih lagi Raka selalu menurut apa kata tantenya. Rasanya ingin sekali ia menghapuskan lelaki itu dari kehidupannya. Namun ia tidak bisa. Jangankan menghapusnya, ingatan tentang Raka belum benar-benar hilang dari pikirannya.

Deburan ombak yang ia dengar saat ini menemani gadis itu dalam kesendirian. Rasa khawatir kembali hadir menghinggapi dirinya. Satria. Nama itu selalu menjadi pusat pikirannya. Keadaan lelaki itu nampaknya begitu tidak terduga. Kemarin, lelaki itu masih bersama dirinya dalam keadaan baik-baik saja. Lalu sekarang, lelaki itu sedang tidak baik. Ingin sekali Kinan mencegah lelaki itu untuk pergi. Namun ia tidak memiliki hak atas itu.

'Aku akan berusaha untuk tidak mati. Karena setelah perintah ini, aku akan menemuimu.'

Kata-kata itu terus terngiang di dalam ingatan Kinan. Kinan menelungkupkan kepalanya dengan lemas. Pikirannya sangat khawatir.

"Kamu masih sering kemari, Kinan?"tanya seseorang yang kini membuat Kinan merasa ingin menghilang. 

Kinan menoleh singkat. "Seperti yang kau lihat."

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang