10. Konsekuensi

38.4K 2.3K 10
                                    

Tidak ada sepatah kata yang terucap sedikitpun. Satria hanya bisa membisu seketika. Bahkan rasa sakit karena terkena goresan kaca tidak begitu terasa di bandingkan keadaan yang membuatnya seakan membeku seperti ini. Tatapan mata kini tertuju kepadanya. Lelaki itu hanya bisa bersikap istirahat ditempat menunggu aba-aba yang diberikan. Satria sudah menyalahi prosedur yang diberlakukannya. Satria tidak mengikuti instruksi dengan baik. Bahkan Satria sedang dalam peneguran.

Satria mengeratkan tangannya dengan kencang. Ia sudah menerima segala konsekuensi yang akan diberikan. Satria tau ia sudah melanggar perintah yang diinstruksikan. Namun bukankah seorang tentara harus menyelamatkan nyawa orang lain dan mendamaikan Negara?

Keringat dingin mulai berceceran. Satria masih dalam keadaan siap.

"Kapten. Kau sudah tau apa yang kau lakukan?"Ucap Letnan Kolonel Purnomo dengan tegas.

Satria mengangguk pelan. Kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. "Saya mengerti, Letnan."

Letnan Purnomo kemudian menggeleng pelan. "Seharusnya minggu depan adalah upacara penyerahan jabatan serta kenaikan kamu. Nyatanya kau tidak bisa menjalankan tugas dengan baik. Kau tidak bisa melaksanakan perintah yang sudah direncanakan."

Satria hanya bisa terdiam. Dirinya sudah tidak bisa mentaati peraturan yang sudah ditentukan.

Letnan Kolonel Purnomo seakan merasakan kecewa karena keputusan anak buahnya itu. Berkali-kali Satria memimpin tugas Negara, baru kali ini dengan seenaknya melanggar. Bahkan lelaki muda itu dengan sengaja mematikan alat komunikasi untuk menghindari larangan dari Letnan Kolonel Purnomo. Letnan Kolonel Purnomo mendekati bawahannya itu dengan menatap datar. Rasanya ia.masih belum percaya kalau lelaki itu dengan seenaknya meninggalkan tugas demi kepentingan lain.

"Kau kenal dengan gadis itu, Satria? Jawab dengan jujur."Kata Letnan kolonel Purnomo dengan tegas.

Satria menghela napasnya sejenak. "Siap, saya kenal dengannya, Letnan."

Letnan Kolonel Purnomo kemudian tertawa singkat. "Kau tau kau sudah mementingkan kepentingan dirimu sendiri?"

"Siap, saya tau."jawab Satria dengan keras.

Kemudian Letnan Kolonel Purnomo menepuk pundak Satria dengan pelan. "Jabatan kau kali ini di pindah tangan kan kepada Aryo."

Satria yang mendengar nya terdiam sesaat. Dirinya memastikan kalau ini sebuah bukanlah mimpi. Apa yang ia harapkan sejak dulu hancur dengan sedetik saja. Impian yang selama ini ia gapai dan ia pertahankan seakan tidak berarti apa-apa hanya karena kesalahan kecil yang menurutnya.

Aryo yang berada di pinggir lapangan mendadak menoleh ke depan. Ucapan Letnan Kolonel tidak hanya membuat Satria terkejut dirinya pun juga. "Saya menjadi pemimpin tim khusus, Letnan?"

Letnan Kolonel Purnomo mengangguk dengan singkat. Begitu lama ia menatap kecewa kearah Satria yang sedari tadi menghadap ke depan. "Satria, serahkan lencana kepemimpinan kamu kepada Aryo."

"Siap, Letnan."Satria kemudian melepaskan lencana berwarna biru itu dari seragam kebanggaan miliknya. Seutas senyum ia perlihatkan ketika Letnan Purnomo dengan memaksa untuk mengambilnya.

Satria sudah menyadari kesalahannya. Karena pada dasarnya, seorang Prajurit harus mengikuti instruksi yang diperintahkan. Bukan seenaknya saja melakukan hal untuk kepentingan pribadi meskipun dalam hal yang benar. Seorang Prajurit selalu mengikuti instruksi dan tidak akan pernah melanggarnya kecuali terdapat pengecualian.

Langit yang semakin terang seakan melihat wajah kekecewaan sang Letnan terhadap dirinya. Langit biru  seakan menertawai dirinya yang telah kehilangan jabatan sebagai pemimpin. Upacara yang seharusnya tidak dilaksanakan secara dadakan kini terpaksa terlaksana. Desahan napas terdengar begitu berat.

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang