Musim hujan di Bulan November.
Dokter itu kembali menarik napas singkat.
"Satu.. dua.. tiga..."
Alat itu sedari tadi mengagetkan Satria akan bisa tersadar namun tidak berhasil. Denyut jantung lelaki itu malah semakin melemah.
Dokter yang merawatnya sejak awal masih berkutat dengan alat-alat lain untuk menyelamatkan lelaki itu. Ketegangan juga terjadi diluar ruangan mencekam itu. Aryo serta Silvia dengan sabar menunggu menantikan hasil yang diharapkan.
"Naikkan tegangan!"perintah dokter itu kepada asisten nya.
Tegangan itu dinaikkan mencapai batas maksimal. Jika kali ini tidak berhasil, semua kan kehilangan perwira yang dibanggakan oleh anggotanya.
"Sudah, dokter."kata perawat itu dengan cepat.
Dokter mengelap keringat nya dengan pelan. "Satu kali lagi. Pastikan kali ini berhasil. Satu.. dua... tiga.. "
Alat itu berhasil ditempelkan, namun hanya terdengar suara senada saja. Tampilan di garis-garis monitor juga menadakan rata. Tidak ada denyut jantung dari lelaki itu lagi. Helaan napas berhasil dihembuskan oleh sang dokter. Kekecewaan terjadi karena dokter tidak bisa menyelamatkan tubuh pasien.
Kain putih menutupi wajah tampan Satria. Tangisan kesedihan mungkin akan berlangsung jika Satria dibawa untuk segera melakukan upacara.
Silvia menatap tidak percaya. Satria benar akan pergi.
"Kami sudah semaksimal mungkin. Maaf, takdir berkata lain."ucap sang dokter dengan lirih.
Aryo segera menghubungi Kinan. Sebelumnya kinan meminta lelaki itu untuk selalu memberikan kabar tentang kemajuan Satria. Kali ini ia harus memberikan kabar duka.
"Kinan, Satria tidak bisa diselamatkan."katanya dengan lirih.
"Saat itu.. adalah hari dimana aku merasa putus asa. Aku terlelap dengan nyenyak. Namun telingaku mendengar segalanya. Terutama ketika kau ingin pergi dariku."
Kinan menghela napas dalam mendengar segala pernyataan yang keluar dari mulut lelaki itu.
"Rasanya tubuhku sudah tidak kuat lagi. Aku sempat berpikiran kalau peluru itu akan membunuhku. Dan benar! Kata Aryo aku kritis selama beberapa hari. Bahkan aku sempat tidak tertolong."Kata Satria dengan jujur.
"Itu alasan kenapa Aryo mengabariku tentang kepergianmu?"
Satria mengangguk. "Aryo dan semua orang yang mengkhawatirkan ku beranggapan kalau aku ini sudah mati. Namun kenyataannya tidak. Dokter berkerja dengan semaksimal mungkin. Tentang dirimu. Aku sengaja membuat berita itu supaya kau lebih mudah melupakanku."
"Kenapa begitu, Kapten?"
"Kinan, aku tidak ingin merusak hubungan keluargamu terutama dengan Tante Ayu. Lebih baik akulah yang mengalah."
Kinan mengenggam tangan Satria dengan lembut. "Sat. Ada banyak hal yang kita takuti. Kenyataannya, aku ataupun kamu bisa melewati itu semua."
Satria tertawa kecil. "Kinan, maaf jika aku melamarmu tanpa kalimat romantis. Aku hanya bisa memberikanmu cincin itu saja."
"Kalimat yang kamu nyatakan adalah hal romantis yang belum pernah aku dapatkan. Kalimat itu pula yang membuat hati ini berhenti memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi."
"Kinan, saat aku melihat kamu tertabrak mobil. Saat itulah pertama kali kita bertemu lagi. Mungkin kamu tidak sadar saat itu. Jadi kamu menganggap kalau pertemuan kali ini adalah yang pertama kalinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ok, CAPTAIN! [selesai]
Ficção AdolescenteSatria Pramuda, cowok berumur 22 tahun itu memiliki karir yang cemerlang di bidang kemiliteran. Diusianya yang masih terbilang muda, lelaki itu sudah menjabati sebagai seorang Kapten ketika bertugas. Kinan Amarani, cewek berumur 17 tahun itu memili...